Aku sedang melakukan suatu permainan.
Permainan yang pasti pernah dilakukan oleh setiap orang, ya walaupun tidak
semua orang mau mengakuinya. Permainan ini tidak rumit tapi tidak juga mudah.
Aku sudah sering memenangkan permainan ini dan rahasianya tentu saja tidak akan
kuberitahu. Baiklah, aku akan bercerita tentang salah satu kisah saat permainan
ini kulakukan. Simak dan lihat saja sendiri apa rahasia dalam memenangkan
permainan ini.
Akisa memandang senang saat pesan
singkat dari Regi muncul di handphonenya. Sudah dua minggu Akisa dan Regi
bertukar sapa di facebook maupun twitter dan baru ini Regi memberanikan diri
meminta pin BB Akisa. Canda, celotehan dan entah bahasan apa saja mereka
obrolkan sampai Akisa lupa sudah berapa jam dia dan Regi saling berbalas BBM.
Akisa menaruh harap pada Regi. Sosok wanita yang menurut Akisa dewasa, cerdas
juga humoris. Semula Akisa terjun ke dunia maya hanya untuk mengenal lebih jauh
dunia yang selama ini takut untuk diakuinya tapi semakin lama semakin Akisa
tidak bisa membohongi kalau dirinya adalah wanita pecinta wanita. Mengenal
sosok Regi yang bijak juga selalu memperingati Akisa tentang bahaya dunia maya
makin membuat Akisa menyukai Regi. Tapi Akisa hanya berani berharap, tidak
ingin merusak pertemanan yang telah terjalin.
Hujan mengguyur kota Akisa dengan
deras. Sebersit cemas hadir saat Akisa memandang dari kaca jendela. Cafe ini
sepi dan memang itu yang diharapkan Akisa tapi hujan bukan yang diharapkannya.
Akisa takut Regi tak jadi datang, apalagi jarak kota Regi dan kotanya dua jam
perjalanan. Semalam Regi berkata akan menggunakan sepeda motor dan itu makin
membuat cemas Akisa kalau Regi membatalkan pertemuan pertama mereka. Saat sebuah
sosok wanita yang Akisa tahu adalah Regi masuk kedalam cafe, Akisa langsung
tersenyum senang. Kecemasannya tidak terbukti. Meski bahu jaketnya sedikit
basah tapi Regi datang juga.
“Hujannya deras banget. Sorry ya
telat.”
“Enggak apa – apa kok. Tahu nih, kok
malah hujan hari ini.” dan percakapan mereka pun mengalir, melebur seolah
mereka sudah sering bertemu.
Yusi, gadis yang menurut Akisa lembut
dan pemalu hari ini menampilkan status penuh dengan kemurungan. Akisa mengerutkan
dahi saat membaca status Yusi. Mereka sudah saling mengenal dan rasanya sudah
sepatutnya Akisa bertanya ada apa.
“Maaf ya, tiba – tiba langsung meminta
nomor handphonemu. Rasanya tidak enak mengobrol melalui chat FB.” Suara lembut
Yusi menyapa Akisa setelah Akisa memberikan nomor handphonenya tadi saat mereka
berbalas pesan.
“Enggap apa – apa kok. Aku malah
senang kamu mau bercerita. Setidaknya aku berharap setelah kamu bercerita, kamu
tidak murung lagi.” Akisa berucap tulus.
“Saya mulai dari mana ya,
hem...sebenarnya ini masalah dengan teman FB juga. Kamu pasti tahu Ela kan? Saya
dan Ela bertengkar. Dia menuduh saya merebut pacarnya.” Tentu Akisa tahu siapa
Ela. Ela adalah kakak angkat Yusi dan ucapan Yusi membuat Akisa heran. Biasanya
mereka terlihat akrab di FB.
“Maaf kalau saya lancang, tapi apa
kamu memang merebut pacar Ela?”
“Saya tidak merebut. Pacar Ela
sendiri yang mendekati saya, dia bilang dia dan Ela bertengkar jadi saya hanya
menasehati dia. Saya tidak tahu kalau akhirnya pacar Ela jadi menyukai saya. Saya
sudah menjelaskan semua itu pada Ela tapi dia tidak peduli. Saya bahkan tidak
berpacaran dengan pacarnya.” Tiba – tiba Akisa mendengar tangis Yusi dari
seberang telepon. Hati Akisa terenyuh.
“Ini hanya salah paham. Yang sabar
ya. Semoga Ela bisa mengerti.”
“Iya, makasih ya kamu sudah mau
mendengar cerita saya.”
“Sama – sama. Kita kan teman jadi
kapan pun kamu mau cerita, silahkan saja.”
“Kamu juga Akisa, kapan pun kamu mau
cerita saya selalu siap.”
