Sabtu, 26 Februari 2011

Reinkarnasi





Percayakah kamu pada reinkarnasi? Aku mempercayainya. Ingatan tentang kehidupan ku yang sebelumnya bermunculan bagai film yang diputar dipikiranku saat aku kelas tiga smp. Waktu itu aku tanpa sengaja mengalami kecelakaan yang hampir saja merenggut nyawaku. Dalam keadaan setengah sadar bayangan di kehidupan lampau menari – nari dibenakku. Aku ingat siapa dulunya aku dan tentang janji itu, janji yang aku dan dia ucapkan dimasa lampau. Dimasa lampau itu aku hanya seorang pesuruh sekaligus budak di rumah Tuan Belanda. Dimasa itu aku yang hanya anak desa tidak berani berbuat macam – macam. Aku hanya pria kecil dengan perawakan kecil pula. Tapi anak gadis tuan Belanda yang cantik itu sangat baik pada ku. Aku selalu menemaninya kemanapun dia pergi. Dan tanpa kami sadari benih – benih cinta tumbuh diantara kami. Kami bahagia tapi sekaligus sedih. Tanpa harus dibilang, kami pasti tak akan bisa bersama. Lalu dihari itu kami pun berjanji, janji yang melampaui masa.
“kamu tahu tentang reinkarnasi?”
“Renkarnasi? Apa itu?” Aku bertanya dan bingung. “Dulu aku punya seorang pengasuh dari India, dia menjelaskan padaku tentang reinkarnasi. Katanya setelah kita mati, suatu saat kita akan lahir kembali. Yang lahir kembali adalah jiwa kita dengan fisik  yang lain”
“hah?apa mungkin itu? Setahu ku setelah kita mati, ya sudah. Selesai lah hidup kita.”
“entahlah, aku juga tak tahu. Tapi seandainya itu terjadi, kita lahir kembali, apakah kamu akan tetap mencintaiku?”
“ya, aku akan tetap mencintaimu” aku menjawab dengan yakin. Dia tersenyum, senyum yang selalu membuat jantungku berdesir. “aku ingin lahir di negeri ini. aku tetap ingin menjadi seorang wanita.”
“tapi bagaimana kalau aku lahir menjadi wanita atau barangkali aku malah lahir jadi binatang?”
“maka tetap cintai aku dan cari aku. Aku ingin kita bersama, bersama selamanya.” Mata gadis ku berkaca – kaca, dia terlihat sedih. aku mengangguk, mengyakinkan dia. Hari itu kami berpegangan erat dan berjanji akan bersama dikehidupan selanjutnya. Hari terakhir dimana aku melihat dirinya, karena keesokan harinya perang pecah dan setelah itu aku tak tahu dimana keberadaannya. Sampai aku tua dan meninggal, aku tetap tak tahu keberadaannya.

“Kamu gila Ra. Sudah berapa wanita yang kamu sakitin hah? Sudah lah, akhir semua petualangan mu ini.” Kiki terlihat kesal. Aku menghela napas.
“aku enggak ada maksud mempermainkan wanita – wanita itu. Kamu tahu aku sedang mencari wanita ku, dia pasti…..”
“ya, reinkarnasi bodoh mu itu yang menyebabkan semua ini! Sira, aku ini temen mu makanya mau ngebilangin kamu. Cukup semua pencarian dan mimpi anehmu itu. Jangan permainkan hati wanita Ra. Hati wanita itu rapuh dan jika aku tahu kamu menyakitin wanita lagi, cukup sampai disini pertemanan kita.” Kiki yang memotong ucapanku berkata dengan tegas. Aku hanya bisa tertegun. Kiki yang penampilannya tak beda jauh dariku, wanita dengan gaya pria itu memang sangat menjunjung tinggi yang namanya cinta. Dia dan patnernya, Inabel, sudah bersama lebih dari lima tahun. Aku tahu dia kecewa padaku, tapi aku juga tak mampu untuk menghentikan pencarian wanita ku.
Entah sudah berapa wanita yang kujadikan kekasih. Yang pertama bernama Lola, dia adik kelasku ketika aku kelas III SMA. Senyum lola mengingatkan ku pada wanita ku. Aku sangat berharap Lola lah wanita ku. Tapi ternyata bukan. Setelah putus dari Lola aku berpacaran dengan Yuli, lalu Ikana, dan entah berapa wanita lagi. Setiap menemukan kemiripan dengan wanita ku, aku selalu mendekati mereka dan mengajak mereka berpacaran tapi hasilnya nihil. Terakhir, Amel yang menjadi kekasihku menghadiahkan tamparan saat kami putus. Katanya aku player tak punya hati. Ah…mengapa tak ada yang mau mengerti tentang hatiku. Aku mencari wanitaku.

