Senin, 19 November 2012

Patung India II



Memang Semi sangat bersemangat menolong Sita begitu pula dengan Pras. Tapi mereka mengalami jalan buntu. Hari ini Pras dan Semi duduk diwarung kecil yang berada tepat di depan rumah dimana Anju berada. Sita juga ada disana, hanya mereka berdua yang bisa melihat Sita. “Saya bisa merasakan Anju berada sangat dekat tapi sepertinya ada sesuatu yang menghalangi.” Sita berkata tak yakin.
“mungkin karena rumah itu dijaga dengan ketat. Rasanya sangat mustahil masuk kedalam. Lihat, rumah itu dijaga puluhan orang dan lagi ada anjing besar yang berada di teras rumahnya.” Pras menggeleng tak menemukan jalan keluar. Semi tampak berpikir keras. Ketika pemilik warung meletakkan pisang goreng dan teh, Semi bertanya pada bapak pemilik warung tersebut.
“Bapak tahu siapa yang tinggal di rumah itu?”
“Yo jelas tahu dek, semua orang disini tahu siapa pemilik rumah itu. Ada apa toh dek?”
“kami dari Asuransi Pak, mau menawarkan Asuransi kesana.” Bohong Semi.
“Oh.....ya tapi susah kayak dek. Mereka tidak terima tamu. Bapak aja yang kadang diminta satpamnya ngantar kopi kadang takut ngeliat anjing – anjingnya yang gede. Serem dek.” Setelah berkata begitu bapak pemilik warung itu masuk kembali kedalam.
“sepertinya meski kita mengaku dari asuransi paling jauh kita hanya sampai didepan pagar lalu diusir.” Semi mengangguk menyetujui perkataan Pras. Tiba – tiba pintu pagar rumah tersebut terbuka dan mobil BMW hitam meluncur keluar.
“itu dek pemilik rumah itu. Tuan Baron.” Celetukan pemilik warung membuat mereka mengikuti arah kemana mobil itu bergerak. Karena belum juga menemukan jalan keluar, mereka memutuskan untuk pulang saja. Sita terlihat kecewa tapi dia tahu Semi dan Pras sudah berusaha.