Semenjak itu Akisa dan Yusi mulai
akrab. Akisa menilai Yusi adalah teman yang baik. Karena pertemanan mereka
pula, Regi jadi berubah sikap. Marah dan cemburu.
“Kamu dan Yusi pacaran?” pertanyaan
itu langsung terlontar begitu mereka bertemu kembali di cafe yang sama.
“Pacaran? Hahaha....ya enggak lah.
Yusi itu sukanya Butchi, aku juga. Kami sama – sama femme jadi bagaimana kamu
bilang pacaran.”
“Tapi kalian akrab banget. Kalau aku
bbm pasti kamu bilang tadi si Yusi habis telepon.” Nada suara Regi masih
terlihat kesal.
“Kamu cemburu ya?” dan pertanyaan
yang dilontarkan Akisa sontak membuat pipi Regi memerah. Akhrinya Regi
menganggukkan kepala. Dia memberanikan diri mengucapkan perasaannya pada Akisa.
“Aku suka kamu Sa. Jatuh cinta sama
kamu.” Kali ini pipi Akisa yang memerah dan ketika Regi memintanya menjadi
gadisnya, Akisa langsung mengiyakan. Dia juga memiliki perasaan yang sama
terhadap Regi.
“Jadi kamu dan Regi sudah jadian? Selamat
ya.” Nada riang Yusi makin membuat hati Akisa berbunga – bunga. Begitu pulang
dari cafe, Akisa langsung mengabari Yusi. Dia ingin berbagi kebahagian.
“Saya jadi ingin ketemu sama kamu dan
Regi deh. Ingin melihat pasangan berbahagia.”
“Gimana kalau kita janjian ketemuan?
Bulan depan aku mau ke kota Regi, kamu mau tidak kesana juga? Kan tidak jauh
dari kotamu.” Akisa mengusulkan. Mengingat kota Regi berada ditengah kotanya
dan kota Yusi. Yusi berteriak senang dan berjanji kalau bulan depan akan
menyumpai mereka.
Semula Regi keberatan Yusi ikut dalam
kencan mereka tapi setelah Akisa mengyakinkan kalau Yusi adalah teman baiknya
akhirnya Regi mengalah. Mereka berkenalan dan bersenang – senang bersama. Regi
merupakan pemandu yang baik, membawa mereka mengelilingi kotanya. Saat malam
tiba, Regi yang memiliki apartemen sendiri mengajak Akisa untuk tidur
dikamarnya. Akisa tentu mau tapi tidak enak dengan Yusi yang akan tidur
sendirian.
“Tidak apa – apa kok. Kalian kan baru
kali ini nginap bareng.” Yusi berkata bijak. Akisa makin tidak enak, maka
dengan meminta maaf dan pengertian Regi akhirnya mereka tidur bersama. Tiga orang
dalam satu kamar.
“Kamu memang gadis yang baik hati,
aku makin mencintaimu.” Sebelum tidur Regi mengecup bibir Akisa. Akisa segera
membalas ciuman itu, meski hanya sebentar tapi jantung Akisa berdetak kencang. Akisa
berpaling pada Yusi yang tidur disebelahnya, terlihat sudah pulas. Akisa memang
berharap Yusi tidak menyaksikan ciuman mereka tadi.
Terimakasih, Akisa. Sudah mau mengajakku jalan – jalan dan mengenal
Regi yang baik hati.
Status terbaru Yusi di FB membuat Akisa
tersenyum dan langsung meng-like dan membalas status itu. Sepuluh menit
kemudian, muncul pesan di inbok Akisa. Dari Ela. Meski agak bingung, Akisa
membuka pesan itu juga.
Aku hanya ingin memperingatkan, jangan membiarkan Yusi dekat – dekat dengan
pacarmu kalau tidak mau sakit hati. boleh percaya atau tidak.
Hanya itu pesan tersebut. Terbesit rasa
tidak enak tapi selama ini Yusi selalu baik dan mungkin Ela masih marah
mengenai kejadian dulu. Akisa mengabaikan pesan itu. Dia memilih mengirim bbm
pada kekasihnya.
Setumpuk tugas kuliah membuat Akisa
harus fokus apalagi nilai nya sempak anjlok begitu dia terlalu hanyut dalam
percintaannya dan lupa untuk belajar. Akisa meminta pengertian Regi kalau
mungkin dia akan lebih mengurangi bbm dan percakapan mereka ditelepon.
“Tidak apa – apa sayang. Sebentar lagi
kan sudah mau ujian semester. Kamu harus konsentrasi. Masak pacarku nilai ipk
nya jelek. Yang semangat ya sayang.”
“Makasih ya cinta. Cinta juga
semangat ya. Jangan ngebbm wanita lain ya mentang – mentang adik lagi sibuk
belajar.”