Dia datang kemimpi ku. Dengan balutan gaun putih indah dan senyum yang masih sama. Dia menciumi pipiku. Katanya dia sangat merindukanku. Dia selalu menanti kedatanganku. Dia menangis. Aku menghapus air matanya lalu menciumi bibirnya lembut.
“tenanglah sayang, kita pasti akan bersama” dia menggeleng pelan. Isaknya semakin keras. Aku memeluk tubuh kecilnya. “aku mencintaimu.” Bisiknya lirih.
“Ya, aku juga mencintaimu sayang.” Semakin erat aku mendekapnya. “cari lah aku dirumahku.” Setelah ucapannya aku terbangun dengan keringat dingin membasahiku. Setelah sekian tahun, baru sekali ini aku memimpikannya. Terbersit rasa penasaran yang sangat. Aku bangun dengan niat untuk mencari tahu. Saat ku buka pintu rumah ku, Amel berdiri didepan dengan wajah yang tak dapat kutebak.
“Aku mau bicara.” Kata Amel. “Aku lagi buru – buru” jawabku.
“sebentar saja, aku ingin bicara. Penting.” Aku mengalah. Kuajak dia masuk. Kami berdiri, dia terlihat ragu, lalu mulai berkata, “Aku sudah dengar semuanya dari Kiki.” Dia melihat kearahku. Aku tentu kaget. Mengapa Kiki bercerita pada Amel. Padahal aku begitu mempercayainya.
“jangan salahkan Kiki. Aku yang mendesaknya. Katanya kamu hanya terjebak dalam masa lalumu. Dia minta maaf padaku. Katanya, jangan membencimu.” Aku terenyuh. Kiki yang selama ini mengejek dan mengatakan ceritaku hanya khayalan dan mimpi bodohku saja, ternyata membelaku.
“Ra, aku tak tahu harus mengatakan apa, tapi em… sampai kapan kamu akan mencari dia?”
“aku tak tahu Mel. Maaf,maaf karena aku telah menyakitimu, maaf untuk semua yang aku lakuin ke kamu.”
“dia belum tentu akan kamu temukan, aku masih mencintaimu Ra, aku mencintaimu sayang….” Aku menggeleng pelan. “Maaf Mel, aku menyayangimu, tapi tidak dengan cinta. Aku tak bisa mencintaimu. Hatiku telah di bawanya pergi. Maaf.” Kulihat Amel menitikkan airmata, tapi dia segera menghapusnya. Ketegarannya itulah yang dulu membuatku mengira dia wanitaku. “ya, aku tak mengerti, tapi sekaligus mengerti. Heh…Ra, kudoakan kamu segera bertemu dengannya. Kenalkan dia padaku jika kalian telah bertemu.” Amel tersenyum, aku membalas senyumnya. Setelah Amel pamit, aku pun melesat ketempat Kiki. Dia terlihat sibuk mengutak – ngatik komputernya. Waktu aku meminta tolong padanya, dia hanya memandangi sebentar, kemudian kembali mengutak – ngatik komputernya.
“Sob, aku serius. Tolong bantu aku mencari dimana lokasi rumah itu.”
“kamu pikir gampang apa mencari rumah yang sekarang entah sudah berubah menjadi apa. Bisa saja rumah itu sekarang sudah menjadi jalan atau barang kali sudah menjadi sungai. Gila!”
“please….Ki, kumohon. Kamu kan pintar mengutak – ngatik komputer, setidaknya kita usahakan dulu. Aku masih ingat nama jalan dan nomor rumah itu. Ya sob, pleaseeeee….”
“Ra, ra, kamu kalo enggak nyusahin aku keknya gak senang ya.” Kiki mendengus kesal, tapi dikerjakan juga permintaan ku. Kami sama – sama memandangi layar computer. Entah apa saja yang diketik Kiki. Aku bingung. Berjam – jam kami mencari. Saat Kiki mengumpat kesal dan saat aku hampir menyerah, kami menemukan rumah itu. Rumah yang telah menjadi bangunan lain.
“sepertinya ini sekolah atau asrama ya?” Kiki bertanya padaku sambil menatap layar monitor.
“Hem…mungkin.” Aku segera mencatat alamat tempat itu. “jangan bilang kamu mau kesana.”
“Tentu saja aku akan kesana. Untuk apa aku memintamu mencari rumah itu kalau aku tak akan kesana.” Kiki membuntutiku yang berjalan keluar dari kamarnya. “gila!” Kiki mengumpat tapi sekarang malah duduk didalam mobil ku. “mau apa?” tanyaku.
“Mau membuktikan kalo kamu itu gila!” dengusnya kesal. Aku tersenyum kecil. Aku tahu Kiki sebenarnya juga penasaran. Maka aku melajukan mobilku, dan siang ini kami tempuh untuk mencari rumah itu. Kami berputar dan bertanya pada penduduk disekitar sana. Akhirnya kami temukan juga rumah itu. Menurut penduduk disekitar situ, tempat ini dulu pernah dijadikan asrama putri, tapi setelah ada desas – desus tentang hantu dan penampakan yang sering terjadi, akhirnya tempat ini ditutup dan terbengkalai seperti ini, bangunan tua.
“Sob, kamu enggak salah. Kok lebih mirip rumah hantu. Seram…” Kiki bergidik ngeri. Tapi aku tak memperdulikannya. Seperti ada magnet yang menarik ku masuk kedalam. Aku berjalan tanpa takut.
“Sob…Ra…mau kemana? Gila, jangan masuk kedalam. Apa kamu tidak dengar apa kata ibu – ibu dipasar tadi. Rumah ini banyak hantunya.” Kiki menarik tanganku, tapi aku segera menepisnya. Ya, aku tahu inilah rumah wanita ku. Rumah dimana kami bertemu dan jatuh cinta. Suara itu, suara wanita ku. Ya terdengar jelas sekarang. Aku terus berjalan masuk tanpa memperdulikan Kiki.
“Ra…Woi….SIRA….SIRAAAAA….tunggu…”
Aku berjalan kedalam bangunan yang sekarang tak menyerupai rumah wanitaku.
Masuklah kekasihku, datanglah kekamarku……”  suara itu, itu adalah suara kekasihku. Aku berjalan menyusuri lorong – lorong gelap. Suara wanitaku menuntunku.
ya sayang, aku ada disini. Kemarilah…..”  ini? ini kamarnya. Kamar yang setiap pagi aku ketuk jendelanya untuk melihatnya senyumnya. “sayang…kekasihku. Aku datang. Dimana kamu?” kata ku lirih. Dia muncul dengan gaun putihnya, gaun yang dia kenakan saat kami terakhir bertemu. Wajahnya tampak pucat. Dia tersenyum padaku.
“aku tetap disini sayang. Tetap menanti kehadiranmu.” Tiba – tiba air mata membasahi pipinya. Dengan suara tercekat dia menceritakan semuanya.
“dihari terakhir kita bertemu dan berjanji, aku ketahuan oleh papaku. Dia mengikatku dan mengurungku didalam lemari. Aku sudah memohon untuk dilepaskan, tapi lalu perang pecah. Aku tak tahu kemana semua orang pergi. Lalu datang tentara Jepang. Mereka menemukanku. Mereka…tanpa melepas ikatanku mereka memperkosaku. aku tak tahu lagi, aki pingsan dan ketika sadar, aku telah berada dalam kegelapan. Mereka memenjarakan aku dalam tembok agar tak ada yang tahu perbuatan bejat mereka.”
Dia menangis, tangis yang begitu memilukan hati. Aku juga ikut menangis. Kupeluk dia. Aku merasa bodoh karena tak mencarinya waktu dulu. Kalau saja dulu aku tak ketakutan, tentu dia tak akan begini.
“Maaf…maaf untuk semua kebodohanku…maaf…” dia menggeleng. Lalu dikecupnya bibir ku lembut.
terima kasih karena tetap mencintaiku. Keluarkan jasadku lalu kuburlah. Mungkin dikehidupan ini kita masih belum bisa menyatu, tapi aku yakin dikehidupan selanjutnya kita akan bersatu. Maukah kamu tetap mencari aku?”
“aku akan tetap mencintaimu sampai kapan pun, dan kita pasti akan bersatu dikehidupan selanjutnya. Aku berjanji sayang.” Sama seperti dulu, dia tersenyum padaku lalu menghilang. Aku yang menangis disadarkan Kiki. Dia mengajak ku keluar dan tanpa berkata apa – apa kami mencari kapak dan martil besar. Dibantu oleh beberapa penduduk disekitar sana kami menghancurkan tembok rumah itu. Kutemukan tengkorak kekasihku, dengan gaun putihnya yang telah koyak dang usang. Lalu penduduk dan Kiki ternyata juga menemukan jasad lain. menurut orang – orang disekitar, mungkin itu adalah pembantu – pembantu wanita yang juga diperkosa dan dikurung dalam tembok. Kami pun bergotong royong mengubur dan mendoakan jasad – jasad itu. Wanita ku juga kukuburkan dengan layak. Entah lega atau kecewa, aku mendoakan agar wanitaku damai. Ku ciumi pusaranya, lalu berpamitan padanya. Sekilas kulihat bayangannya yang tersenyum dan melambaikan tangan padaku.
“Ya, kita pasti bisa bersatu kekasihku.” Aku tersenyum pada bayangan yang telah hilang.
“yuk pulang Ra.” Kiki yang dari tadi menemaniku, mengajak pulang. Aku mengangguk, lalu kami pun pulang.