“aku menyukai malam daripada pagi. Malam membuat bayangan tak lagi tampak, hanya diri kita sebenarnya, malam juga mendamaikan tubuh yang telah lelah seharian bekerja.” Anju berkata saat sedang membuaiku. “Tapi malam itu gelap.” Kata ku.
“Malam tak gelap. Malah malam membuat bintang kelihatan. Lihatlah berratus – ratus bintang dilangit, kerlipnya selalu indah. Dulu saat aku dijalanan, malam selalu indah untukku. Walau perutku kelaparan tapi langit penuh bintang selalu membuatku yakin besok aku akan bangun lagi untuk melihat bintang malam berikutnya.”
“Bagaimana dengan bulan? Bulan juga bercahaya kan?” kataku sambil menyandarkan kepalaku dilengan Anju. Anju mengecup pucuk kepalaku.
“Entahlah, tapi menurutku cahaya bulan tak seterang bintang. Walau bulan lebih besar tapi cahaya nya seolah redup. Aku lebih menyukai bintang dan karena nya aku juga menyukai malam. Langit yang disapu hitam lalu perlahan kerlap – kerlip bintang bermunculan.”
“Anju, ceritakanlah dongeng tentang bintang.”
“Baiklah. Dahulu kala, dinegeri nun jauh dari negeri kita tersebutlah seorang pemuda pengelana. Pemuda tampan ini berkelana demi mencari seorang istri. Bukannya dinegerinya berasal tak ada wanita, malah banyak. Tapi tak satu pun yang bisa membuatnya jatuh cinta. Karena dia tahu wanita – wanita itu mencintainya karena ketampanan dan juga kekayaan orangtuanya. Semakin jauh iya berkelana semakin tak dia temukan seorang gadis pun yang betul – betul mencintainya. Akhirnya dia pun lelah dan memutuskan untuk berhenti dan pulang kerumahnya. Dalam perjalanan pulang dia menemukan seorang gadis yang terduduk sambil menangis. Rasa iba pemuda itu membuat dia mendekati gadis itu dan bertanya ada apa gerangan? Gadis itu bercerita bahwa dia baru saja dihina oleh teman – temannya dan tahu lah pemuda itu mengapa gadis itu dihina. Rupa gadis itu sangat buruk. Hidungnya besar dengan gigi yang besar pula lalu dikulit wajahnya timbul benjolan – benjolan besar. Seandainya saja aku bisa mendapat suami yang tampan tentu aku tak akan dihina mereka, kata gadis itu. Semula sang pemuda mengira gadis itu tertarik padanya tapi ketika mata gadis itu sama sekali tak menatap wajahnya, pemuda itu baru tahu kalau bola mata gadis itu berwarna kusam petanda dia tak bisa melihat dengan jelas.”
“Jadi apakah pemuda itu menikahi gadis itu?” tanya ku tak sabar mendengar cerita selanjutnya. Anju mencubit hidungku. “Tidak, tepatnya belum. Pemuda itu menumpang menginap dirumah gadis itu. Rumah gadis itu kecil dengan Ayah yang telah tua. Ketika gadis itu pergi kehutan mencari kayu bakar dan juga sayur mayur, ayah gadis itu bercerita kalau gadis itu adalah gadis yang baik. Dulunya demi menolong ayahnya yang sekarat dia bersedia memberikan wajah cantiknya kepada penyihir yang memiliki obat untuk menyembuhkan ayahnya.”
“Penyihir?”
“Penyihir itu seperti dukun tapi dia lebih sakti. Dia bisa melapal kan mantra dan juga bisa meramu obat atau racun. Melihat gadis yang rajin juga tak pernah mengeluh meski memiliki cacat fisik, pemuda itu jatuh hati. Dia pun melamar gadis itu untuk dinikahinya.”
“Apakah gadis itu berubah jadi cantik kembali?”
“Tidak Sita sayang. Dia tetap gadis buruk rupa dan suaminya sang pemuda tampan. Mereka hidup bahagia. Tentu saja banyak yang iri pada siburuk rupa. Betapa beruntungnya dia. Ada juga yang menyindir kasar bahwa gadis itu menggunakan guna – guna. Begitu tampankah engkau wahai suamiku sehingga orang – orang mengunjingkan kita? Tanya siburuk rupa. Apalah arti kemolekan wajah ini? Ini hanya kulit istriku. Bukankah kamu mencintaiku bukan karena wujud ku? Si istri menggeleng dan berkata, aku bahkan tak bisa melihat jelas rupamu. Aku hanya melihat sesosok lelaki yang tulus baik juga mulia, itulah kamu dimataku suamiku. Si suami tersenyum dan berkata begitu pula yang dilihatnya dari istrinya. Kabar keberuntungan siburuk rupa sampai kepenyihir yang telah memiliki wajah rupawan si buruk rupa dulu nya. Dia mengeram kesal karena sang pemuda tampan dulu pernah menolaknya sekarang malah menikah dengan siburuk rupa. Dengan kekuatannya sipenyihir menculik si buruk rupa. Ditawannya si buruk rupa dalam kerangkeng ajaib miliknya. Sang suami tentu tak tinggal diam. Dia mendatangi penyihir itu. Tak akan ku bebaskan istri mu wahai pemuda bodoh. Akulah sicantik, mengapa kau nikahi siburuk rupa ini? Penyihir itu berkata dengan marah.
Sebab dia memiliki hati yang lebih cantik dari mu wahai penyihir jahat. Perkataan pemuda tampan malah ditertawai penyihir. Kau mau aku membebaskan istri mu? Gampang. Akan ku bebaskan istrimu jika kau mau menikahiku.
Jangan. Teriak siburuk rupa. Apalah artinya jika aku hidup tapi suamiku dimiliki wanita lain. Lebih baik aku mati saja.
Ya, lebih baik kami mati saja jika kamu tak ingin membebaskan istriku.
Dasar kalian biadab. Baiklah, akan kukabulkan keinginan kalian. Dengan penuh amarah sang penyihir mengayunkan tongkatnya kepada sepasang suami istri itu. Seketika tubuh mereka bercerai burai. Tapi bukan darah atau daging malah kerlip – kerlip cahaya yang menjadi serpihan tubuh mereka. Perlahan cahaya – cahaya itu terbang kelangit. Penyihir itu berusaha menangkapnya dengan menggunakan sapu terbang tapi akibat kecerobohannya dia menabrak gunung dan mati saat itu juga. Cahaya – cahaya itu akhirnya bersemayam dilangit. Mereka selalu ada di langit, tapi saat malam saja mereka bisa terlihat, itulah bintang.”
“Ceritanya sedih. Mereka mati.”
“Hanya tubuh mereka yang mati, tapi tidak jiwa mereka. Mereka ada dilangit bersama – sama. Jika Sita melihat langit, lihat lah bintang dan ingatlah kisah mereka, cinta mereka tetap adadan tak pernah hilang.” Anju lalu mengecup pipiku dan menyuruhku tidur. Aku pun terlelap dalam pelukan Anju.

