Sabtu, 26 Februari 2011

Reinkarnasi





Percayakah kamu pada reinkarnasi? Aku mempercayainya. Ingatan tentang kehidupan ku yang sebelumnya bermunculan bagai film yang diputar dipikiranku saat aku kelas tiga smp. Waktu itu aku tanpa sengaja mengalami kecelakaan yang hampir saja merenggut nyawaku. Dalam keadaan setengah sadar bayangan di kehidupan lampau menari – nari dibenakku. Aku ingat siapa dulunya aku dan tentang janji itu, janji yang aku dan dia ucapkan dimasa lampau. Dimasa lampau itu aku hanya seorang pesuruh sekaligus budak di rumah Tuan Belanda. Dimasa itu aku yang hanya anak desa tidak berani berbuat macam – macam. Aku hanya pria kecil dengan perawakan kecil pula. Tapi anak gadis tuan Belanda yang cantik itu sangat baik pada ku. Aku selalu menemaninya kemanapun dia pergi. Dan tanpa kami sadari benih – benih cinta tumbuh diantara kami. Kami bahagia tapi sekaligus sedih. Tanpa harus dibilang, kami pasti tak akan bisa bersama. Lalu dihari itu kami pun berjanji, janji yang melampaui masa.
“kamu tahu tentang reinkarnasi?”
“Renkarnasi? Apa itu?” Aku bertanya dan bingung. “Dulu aku punya seorang pengasuh dari India, dia menjelaskan padaku tentang reinkarnasi. Katanya setelah kita mati, suatu saat kita akan lahir kembali. Yang lahir kembali adalah jiwa kita dengan fisik  yang lain”
“hah?apa mungkin itu? Setahu ku setelah kita mati, ya sudah. Selesai lah hidup kita.”
“entahlah, aku juga tak tahu. Tapi seandainya itu terjadi, kita lahir kembali, apakah kamu akan tetap mencintaiku?”
“ya, aku akan tetap mencintaimu” aku menjawab dengan yakin. Dia tersenyum, senyum yang selalu membuat jantungku berdesir. “aku ingin lahir di negeri ini. aku tetap ingin menjadi seorang wanita.”
“tapi bagaimana kalau aku lahir menjadi wanita atau barangkali aku malah lahir jadi binatang?”
“maka tetap cintai aku dan cari aku. Aku ingin kita bersama, bersama selamanya.” Mata gadis ku berkaca – kaca, dia terlihat sedih. aku mengangguk, mengyakinkan dia. Hari itu kami berpegangan erat dan berjanji akan bersama dikehidupan selanjutnya. Hari terakhir dimana aku melihat dirinya, karena keesokan harinya perang pecah dan setelah itu aku tak tahu dimana keberadaannya. Sampai aku tua dan meninggal, aku tetap tak tahu keberadaannya.

“Kamu gila Ra. Sudah berapa wanita yang kamu sakitin hah? Sudah lah, akhir semua petualangan mu ini.” Kiki terlihat kesal. Aku menghela napas.
“aku enggak ada maksud mempermainkan wanita – wanita itu. Kamu tahu aku sedang mencari wanita ku, dia pasti…..”
“ya, reinkarnasi bodoh mu itu yang menyebabkan semua ini! Sira, aku ini temen mu makanya mau ngebilangin kamu. Cukup semua pencarian dan mimpi anehmu itu. Jangan permainkan hati wanita Ra. Hati wanita itu rapuh dan jika aku tahu kamu menyakitin wanita lagi, cukup sampai disini pertemanan kita.” Kiki yang memotong ucapanku berkata dengan tegas. Aku hanya bisa tertegun. Kiki yang penampilannya tak beda jauh dariku, wanita dengan gaya pria itu memang sangat menjunjung tinggi yang namanya cinta. Dia dan patnernya, Inabel, sudah bersama lebih dari lima tahun. Aku tahu dia kecewa padaku, tapi aku juga tak mampu untuk menghentikan pencarian wanita ku.
Entah sudah berapa wanita yang kujadikan kekasih. Yang pertama bernama Lola, dia adik kelasku ketika aku kelas III SMA. Senyum lola mengingatkan ku pada wanita ku. Aku sangat berharap Lola lah wanita ku. Tapi ternyata bukan. Setelah putus dari Lola aku berpacaran dengan Yuli, lalu Ikana, dan entah berapa wanita lagi. Setiap menemukan kemiripan dengan wanita ku, aku selalu mendekati mereka dan mengajak mereka berpacaran tapi hasilnya nihil. Terakhir, Amel yang menjadi kekasihku menghadiahkan tamparan saat kami putus. Katanya aku player tak punya hati. Ah…mengapa tak ada yang mau mengerti tentang hatiku. Aku mencari wanitaku.