Selasa, 15 Februari 2011

Cinta Selamanya

Saat awan kelabu menghiasi langit hatinya aku berusaha menghapusnya. Aku memohon pada matahari untuk menyinarinya lalu aku berusaha menghangatkan lagi hatinya. Ketika hujan turun membasahi bumi aku segera mengambil payung dan memayunginya. Tak kubiarkan setetes pun hujan mengenai tubuh indahnya. Dia lah wanita indahku. Senyum manisnya selalu mampu meredam amarahku. Dia memanggilku wanita perkasa, jagoannya. Aku bahagia mencintainya dan dia juga bilang kalau dia bahagia mencintaiku.

Lima bulan setelah kami berpacaran, kami pun memutuskan untuk tinggal bersama dirumah sederhana ku. Rumah yang tak semengah istana tapi akan mampu melindunginya. Aku juga memintanya berhenti dari pekerjaannya dan melanjutkan kuliahnya lagi. Dia masih mudah dan sayang rasanya kalau dia hanya bekerja sebagai penjaga toko kosmetik, padahal dia sangat pintar. Hidupku rasanya lengkap dengan hadirnya dirinya. Setiap bangun pagi selalu ada yang menyediakan sarapan dan setiap malam selalu ada yang bisa kupeluk.

“kuliahku sangat melelahkan, apa sebaiknya kita cari saja pembantu? Rasanya aku tak kan sanggup merapikan rumah lagi.” Katanya disuatu sore saat kami sedang duduk menikmati senja. “Tak perlu pembantu sayang, aku tak begitu suka ada orang lain berada dirumah kita. Biar aku saja yang mengerjakannya. Toh rumah kita tak begitu besar dan tak kan membutuhkan waktu yang banyak untuk merapikannya.” Dia langsung mengecup pipi ku.
“sayang baik banget. Nanti malam kita nonton yuk, udah lama enggak nonton” aku langsung mengiyakan ajakannya. Bahagia rasanya melihat dia tersenyum senang.

Suatu malamketika aku baru pulang kerja kulihat wajah cemberutnya. Aku memang telat pulang karena tadi banyak pekerjaan dikantor. “maaf sayang, tadi banyak banget kerjaan dikantor.” Dia masih cemberut “padahal udah kumasakin sup ayam kesukaanmu, jadi dingin deh.”
“biar aku panaskan ya sayang, aku juga belum makan. Maaf ya sayang” dia akhirnya tak cemberut lagi ketika aku memakan sup ayamnya dengan lahap. Sebenarnya tadi dikantor aku sudah makan, tapi aku tak ingin dia kecewa. Jadi aku memakannya meski perutku sudah kenyang. “Yang, aku benci banget deh sama Nila dan Yolanda. Masak mereka mamer – mamerin tas baru mereka, katanya aku tak akan sanggup beli karena aku Cuma anak miskin. Katanya sich tas nya Gucci asli, tapi mungkin aja itu cuma barang tiruan. Mereka juga mengejek handphone ku karena katanya udah ketinggalan zaman.” Dia bercerita panjang lebar ketika aku sedang menyendokan sup kedalam mulut ku. “jangan berteman sama mereka lagi sayang.”
“iiihhh…aku juga ogah temenan sama mereka yang. Aku cuma sebel aja sama sikap mereka. Pengen menutup mulut sombong mereka. Coba aku punya banyak uang, pasti aku udah beli yang lebih mahal dari yang mereka punya, pasti enggak bisa ngomong lagi mereka” aku melihat sinar kecewa dimatanya. Aku lalu memberinya kejutan keesokan harinya. Kubelikan tas dengan merk mahal juga handphone terbaru dan tercanggih.

Semakin hari dia jadi semakin cantik. Dia suka ke salon dan aku tahu itu dia lakukan untuk aku juga karena kau senang melihatnya menjadi cantik. Aku bekerja lebih keras agar dapat memberikan apa yang dia mau. Lembur pun ku lakukan agar gaji ku bertambah banyak. Aku tak segan – segan mengeluarkan uang ku untuk wanita indah ku karena ku tahu dia juga sangat – sangat menyayangi ku. Tapi dia berubah. Dia marah – marah. Katanya aku lebih mementingkan pekerjaan. Waktu ku habis untuk pekerjaan. Padahal ini semua ku lakukan untuk dia. Dia tak mau ku peluk lagi, sana peluk laptop ku katanya. Sedih rasanya. Tapi mungkin dia merasa cemburu karena kurang ku perhatikan. Aku lalu mencoba mengurangi pekerjaan ku. Sebisa mungkin kuselesaikan semua tanpa harus lembur. Aku pulang tepat waktu. Tapi mengapa sikap dia tetap dingin? Pertanyaan itu terjawab disuatu malam ketika aku baru selesai makan.
“aku mau putus.” Aku terkejut.
“Jangan bercanda sayang”
“aku enggak bercanda. Aku serius, aku mau putus!”
“iya aku tahu aku salah sayang, aku enggak akan lembur lagi. Aku akan lebih memperhatikan sayang.” Aku berusaha membujuknya untuk berubah pikiran tapi dia seolah tak mendengarnya.
“maaf, tapi aku sudah bosan dengan semua ini. aku mau putus.”
“sayang…kita bisa coba lagi. Aku akan berubah seperti mau mu ya sayang.” Tapi bujukan ku sama sekali tak mempan. Dia tetap pada pendiriannya. Walau aku menangis dan memohon padanya, dia tak memperdulikannya. Hatinya sudah mengeras. Cinta yang dulu ada sudah tidak ada lagi untuk ku katanya. Malam itu juga dia pergi, dia ternyata sudah mempersiapkan semuanya. Dengan taksi dia pergi meninggalkan ku terpuruk seorang diri.

Suram, hari ku terasa suram tanpanya. Aku malas melakukan apapun. Rasanya tak ada lagi semangat hidup. Pekerjaan pun tak ada yang beres ku lakukan. Teguran dari bos pun tak kuperdulikan. Teman – teman berusaha menyemangatiku tapi hati ku telah dia bawa pergi aku tak tahu sampai kapan aku bisa bertahan. Lalu kabar yang bagai sambaran petir disiang bolong itu datang menyengatku. Teman ku dengan sedih bercerita kalau dia melihat wanita indah ku sekarang telah punya kekasih lain. butcy keren dan kaya kata temanku. Aku tak terima, aku pun mendatangi wanita indah ku yang kini telah tinggal di apartemen mewah. Untung saja teman ku berhasil menyelidiki dimana wanita indah ku tinggal. Dia sendirian ketika aku tiba. Aku meminta penjelasannya. Dia terlihat acuh.
“Ya, aku selingkuh. Tapi jangan Cuma salah kan aku. Ini semua salahmu. Aku butuh perhatian tapi kamu malah sibuk dengan pekerjaan.”
“Tapi aku lakukan semua untuk kamu sayang, aku bekerja lebih keras agar bisa membelikan apa yang sayang mau.”
“jangan panggil aku sayang. Aku bukan pacarmu lagi. Dan jangan memberikan alasan demi aku. Salahmu sendiri kenapa gaji mu sedikit sehingga harus bekerja keras baru bisa mendapat uang yang lebih banyak.” Kata – katanya bagai menusuk jantung ku.
“tapi dulu kamu bilang mau menerima ku apa adanya.”
“itu dulu. Cinta saja tak akan cukup! Aku bahagia dengan pacar baru ku. Dia selalu punya waktu untukku dan dia juga bisa memberiku apa saja tanpa harus meninggalkan ku.”
“sayang…kumohon kembali lah dengan ku. Aku mencintaimu…” sama seperti malam itu, dia tak menggubris perkataan ku.
“Hei…kamu budek atau apa. Aku sudah tak mencintaimu. Pergi lah dari sini sebelum kesabaran ku habis. Pergilah sekarang atau aku panggil satpam.”
“tapi sayang….”
“KELUAR!!!!” teriakkan nya membutakan hatiku. Amarah naik dan memenuhi otak ku. Kupukul dia dengan lampu meja yang terletak dimeja yang berada disampingku. Dia pingsan dengan darah yang mengucur. Jantungku berdetak dengan cepat. Entah apa yang telah terjadi, aku bagai robot yang bergerak tanpa diperintah otak ku. Dengan segera aku mengulung dirinya dalam kain gorden. Aku membawanya keluar dan berusaha menghindari bertemu siapa pun. Untung saja satpam bisa kukelabui. Dia lalu kutaruh dalam mobil ku. Aku melaju kencang dan menuju luar kota. Pikiran ku sudah tak bisa berpikir logis lagi. Aku tak tahu lagi apa yang kurasakan. Kubawa dia kerumah yang ku beli didesa terpencil. Sebenarnya rumah ini mau kuhadiahkan untuknya di hari ulang tahunnya bulan depan. Tak ada yang tahu tentang rumah ini selain aku. Aku membawanya keluar dan masuk kedalam rumah itu. “lihat sayang ini akan menjadi rumah kita selamanya. Kamu pasti senang.” Dia tak menyahut. Kumandikan dia lalu memakaikan pakian terbagus ketubuhnya. Diatas tempat tidur aku memeluknya. “tenang lah sayang aku sudah memaafkan mu, aku tahu kamu Cuma khilaf. Ya kita akan bersama selamnya disini. Selamanya sayang.” Aku memeluk tubuh dinginnya. Kini kami telah bersama dan tak aka nada lagi yang bisa memisahkan kami. Aku memeluknya terus dan tak perduli siang telah berganti malam, dan hari telah berganti minggu. Waktu seolah berhenti bersama kami. Aku bahagia karena dia sekarang telah bersamaku. Kami akan tetap bersama. Selamanya.

Mendadak Mati

Aku hanya wanita biasa dengan penampilan yang biasa saja.  Kata teman kerja ku aku kurang memperhatikan penampilan. Ya memang. Rasanya tidak ada gunanya, toh aku ini jelek dan tak berharap punya kekasih. Aku senang hidup seperti ini, tenang, damai dan tak terganggu dengan yang namanya pacaran. Bagi ku itu lah arti hidup sempurna dan seharusnya hidup ku sudah sempurna, seharusnya… tapi dia telah merubahnya, dia membuat hidupku jadi kacau. Namanya Lena. Dia meninggal kemarin pagi karena kecelakan mobil. Aku mendengar kabarnya dari rekan kerja ku, Lena bermaksud menyeberang jalan tapi ternyata ada supir truck yang mabuk dan menabraknya. Dia tewas seketika. Aku tak mengenalnya, yang ku tahu dia bekerja di butik depan toko tempat ku bekerja. Dan sekarang dia ada dihadapan ku, berdiri, bukan dia melayang didepanku. Seharusnya aku menjerit tapi wajahnya yang cantik sama sekali tak membuatku takut.
“oke, kamu sudah mati jadi kenapa datang dan mengganggu aku?”
“Aku tak tahu. Cuma kamu yang bisa melihatku.” Katanya lirih. Wajahnya terlihat pucat.  Ini kah yang namanya penampakan? Yang benar saja! Seumur hidup aku belum pernah melihat hantu atau sejenisnya dan aku juga tahu kalau aku tak punya indera keenam. Apa salah ku sehingga bisa melihat roh Lena?
“Apakah tanpa sengaja aku pernah menyakitimu?” Tanya ku pada Lena. Dia mengelengkan kepalanya. Ini makin aneh, jadi mengapa aku dihantui? “Atau mungkin ada suatu hal yang belum kamu laksanakan semasa hidup dan membuatmu tak bisa pergi?” pipinya bersemu merah. “Mungkin” dia menundukan kepalanya dan menjelaskan pada ku. “aku jatuh cinta pada seseorang dan sampai aku meninggal aku belum menyampaikan hal itu padanya.”
“siapa dia? Apa aku mengenalnya?”
“Dia bekerja ditoko yang sama dengan mu.” Ketika kudesak dia untuk menyebutkan siapa orang itu, dia hanya menggeleng dan tak mau bercerita lebih. Lena terlihat malu. Ah… ternyata wanita secantik dia bisa juga malu kalau menyangkut cinta. Tapi tidak ada salahnya membantu dia, hitung – hitung beramal.

“Yang mana?” bisik ku. Aku tak mau dikira orang gila karena berbicara sendiri. Lena menguntit dibelakangku. “Itu, itu…” katanya dengan menggebu – gebu. Aku segera melihat arah yang ditunjuk Lena. Juan? Aku memandang aneh kearah Lena, tapi dia hanya tersenyum. Ya Juan memang keren dan terlihat menarik. Dia juga ramah, tapi dia kan wanita? “kamu lesbian?” dalam keadaan berbisik aku bertanya pada Lena, Lena menggangguk dan tetap memandangi Juan. Aku menelan ludah. Selama ini aku memang tak mempermasalahkan orientasi seksual seseorang, aku cukup fair dengan semua orang tapi mengenal langsung rasanya agak aneh. Lena terlihat cuek meski aku sudah tahu kalau dia seorang lesbian, ya mungkin juga karena dia sudah mati jadi dia tak memperdulikannya. “Dia ganteng ya. Dia juga baik.” Deg…tiba – tiba jantung ku berdebar. Aku memandangi Lena. Dia sedang menatap Juan. Makin lama debaran jantung ku makin cepat. Tidak menyakitkan malah sangat…em…indah. Inikah yang namanya cinta? Tanpa Lena sadari dia telah menyalurkan debaran jantungnya ke jantungku. Pipi ku terasa bersemu merah. Lena terus memandangi Juan.

Aku berbaring terlentang diatas tempat tidur ku. Lena berbaring disamping ku.
“aku jatuh cinta pada nya tepat pada hari itu. Dia tanpa ku minta langsung membantu memugut baju – baju butik yang baru aku ambil dari rumah bos ku. Ketika itu aku barang bawaan ku memang banyak. Saat akan memasuki toko baju – baju ditanganku tanpa sengaja jatuh berserakan. Dia langsung membantuku dan saat menatap matanya lah aku jatuh cinta.”
“Bukan kah itu hanya hal kecil?”
“bagi ku tidak, dia begitu baik.” Aneh, aku sama sekali tak mengerti dengan pemikiran Lena. Bisa saja Juan itu penjahat yang tiba – tiba membantunya. Hal itu terasa konyol bagi ku.
“Kamu belum pernah jatuh cinta, makanya kamu tak tahu rasanya.” Lena seperti bisa membaca pikiran ku. Aku hanya mendengus kesal. “La, bantu aku ya untuk menyampaikan perasaan aku pada Juan.”
“hah? Kamu enggak salah? Bisa – bisa aku dikira orang gila.”
“La, bukan kah kamu sendiri yang bilang kalau mau membantuku? Apa kamu mau aku terus menghantui hidup mu?”
“Jangan mengancam ku.” Aku memberengut kesal, tapi Lena malah terkekeh. “Bukan mengancam. Kamu sich gak konsisten.  Kemarin bilang mau bantu, sekarang nolak.”
“Aku akan dikira gila, aku harus menyampaikan rasa cinta dari perempuan yang sama sekali tak kukenal pada seorang wanita juga. Bisa – bisa nanti aku yang dikira lesbian. Aku masih waras.”
“Aku juga bukan orang gila. Lesbian itu bukan penyakit!” Lena terlihat kesal dengan kata – kata ku.
“maaf, aku tak bermaksud begitu. Aku tak ada masalah dengan lesbian maupun homo hanya saja aku bingung harus bersikap seperti apa.”
“ya aku bisa mengerti. Lesbian atau bukan, cinta ini tulus La. Aku mencintai Juan tanpa berharap lebih. Aku hanya ingin dia tahu perasaan ku.” Mata Lena jadi berkaca – kaca dan hal itu membuatku tak tega. Cinta itu ternyata rumit dan juga tak rumit. Oke, aku sendiri juga bingung dengan cinta itu.

Diruang istrirahat, aku memanggil Juan untuk membicarakan sesuatu. Lena berada disampingku. Debaran jantungnya masih mempergaruhi jantungku. Sensasi indah itu kembali masuk kedalam diriku. Semula aku menyuruh Lena untuk masuk saja ketubuh ku, tapi Lena menggeleng, katanya umur ku bisa berkurang karena hal itu, dia sudah cukup merepotkan ku dan dia tak ingin penolongnya mati muda. Juan berdiri dihadapan ku. Kalau dilihat Juan sebenarnya biasa saja, penampilannya yang seperti lelaki memang membuat dia keren, kalau dia lelaki dia mungkin jadi lelaki manis. Lena mencolek bahu ku.
“La, ayo….” Lena menyuruhku untuk segera berkata. Matanya seolah memohon padaku. Aku menarik napas dan siap untuk mengatakan semuanya pada Juan. “em… kamu pasti bingung ya kenapa aku mengajakmu bicara, gini…em kamu kenal Lena? Dia bekerja dibutik yang ada di depan toko kita.”
“ah..ya aku tahu dia. Bukan kah dia baru meninggal? Em…tiga hari yang lalu kalau tidak salah.” Aku mengangguk lalu menjelaskan semuanya pada Juan. Dari pertemuan ku dengan roh Lena sampai cinta terpendam Lena padanya. Juan terlihat kaget, tapi tak ada kemarahan atau rasa tidak percaya.
“aku… terima kasih. Lena ada disinikan? Tolong bilang terima kasih atas cintanya. Aku merasa tersanjung” aku memandang Lena yang berada disamping ku. Matanya berair. Kelegaan nya bisa dia rasakan. “aku tak tahu harus mengucapkan apa lagi. Aku masih ingat ketika aku menolongnya. Ah…ya, terima kasih.”
“Lena mendengarnya dan dia juga bilang terima kasih karena kamu mau mendengar semua ini dan percaya.” Meski Lena tak berkata apa – apa tapi aku bisa merasakan apa yang ingin diucapkan Lena. Lena masih menangis meski Juan telah pergi.
“makasih La, makasih untuk semuanya. Aku tenang sekarang.” Lena tersenyum padaku dan aku membalas senyumnya. “selamat tinggal La.” Perlahan bayangan Lena mengabur. Dia menghilang dari hadapan ku seketika. Lena…semoga kamu damai. Senang bisa mengenalmu.