“Hahaha...adik ada – ada saja. Iya sayangku,
cintaku.”
Ada sesuatu yang dilupakan Akisa.
Yusi. Dia dan Regi waktu berkenalan dulu telah bertukar nomor telepon dan pin
BB. Akisa tidak mengira Yusi menggantikan posisinya bertukar pesan dan
percakapan dengan Regi saat dirinya sedang sibuk belajar. Akisa baru tahu
setelah Regi bercerita kalau siang tadi dia dan Yusi rupanya memiliki kesamaan
yang sama dalam hal menonton film horor.
“Kenapa Yusi bbm sayang?”
“Namanya juga teman, kan wajar saja. Adik
cemburu ya? Hahaha...tenang saja sayang, kami cuma ngobrol biasa saja kok.”
Akisa mempercayai kata – kata Regi. Apalagi setelah dia bertanya pada Yusi dan
dia malah ditertawai.
“Ya ampun, Akisa. Tenang saja, Regi
itu bukan tipe saya. Hahaha...kamu ada – ada saja deh. Saya menganggap Regi itu
hanya sebatas kakak yang baik. Masak saya mau merebut Regi dari kamu. Ada – ada
saja.” Dan perkataan Yusi membuat hati Akisa lega.
Setelah ujian semester selesai, Akisa
langsung bersorak senang. Akhirnya dia terbebas dan Akisa yakin nilainya pasti
akan bagus. Liburan semester ini dia sudah berencana mengunjungi Regi. Regi
menyambut Akisa di apartemennya. Ada sesuatu diwajah Regi yang membuat Akisa
bingung.
“Ada apa sayang. Kok kayaknya kamu
cemberut.”
“Enggak kok.” Jelas Regi sedang
berbohong dan Akisa terus bertanya.
“Oke, aku lihat kamu dan Sera akrab
sekali. Kalian kan baru temanan di FB, tapi kok akrab banget.” Akhirnya Regi
mengucapkan apa yang membuatnya kesal.
“Ya ampun sayang, adik dan Sera hanya
teman. Adik menganggap Sera itu lucu, ya hanya sebatas itu.”
“Tapi bisa saja lama – lama adik jadi
suka sama dia. Dan akhirnya selingkuh. Sudah sering banget kejadian seperti
itu. Yusi saja bilang kalau Sera sepertinya punya maksud tertentu dengan adik.”
“Yusi? Kok dia...jadi sayang curhat
sama Yusi?” Cemburu menyeruak masuk kedalam hati Akisa.
“Ya, tapi bukan itu intinya. Aku tidak
mau adik jadi suka dengan Sera.” Meski masih belum memulihkan rasa cemburu tapi
Akisa berusah menahannya. Regi lebih terlihat cemburu dan Akisa tidak ingin
pertemuan mereka rusak gara – gara salam paham yang tak berarti.
“Maaf sayang kalau adik sudah membuat
sayang jadi berpikiran seperti itu. Adik janji akan menjauhi Sera.” Mereka
tidak melanjutka adu mulut lagi tapi saling memeluk. Begini lebih baik. Akisa tahu
Regi hanya tidak ingin kehilangan dirinya.
Boleh saja Akisa berencana tapi
rencana tetap hanya rencana. Sera sama sekali tidak mau menjauhi Akisa meski
Akisa sudah berkata kalau pacarnya tidak menyukai kedekatan mereka. Sera
menganggap Regi kekanak – kanakan. Toh dia hanya berteman tidak ada maksud lain
jadi dia tidak mau dilarang berteman dengan siapa pun kecuali kalau dia ada
salah. Akisa tidak bisa mematahkan perkataan Sera. Ucapan Sera ada benarnya. Tapi
Regi mempunyai pikiran lain. Dia marah melihat Akisa masih berteman akrab
dengan Sera. Akisa berusaha menjelaskan tapi Regi sudah kepalang marah. Tidak mau
membalas pesan maupun telepon Akisa. Akisa panik, tanpa berpikir panjang segera
menaiki bus untuk pergi ke kota Regi. Akisa berharap penjelasan langsungnya
bisa membuat hati Regi melunak.
Baru saja Akisa melangkah ke loby
apartemen saat dia melihat Yusi keluar dari pintu lift. Akisa terkejut begitu
pula dengan Yusi.
“Ngapain kamu kesini?” Kecurigaan
datang dan membuat kata dari mulut Akisa menjadi ketus.
“Saya kebetulan sedang mengunjungi
tante yang ada di kota ini. Dan saat saya memberitahu Regi, dia meminta saya
mengunjunginya. Tadinya kami mengobrol tentang dirimu tapi Regi...” Yusi tidak
jadi melanjutkan kata – katanya. Dia menunduk.
“Regi kenapa?” Yusi penasaran. Memaksa
Yusi melanjutkan perkataannya.
“Maafin saya, Akisa. Saya sama sekali
tidak bermaksud apa pun. Memang selama ini Regi sering curhat tentang hubungan
kalian, tentang hidupnya juga tapi saya sama sekali tidak tahu kalau...kalau
Regi menjadi...menjadi jatuh cinta dengan saya. Maaf, Akisa. Maaf.” Linangan airmata
Yusi membuat Akisa terhenyak.
“Saya sudah menolak Regi, maaf. Saya pulang
dulu.” Yusi segera pergi tanpa menunggu Akisa menanggapi ceritanya. Ada sesuatu,
Akisa yakin itu. Dia masuk kedalam lift.
Regi tampak terkejut tapi
mepersilahkan masuk Akisa. Dia masih terlihat marah. Akisa tidak duduk. Dia langsung
bertanya pada Regi.
“Tadi Yusi kesini?”
“Iya, katanya sekalian mampir. Dia lagi
berkunjung dirumah tantenya.”
“Bukan sayang yang memintanya kesini?”
Wajah bingung Regi segera membuat Akisa yakin dengan pikirannya tadi. Akisa
tidak membicarakan lagi tentang kedatangan Yusi tadi, dia ingin meredakan
amarah Regi. Dihadapan Regi, Akisa menghapus nama Sera dari daftar pertemannya.
Meski masih marah tapi Akisa bisa melihat senyum diwajah Regi. Mereka berbaikan.
Dalam pelukan Regi malam itu, Akisa tahu Yusi sudah melakukan permainan licik.
Yusi ingin menghancurkan hubungannya dengan Regi, seperti yang dulu dia lakukan
dengan hubungan Ela. Akisa tidak akan tinggal diam. Dia bukan Ela. Yusi harus
dibalas atau akan ada korban yang lain lagi.
Lagi – lagi wajah terkejut. Kali ini
Yusi yang terkejut. Dia berharap yang mengetuk kamar hotelnya adalah Regi tapi
ternyata Akisa lah yang berdiri didepan kamarnya.
“Aku membaca pesanmu di handphone
Regi. Dia sedang sibuk, jadi mungkin tidak akan datang. Kamu bilang kamu
mengunjungi tantemu. Kok tidak menginap disana malah di hotel.”
“Eh...saya tidak mau merepotkan
tante.”
“Sudahlah, aku tahu kamu hanya
berbohong. Aku sudah tahu semua niat jahatmu. Aku bukan orang jahat sepertimu,
jadi sebelum aku juga jadi jahat dan membeberkan semua kelicikanmu, aku mau
kamu pergi dari hidupku maupun hidup Regi. Sekarang juga hapus semua nomor
handphone, pin, akun FB, semuanya. Aku ingin kamu menghilang dari hidup kami.”
“Baik...baiklah.” Setelah Yusi melakukan
semua permintaan Akisa, Akisa pun tersenyum puas. Dia segera melangkah keluar
dari kamar hotel.
“Jangan pernah muncul lagi
dihadapanku.” Sebelum benar – benar pergi, sekali lagi Akisa memperingatkan
Yusi.
Regi berjalan dengan terburu – buru. Melihat
Yusi yang menangis makin membuat hati Regi remuk. Yusi yang melihat kedatangan
Regi segera menghambur kepelukan Regi.
“Maafin saya, saya sudah melarang
Akisa jangan pulang dulu tapi dia bilang mau makan siang bareng kamu. Dia buru –
buru saat menyeberang jalan dan tertabrak mobil. Saya melihat itu dan tidak
bisa menolongnya.” Tangisan Yusi pecah. Regi memeluk Yusi. Hatinya hancur. Dia sama
sekali tidak mengira telepon Yusi tadi adalah berita buruk. Akisa meninggal
tidak lama setelah dibawa ke rumah sakit.
Lihat, bukankah gampang melakukan
permainan ini. Tentu kalian sudah tahu rahasiaku. Ya, jangan menaruh belas
kasihan dalam permainan itulah rahasianya. Dua bulan sudah berlalu semenjak
kematian Akisa dan tentu saja aku membantu proses kematian Akisa. Bukankah dia
sendiri yang meminta aku tidak muncul dihadapannya lagi. Aku mengabulkannya dan
mendorongnya ketika dia akan menyebrang jalan. Suasana ramai membuat tindakanku
tidak diketahui siapapun. Oh ya, Regi yang hancur hatinya dengan mudah
kutaklukan. Kami kini kekasih. Mencintainya? Mungkin lebih tepat aku mencintai
kekayaannya. Untuk saat ini dia korbanku dan kalau aku bosan tinggal melakukan
permainan lagi dan mencari mangsa baru. Itu permainan mudah untukku.