Dia datang kemimpi ku. Dengan balutan gaun putih indah dan senyum yang masih sama. Dia menciumi pipiku. Katanya dia sangat merindukanku. Dia selalu menanti kedatanganku. Dia menangis. Aku menghapus air matanya lalu menciumi bibirnya lembut.
“tenanglah sayang, kita pasti akan bersama” dia menggeleng pelan. Isaknya semakin keras. Aku memeluk tubuh kecilnya. “aku mencintaimu.” Bisiknya lirih.
“Ya, aku juga mencintaimu sayang.” Semakin erat aku mendekapnya. “cari lah aku dirumahku.” Setelah ucapannya aku terbangun dengan keringat dingin membasahiku. Setelah sekian tahun, baru sekali ini aku memimpikannya. Terbersit rasa penasaran yang sangat. Aku bangun dengan niat untuk mencari tahu. Saat ku buka pintu rumah ku, Amel berdiri didepan dengan wajah yang tak dapat kutebak.
“Aku mau bicara.” Kata Amel. “Aku lagi buru – buru” jawabku.
“sebentar saja, aku ingin bicara. Penting.” Aku mengalah. Kuajak dia masuk. Kami berdiri, dia terlihat ragu, lalu mulai berkata, “Aku sudah dengar semuanya dari Kiki.” Dia melihat kearahku. Aku tentu kaget. Mengapa Kiki bercerita pada Amel. Padahal aku begitu mempercayainya.
“jangan salahkan Kiki. Aku yang mendesaknya. Katanya kamu hanya terjebak dalam masa lalumu. Dia minta maaf padaku. Katanya, jangan membencimu.” Aku terenyuh. Kiki yang selama ini mengejek dan mengatakan ceritaku hanya khayalan dan mimpi bodohku saja, ternyata membelaku.
“Ra, aku tak tahu harus mengatakan apa, tapi em… sampai kapan kamu akan mencari dia?”
“aku tak tahu Mel. Maaf,maaf karena aku telah menyakitimu, maaf untuk semua yang aku lakuin ke kamu.”
“dia belum tentu akan kamu temukan, aku masih mencintaimu Ra, aku mencintaimu sayang….” Aku menggeleng pelan. “Maaf Mel, aku menyayangimu, tapi tidak dengan cinta. Aku tak bisa mencintaimu. Hatiku telah di bawanya pergi. Maaf.” Kulihat Amel menitikkan airmata, tapi dia segera menghapusnya. Ketegarannya itulah yang dulu membuatku mengira dia wanitaku. “ya, aku tak mengerti, tapi sekaligus mengerti. Heh…Ra, kudoakan kamu segera bertemu dengannya. Kenalkan dia padaku jika kalian telah bertemu.” Amel tersenyum, aku membalas senyumnya. Setelah Amel pamit, aku pun melesat ketempat Kiki. Dia terlihat sibuk mengutak – ngatik komputernya. Waktu aku meminta tolong padanya, dia hanya memandangi sebentar, kemudian kembali mengutak – ngatik komputernya.
“Sob, aku serius. Tolong bantu aku mencari dimana lokasi rumah itu.”
“kamu pikir gampang apa mencari rumah yang sekarang entah sudah berubah menjadi apa. Bisa saja rumah itu sekarang sudah menjadi jalan atau barang kali sudah menjadi sungai. Gila!”
“please….Ki, kumohon. Kamu kan pintar mengutak – ngatik komputer, setidaknya kita usahakan dulu. Aku masih ingat nama jalan dan nomor rumah itu. Ya sob, pleaseeeee….”
“Ra, ra, kamu kalo enggak nyusahin aku keknya gak senang ya.” Kiki mendengus kesal, tapi dikerjakan juga permintaan ku. Kami sama – sama memandangi layar computer. Entah apa saja yang diketik Kiki. Aku bingung. Berjam – jam kami mencari. Saat Kiki mengumpat kesal dan saat aku hampir menyerah, kami menemukan rumah itu. Rumah yang telah menjadi bangunan lain.
“sepertinya ini sekolah atau asrama ya?” Kiki bertanya padaku sambil menatap layar monitor.
“Hem…mungkin.” Aku segera mencatat alamat tempat itu. “jangan bilang kamu mau kesana.”
“Tentu saja aku akan kesana. Untuk apa aku memintamu mencari rumah itu kalau aku tak akan kesana.” Kiki membuntutiku yang berjalan keluar dari kamarnya. “gila!” Kiki mengumpat tapi sekarang malah duduk didalam mobil ku. “mau apa?” tanyaku.