Oke, sekarang aku akan melanjutkan hidup ku yang damai lagi, sekarang….. tapi mengapa banyak sekali hantu wanita dan pria yang bermunculan dikamar kost ku. Wajah mereka bukan hanya cantik tapi ada juga yang menyeramkan.
“Katanya kamu bisa membantu menyampaikan sesuatu, tolong bilang pada anak ku kalau uangnya disimpan di balik lukisan”
“Tolong bilang pada istri ku aku minta maaf.”
“bantu aku untuk bilang cintaku pada kakak kelas ku”
Aaaaaarggggghhhh…. Kenapa jadi begini???????

Ory :"Nyanyian Lembah"

"Ory datang! Ory datang!" bocah-bocah itu berteriak kesenangan. Ory orang yg dimaksud tersenyum pada bocah-bocah itu. Dia menurunkan topinya lalu duduk dihadapan anak-anak itu. Seketika suasana menjadi hening. Para bocah itu terdiam dan siap mendengar dongeng dari Ory.

"malaikat-malaikat kecilku, hari ini aku akan menceritakan dongeng, dongeng tentang nyanyian lembah."

Lalu Ory pun mulai bercerita.
"ada seorang penambang bernama Ash. Dia adalah penambang yg rajin. Meski musim telah berganti menjadi musim dingin, meski para penambang yg lain telah pulang tp Ash tetap menambang. Dia berpikir toh dirumah tak ada yg menantinya. Dalam bekunya musim dingin Ash menambang seorang diri. Trang..trang... " Ory menirukan suara bunyi palu bersentuhan dengan batu.

"lalu saat sedang bekerja, Ash mendengar nyanyian itu. Mula-mula hanya sayup-sayup lalu Ash menghentikan pekerjaannya. Suara itu terasa dekat dan Ash terpesona oleh suara itu. Nyanyian indah itu begitu mengetarkan Ash." Si pendongeng itu pun bernyanyi.

"hanya aku, hanya aku dalam kesunyian.
Lolongan srigala pun tak terdengar.
Hanya aku, hanya aku dengan nyanyian.
Bawalah pedangmu dan datang lah pendekar.
Hanya aku, hanya aku didalam lembah persembunyian.
Aku menanti dirimu dan ini bukan lah kelakar."

suara nyanyian Ory bagai menghipnotis para bocah itu. Ory kemudian kembali bercerita.

"Ash yg penasaran lalu keluar dan mencari asal suara itu. Nyanyian itu terus terdengar. Lembah seolah menyampaikan melodi indah agar Ash bisa menemukan asal nyanyian itu.

Ash terus berjalan. Dia mengetatkan jaketnya agar angin musim dingin tak menyusup masuk kekulitnya. Lembah bergema bersautan menuntun Ash. Makin lama nyanyian itu makin jelas. Suara itu berasal dari gua, gua gelap yg selama ini tak pernah dimasuki karena konon bersarang laba-laba raksasa pemakan manusia tapi Ash tak takut, suara nyanyian itu lah yang membuat Ash tak takut. Dia begitu penasaran maka dia lalu masuk kedalam gua itu. Gelap. Ash berjalan dengan pelan agar tak terjatuh. Ya, nyanyian itu masih terdengar. Semakin jauh Ash melangkah, semakin terang jalannya. Ash keheranan tapi dia tetap berjalan. Sosok itu, sosok seorang gadis jelita melantukan syair-syair indah berdiri dihadapannya. Ash tertegun dan terpaku. Seketika gadis itu terdiam karena menyadari kehadiran Ash. Dia tersenyum pada Ash. 'akhirnya kau datang pendekar' kata gadis itu. 'aku bukan pendekar. Aku hanya penambang' jawab Ash. 'tidak,kau adalah pendekar. Lihat pedangmu begitu bersinar' gadis itu menunjuk palu besar yang dipegang Ash. 'tapi ini bukan pedang. Ini hanya palu' gadis itu tersenyum. 'palumu adalah pedangmu dan keberanianmu yang membuatmu menjadi pendekar. Kau begitu berani masuk kegua ini. Padahal tak seorang pun berani mendekati gua ini. Kau adalah pendekar, pendekar penyalamatku.' gadis itu kemudian bercerita kalau dia adalah putri dari raja dinegeri seberang. Dikarenakan suaranya yang indah dan parasnya yang jelita, para kakaknya merasa cemburu. Mereka lalu mengurung putri jelita didalam gua laba-laba raksasa.

"dimana laba-laba raksasa itu sekarang?" karena penasaran, salah satu bocah itu bertanya.
"ah ya, laba-laba raksasa itu tidak suka cahaya dan karena putri jelita berada didalam gua yg bercahaya,laba-laba itu tak berani mendekati dirinya. Dimusim dingin laba-laba tertidur diujung gua yang lain anak-anak. Dan saat laba-laba tertidur maka putri kecil pun bernyanyi dan lembah menyampaikan nyanyiannya."

"lalu sipenambang menyelamatkan putri jelita?"
Tanya bocah yang lain.
"ya, si penambang pun mengeluarkan putri jelita dari gua laba-laba. Dia membawa putri jelita kerumahnya. Menjadikan istrinya. Dan tentu saja mereka hidup bahagia." Ory mengakhiri ceritanya.

"kenapa putri jelita tidak kembali keistananya?"

"istananya bukan kastil besar nan mewah sayang, istananya adalah tempat penambang itu berada. Tempat dimana dia benar-benar merasa aman dan nyaman."

"walau hanya penambang tapi bagi putri jelita dia itu pendekarnya ya" celetuk salah satu bocah. Ory tersenyum. "ya sayang ku. Dongeng hari ini semoga menyenangkan hati kalian semua. Aku akan datang lagi dan menceritakan kisah yang lain lagi."
Ory lalu meniupkan ciuman pada bocah-bocah itu. Dia mengenakan topinya dan pergi dengan lambaian para bocah yang tetap menanti ceritanya yang lain

Sue........ Aku jatuh cinta pd mu

Aku yang bodoh atau memang begini yg namanya cinta?

Aku pertama kali bertemu dengannya di bandara. Dgn tampang yg kusut dan kertas bertuliskan sebuah nama aku bertemu dengannya. Aku kaget ketika dia menghampiri dan menyapa ku.
"hai, aku Sue." itu kata yg dia ucapkan dgn senyum yg menawan. Deg...jantungku seketika berdetak tak beraturan. Aku terdiam tak mampu menjawab.
"hai,halo... Kamu lagi nunggu aku kan?" katanya sambil menunjuk kertas yg aku pegang. Aku tersadar dan dengan gugup menjawab. "eh,iya. Kamu Sue Ann? Oh,aku Gan, Ganna." dia tersenyum. Itulah awal pertemuanku dengannya. Aku jatuh cinta padanya. Pada bola mata indahnya,pada senyum manisnya,pada suara merdunya. Ah...rasanya aku menyukai semua yg ada pada dirinya.

Saat didalam mobil,diam-diam aku memperhatikannya. Sial, kenapa Sin bisa mendapat kekasih secantik ini.
"rumah kamu masih jauh?"
"eh,enggak. Udah dekat." aku jadi salah tingkah dibuatnya.
"Sin apa kabar?sehat?" aku coba mengajaknya mengobrol agar kegugupanku tak terlihat.
"baik dan sehat. Waaah... Disini pemandangannya beda ya. Klasik." dia berpaling kejendala mobil. "ya kalau dibandingkan dgn Hongkong,tentu beda. Disini masih perlu banyak pembenahan."
"tapi disini indah.masih terlihat alami. Kelihatannya aku bakal betah."

Salahkan abang sulung ku jika ini terjadi. Sin yg telah lama bekerja di Hongkong tiba-tiba meneleponku dan berkata kalau pacarnya ingin berkunjung ke Indonesia. Pacar yg belum pernah aku lihat,yg Sin bilang peranakan jawa-china dan tentu saja dia bilang cantik.
Tapi dia sama sekali tak menyuruhku membentengi hatiku agar tak jatuh cinta pada Sue. Oh... Benar-benar double bencana.

"semalam gak bisa tidur ya?" saat sedang sarapan, Sue bertanya padaku. "iya,mungkin karena panas."
"jangan-jangan karena aku tidur disampingmu ya." Sue tertawa kecil. Dan aku hanya meringis. Tak mungkin aku mengakui kalau tebakannya benar.

Hari itu aku mengantarnya berkeliling. Dia sungguh orang yg asik diajak mengobrol dan dia juga tak segan mengandeng tangan aku. Jantung ku,jantung ku,ku mohon tenang lah.jangan sampai terdengar olehnya.

Aku mematut diri dicermin. Walau terlihat ganteng,tp tetap saja aku ini wanita. Seandainya saja Sue juga mencintai ku.
"hayoo... Lagi apa?" Sue tiba-tiba sudah berdiri dibelakangku. Aku tertegun memandangi pantulan Sue dicermin. Hanya selembar handuk yg melilit tubuhnya. Gila,aku terangsang! Sue tersenyum nakal padaku. "nanti matanya copot loh." sial, aku tertangkap basah dan tak sanggup berkata apa. Sue terkikik geli,lalu meninggalkan aku.

Hari keempat Sue berada dirumah ku dan cinta ini semakin menjadi. Telepon dari Sin berulang kali aku abaikan. "lagi apa?" Sue memeluk bahu ku dari belakang.
"eh,gak.gak lagi apa-apa. Mau jalan-jalan?" Sue menggeleng. "dirumah aja ya." dia duduk disampingku. Menyandarkan kepalanya dibahuku. "Gan..."
"ya?"
"kamu suka aku ya?"
"hah?" jantung ku seperti mau lepas mendengar pertanyaan Sue.
"jangan bohong. Aku bisa lihat dari mata mu." Sue memegang wajahku,memaksa untuk menatapnya. Aku terdiam. Tiba-tiba Sue mengecup bibirku. Lembut. Aku kaget,tapi dia kembali memangut bibirkan. Entah keberanian dari mana,aku membalas ciumannya. Mula-mula ciuman kami lembut.saling menyatukan bibir. Tapi lama-lama ciuman kami semakin cepat. Lidahku bertaut dengan lidahnya. Aku melepaskan bibirku dari bibirnya dan menurunkan ciuman ku kesekeliling lehernya. Panas,gairah menguasai kami. Dia menarik ujung kaos ku dan melepasnya. Aku juga melepaskan baju dan bra yg dia kenakan. Payudara ranumnya memenuhi tangan dan bibirku. Aku meraba,meremas,menjilati dan mengisap putingnya dgn rakus. Tanganku dan tangannya bergerak liar. Kami telanjang. Kulit bertemu kulit. Tanganku memasukinya,lidahku bergeriliya penuh kenikmatan. Kami memenuhi sofa dgn keringat dan teriakan kenikmatan yg tak tertahankan lagi.

"kamu cinta aku kan Gan?" Sue menyadarkan kepalanya dibahu ku. "ya,aku mencintaimu Sue."
"siapa pun aku?"
"ya aku mencintaimu,siapa pun kamu. Walau kamu pacar abangku,tp aku tetap mencintaimu."
"sstt...jangan pikirkan yg lain. Yg penting kamu mencintai aku dan aku mencintaimu." lalu aku pun terlelap dgn Sue dipelukan ku.

Aku tak mungkin terus menghindari Sin. Aku harus jujur dan menceritakan yg sebenarnya. Sue tak mau kembali ke Hongkong dan dia bilang ingin tetap bersamaku disini. Aku memberanikan diri menelepon Sin. Baru deringan pertama,telepon ku sudah diangkat,
"Gan!kamu kemana saja. Ditelepon tak pernah diangkat!"
"bang,gini...aku..."
"kamu ini gimana sih. Abang sudah berulang kali telepon tp tak satu pun yg kamu jawab."
"maaf. Maaf..." Belum sempat aku menjelaskan, Sin sudah berkata lagi. "abang tahu kamu pasti marah. Ya wajar memang kalau orang yg akan kita jemput tidak muncul-muncul orangnya."
"maksudnya?" tanpa mendengar suara bingung ku, Sin terus saja berkata, "ya. Sue kehilangan pasport. Dia jadi batal berangkat. Sue curiga sama wanita yg dikenalnya diairport. Tak lama setelah wanita itu pergi, Sue baru menyadari kalau pasportnya hilang." ini...ini apa? Kalau Sue tak jadi berangkat,jadi Sue yg ada dirumah ini siapa?
"halo?halo?Gan?" belum sempat aku menjawab, Sue datang menghampiri dan mematikan telepon. Dia mengecup lembut bibir ku. "kamu cinta aku kan,siapapun aku?"
Glek...aku menelan ludah. "iya." hanya itu yg sanggup aku katakan. Sue atau siapapun namanya tersenyum manis padaku.

Daun Gugur

aku terhempas dan seolah menghilang.
Inikah kenangan?
Ah...mgkn aku terlalu terlena dan kesenangan.
Kau memilih dan aku... Aku terpaku diam dlm kesunyian.'

Kertas lecek itu masih kusimpan sampai sekarang. Kertas yg sebagian tintanya meluber terkena air,airmata tepatnya. Meski sudah kurapikan tp tetap saja terlihat kerutannya. Setahun,ya setahun sudah sejak surat ini kuterima dalam bentuk remasan yg diselipkan kegenggamanku. Tantra... Kemanakah dirimu?

"lihat! daun diatas pohon itu sudah akan jatuh." Tantra berteriak kegirangan. Aku tersenyum kecil. "liat yang. Liat." dia menarik-narik tanganku. "iya,ni aku lihat kok. Napa sich kok kayaknya excited bgt sama tu daun?" Tantra tak menjawab pertanyaanku. Dia malah diam dan memperhatikan jatuhnya daun itu. Tantra berjongkok lalu memungut daun itu.
"aku suka melihat daun gugur. Rasanya seperti melihat kehidupan."
"kehidupan?" kutatap Tantra dgn kebingungan.
"ya,kehidupan. Daun ini seperti kita. Dia tumbuh dari pucuk kecil lalu membesar dan melebar. Dia membentangkan dirinya melawan angin,melawan hujan lalu jatuh cinta dgn sinar matahari. Ketika telah tua dan menguning dia berpamitan pada teman2nya yg lain. Lalu jatuh dan menghilang." Tantra bercerita tanpa jeda dan aku...aku tertawa. Tantra cemberut,aku segera menghentikan tawaku.
"aku bukan lagi bercanda."
"sorry,sorry. Kamu juga sich. Biasanya gak pernah seserius ini."
"yeee...mang aku gak boleh serius apa." Tantra mencibir dan aku kembali tertawa geli.
"yang,kenapa sich sayang selalu nyebut aku dgn 'kamu'?Apa sayang gak beneran sayang sama aku?" tawaku berhenti,kupandangi Tantra. "aku sayang kamu,sangat sayang. Kamu tahu aku gak bohong." Tantra memandangiku,lalu mengangguk kecil. Dia terlihat tak puas dgn ucapanku.
"Tan,aku sayang kamu. Bagiku tak penting panggilan,yg penting yg ada didalam hatiku." dia memandangiku. Lalu tersenyum. "iya sayang. Aku juga sayang banget sama sayang." dia mengecup cepat pipi ku. Aku agak kaget. Kupandangi sekitarku. Tapi taman terlihat sepi. Melihat muka kagetku, Tantra malah tersenyum nakal. Ah, Tantra... Wanita tampanku. Selalu saja sanggup membuat jantungku berdesir.

Aku berdiri dipintu kost Tantra. Bingung harus melakukan apa. Kuangkat tgn ku utk mengetuk. Tp ku turunkan lg tanganku. Setelah menghela napas panjang,kubulatkan tekad ku. Baru saja tanganku akan menyentuh pintu,pintu itu terbuka. Tantra terlihat kaget.
"loh,sayang kok disini?bukannya hari ini ada acara keluarga?" Tantra langsung memberondong ku dgn pertanyaan. Aku menelan ludah dan menjawab dgn susah payah. "udah selesai acaranya"
"waaah...bagus.kebetulan banget ni aku lagi mau keluar cari makan. Yuk sayang."
"makan dikost aja ya. Aku lagi malas keluar."
"oh...ya udah.sayang tunggu didalam ya.biar aku beli diwarung depan." aku masuk kedalam kamar Tantra. Bau ini,bau yang selalu sama. Bau parfum Tantra dan juga bau keringat Tantra. Aku memandangi sekeliling kamar itu. Tempat tidur dimana kami berciuman dgn mesra dan bercinta sampai kehabisan napas. Kursi tempat Tantra memangkuh ku. Lemari dimana bajuku dan baju Tantra tersimpan. Dinding yg penuh dgn poster yg kami gambar bersama. Terlalu banyak kenangan dikamar ini. Tanpa kusadari air mataku jatuh.
"sayang,ni nasinya.loh sayang kenapa?" mendengar suara panik Tantra,aku segera menghapus airmataku dan menggelengkan kepala.
"sayang kenapa?" Tantra menghampiriku dan diletakan kedua tangannya dipipiku. "gak,aku gak pa-pa."
"jadi kenapa sayang menangis?" aku menatap Tantra. Lalu aku menunduk. Dgn lirih aku berkata, "aku akan menikah."
"hah?" Tantra terkejut. Diangkatnya wajahku agar menatap dirinya.
"sayang bercandakan?" aku diam.
"sayang....sayang..."
"aku akan menikah. Sudah ditetapkan tanggalnya." bagai tercekik,aku berkata pada Tantra. Dia diam. Dilepaskannya tangan dari wajahku. Tak ada pertanyaan dan tak ada juga penjelasan. Tantra terus diam dan tak sekali pun memandangiku. Ketika aku pamit,dia masih tetap diam.

Kukirim undangan pernikahanku. Tapi Tantra sama sekali tak memberi kabar. Hp nya pun tak bisa kuhubungi. Ketika pesta pernikahanku sedang berlangsung. Dia datang. Pandangan matanya seolah kosong. Dia tersenyum,tp terlihat jelas ada kepahitan. Dia menyalamiku,lama. Tanpa berkata dia berlalu. Tidak ada yg dia salami selain aku. Dan kertas itu lecek itu tergenggam rapi dalam tanganku.

Tantra...setahun telah berlalu dan aku telah bercerai. Pernikahanku hampa. Tak ada cinta. Aku memilih utk straight tapi justru pilihan itu mengikatku. Tantra,dia seolah lenyap. Tak ada yg tahu dia ada dimana. Aku berusaha menemukannya,tp hasilnya nihil. Tantra...kumohon pulanglah. Aku mencintaimu sayang.