Pras menatap Semi yang terlihat mencorat – coret buku. Kekasihnya tak bisa dibilang cantik tapi Semi memiliki wajah yang manis juga mata yang bersinar. Pras selalu senang melihat mata Semi apalagi jika Semi menemukan suatu hal yang membuatnya bersemangat, pasti matanya langsung bersinar. Sebagai anak tunggal Semi bukan anak manja, dia bisa dibilang dewasa. Pras yang anak bungsu dari tiga bersaudara malah kadang bisa tak lebih dewasa dari Semi. Tapi itu lah mereka, Semi yang bersemangat dan Pras yang santai. Tapi Pras juga bisa bersemangat dan Pras akan mengeluarkan daya upayanya, semua demi Semi.
“Sepertinya kita mesti menyelidiki tentang si Baron itu.” Tiba – tiba Semi mengangkat kepalanya dan menyampaikan apa yang terlintas diotaknya.
“Maksudnya?”
“Iya, kita harus tahu apa yang disenangi, ditakuti, dibenci dan semua hal – hal seperti itu. Dengan begitu baru kita bisa menyusun rencana. Kalau kita tidak tahu apa pun tentang musuh kita, dijamin kita akan kalah perang.” Semi mengumpamakan seolah mereka sedang berperang. Mau tak mau Pras mengakui ide Semi boleh juga. Daripada mereka tak bergerak sama sekali, ide Semi mungkin adalah jalan keluarnya.
“Baiklah, ayo kita selidiki.”
“Yup, ayo kita telanjangi musuh kita.”
“kalau mau menelanjangi, aku bersedia kamu telanjangi loh sayang. Hehehe” Cengiran Pras dibalas dengan timpukan pulpen yang mendarat dikepala Pras.
“Mau mu. Week...” Pras tertawa dan mengacak – acak rambut Semi.

Hasil Penyelidikan Semi
Baron Simuktar
Lahir tanggal 15/08/1956. Bintang Leo. Punya peliharaan 5 ekor Herder, 1 Harimau dan 4 buaya. Ada tahi lalat di hidung sebelah kanan. Terkenal jahat tapi tak tersentuh polisi. Kabarnya polisi sudah menjadi kaki tangannya. Anak buahnya banyak, banyak banget. Pembantu dirumahnya ada 5 orang semuanya gadis muda. Tidak percaya orang luar. Punya satu istri dan dua orang anak, tapi semuanya tinggal di Singapore. Kabarnya ada simpanan, tapi belum jelas. Salah satu artis dikabarkan merupakan selingkuhannya. Suka wanita cantik, suka mengoleksi karya – karya seni, suka berburu, suka dibangga – banggakan.
Hasil Penyelidikan Prasetyo
Baron Simuktar adalah mafia yang terkenal tapi tak tersentuh hukum. Tentu uang dan kekuasaanlah penyebabnya. Suka wanita dan punya peliharaan binatang – binatang mengerikan. Koleksi seni nya banyak, legal maupun ilegal. Kabarnya pembantu dirumahnya semua pernah ditiduri. Kata salah seorang pembantunya, asal mau melayani Baron maka uang tak jadi masalah. Baron tidak pelit tapi jika menolak, maka akan diusir tapi sebelum itu pembantu itu akan digilir anak buah Baron (belum ada yang melapor kasus ini, menurut si pembantu dulu pernah kejadian tapi polisi mendiamkan). Tidak suka pada wartawan. Tidak suka ada yang tak mengenal dirinya.

“sepertinya hasil penyelidikan kita sama. Dia pria mata keranjang.”
“ya, tapi kita harus bagaimana? Tidak mungkin kita menyewa pelacur untuk menggoda dia. Bisa – bisa kita yang bakal kena bunuh.” Semi bergidik ngeri.
“Dekati pembantu yang memberimu info Pras.” Sita tiba – tiba berkata.
“Hah?maksudnya bagaimana? Kita minta dia kerjasama?” Semi tak mengerti ucapan Sita begitu juga dengan Pras. “Saat Pras mewawancarainya saya bisa melihat bahwa dia sebenarnya tidak senang dengan tuannya itu.”
“kamu bisa membaca pikiran orang?” Semi berkata dengan takjub.
“Bisa dibilang begitu tapi tak boleh terlalu sering saya lakukan karena akan mengurangi energi jiwa ku.” Pras dan Semi mengangguk bersamaan. Kini mereka telah punya senjata tapi mereka tetap harus menyusun rencana agar si pembantu mau menolong mereka.

Anti nama pembantu itu dan dia bersedia membantu. Tidak, mereka tak menceritakan tentang kisah Sita, tapi ketika Pras mengatakan bahwa patung yang dibeli tuannya adalah barang ilegal, Anti percaya. “Wong, orang jahat pasti ya semua barangnya juga hasil kejahatan. Kalo gak karena suami saya kerja jadi bodyguardnya sudah lama saya diperkosa dia. Aku sih mau – mau saja bantu tapi nanti kalau hilang tiba – tiba, bisa ngamuk dia. Ngeri kalau si Baron ngamuk.”
“Tenang mbak, mbak cuma perlu mengambil lalu meletakkan pecahan patung ini di dekat bawah dimana patung itu diletakkan. Nanti dia mengira patungnya jatuh.”
“Oh iya, iya. Kebetulan tuan Baron baru beli kucing, nanti aku salahkan saja si kucing. Biar tahu rasa tu kucing, kayak raja aja mesti dilayani setiap hari.” Rencana pun disepakati. Besok pagi mereka akan bertemu dipasar tempat biasa Anti berbelanja.

Pasar tentu saja ramai. Orang – orang berlalu lalang, tapi tidak dengan Semi dan Pras. Mereka menunggu dimuka pasar. Sita juga ikut menunggu. Perasaannya tidak enak tapi dia diam saja tak ingin Semi dan Pras ikut merasa tidak enak. Dari jauh mereka melihat Anti berlari mendekati mereka. Ketika sampai dihadapan mereka, Anti berkata dengan napas ngos – ngosan. “Gawat, gawat. Patungnya sudah dibuang!.”
“Hah? Kok dibuang? Yang bener mbak?” Semi bertanya dengan kaget. Anti mengangguk dan melanjutkan pekerjaannya.
“Tadi pagi – pagi sekali istri dan anak – anaknya pulang, lalu anak bungsunya masuk kekamar dan menangis ketika melihat patung india itu. Katanya ada hantunya.  Tuan Baron karena anaknya terus menangis dia lalu menyuruh anak buahnya membuang patung itu. Tadi aku baru tahu ketika tak melihat patung india itu. Kata suami ku baru saja dibuang.”

Bersambung............

Tidak ada komentar:

Posting Komentar