“Mau membuktikan kalo kamu itu gila!” dengusnya kesal. Aku tersenyum kecil. Aku tahu Kiki sebenarnya juga penasaran. Maka aku melajukan mobilku, dan siang ini kami tempuh untuk mencari rumah itu. Kami berputar dan bertanya pada penduduk disekitar sana. Akhirnya kami temukan juga rumah itu. Menurut penduduk disekitar situ, tempat ini dulu pernah dijadikan asrama putri, tapi setelah ada desas – desus tentang hantu dan penampakan yang sering terjadi, akhirnya tempat ini ditutup dan terbengkalai seperti ini, bangunan tua.
“Sob, kamu enggak salah. Kok lebih mirip rumah hantu. Seram…” Kiki bergidik ngeri. Tapi aku tak memperdulikannya. Seperti ada magnet yang menarik ku masuk kedalam. Aku berjalan tanpa takut.
“Sob…Ra…mau kemana? Gila, jangan masuk kedalam. Apa kamu tidak dengar apa kata ibu – ibu dipasar tadi. Rumah ini banyak hantunya.” Kiki menarik tanganku, tapi aku segera menepisnya. Ya, aku tahu inilah rumah wanita ku. Rumah dimana kami bertemu dan jatuh cinta. Suara itu, suara wanita ku. Ya terdengar jelas sekarang. Aku terus berjalan masuk tanpa memperdulikan Kiki.
“Ra…Woi….SIRA….SIRAAAAA….tunggu…”
Aku berjalan kedalam bangunan yang sekarang tak menyerupai rumah wanitaku.
Masuklah kekasihku, datanglah kekamarku……”  suara itu, itu adalah suara kekasihku. Aku berjalan menyusuri lorong – lorong gelap. Suara wanitaku menuntunku.
ya sayang, aku ada disini. Kemarilah…..”  ini? ini kamarnya. Kamar yang setiap pagi aku ketuk jendelanya untuk melihatnya senyumnya. “sayang…kekasihku. Aku datang. Dimana kamu?” kata ku lirih. Dia muncul dengan gaun putihnya, gaun yang dia kenakan saat kami terakhir bertemu. Wajahnya tampak pucat. Dia tersenyum padaku.
“aku tetap disini sayang. Tetap menanti kehadiranmu.” Tiba – tiba air mata membasahi pipinya. Dengan suara tercekat dia menceritakan semuanya.
“dihari terakhir kita bertemu dan berjanji, aku ketahuan oleh papaku. Dia mengikatku dan mengurungku didalam lemari. Aku sudah memohon untuk dilepaskan, tapi lalu perang pecah. Aku tak tahu kemana semua orang pergi. Lalu datang tentara Jepang. Mereka menemukanku. Mereka…tanpa melepas ikatanku mereka memperkosaku. aku tak tahu lagi, aki pingsan dan ketika sadar, aku telah berada dalam kegelapan. Mereka memenjarakan aku dalam tembok agar tak ada yang tahu perbuatan bejat mereka.”
Dia menangis, tangis yang begitu memilukan hati. Aku juga ikut menangis. Kupeluk dia. Aku merasa bodoh karena tak mencarinya waktu dulu. Kalau saja dulu aku tak ketakutan, tentu dia tak akan begini.
“Maaf…maaf untuk semua kebodohanku…maaf…” dia menggeleng. Lalu dikecupnya bibir ku lembut.
terima kasih karena tetap mencintaiku. Keluarkan jasadku lalu kuburlah. Mungkin dikehidupan ini kita masih belum bisa menyatu, tapi aku yakin dikehidupan selanjutnya kita akan bersatu. Maukah kamu tetap mencari aku?”
“aku akan tetap mencintaimu sampai kapan pun, dan kita pasti akan bersatu dikehidupan selanjutnya. Aku berjanji sayang.” Sama seperti dulu, dia tersenyum padaku lalu menghilang. Aku yang menangis disadarkan Kiki. Dia mengajak ku keluar dan tanpa berkata apa – apa kami mencari kapak dan martil besar. Dibantu oleh beberapa penduduk disekitar sana kami menghancurkan tembok rumah itu. Kutemukan tengkorak kekasihku, dengan gaun putihnya yang telah koyak dang usang. Lalu penduduk dan Kiki ternyata juga menemukan jasad lain. menurut orang – orang disekitar, mungkin itu adalah pembantu – pembantu wanita yang juga diperkosa dan dikurung dalam tembok. Kami pun bergotong royong mengubur dan mendoakan jasad – jasad itu. Wanita ku juga kukuburkan dengan layak. Entah lega atau kecewa, aku mendoakan agar wanitaku damai. Ku ciumi pusaranya, lalu berpamitan padanya. Sekilas kulihat bayangannya yang tersenyum dan melambaikan tangan padaku.
“Ya, kita pasti bisa bersatu kekasihku.” Aku tersenyum pada bayangan yang telah hilang.
“yuk pulang Ra.” Kiki yang dari tadi menemaniku, mengajak pulang. Aku mengangguk, lalu kami pun pulang.

2 komentar: