Rabu, 05 Desember 2012

Patung India - End




Sekarang tinggal Pras, Semi dan Sita berpikir apa yang harus mereka lakukan selanjutnya. “Sialan. Emangnya kita lagi bikin film apa!” Semi bersungut kesal. Dia merasa jalannya selalu dihalangi.
“Sebaiknya kita segera ke TPA terdekat, mungkin truk sampah yang mengangkut patung Anju sekarang sudah sampai di TPA.” Semi menyetujui ide Pras. Mereka pun pergi ke TPA terdekat. Setelah melihat tumpukan sampah yang bergunung – gunung, Semi tambah pusing. “Gila! Dari mana kita harus memulai mencari! Banyak banget sampah – sampah disini.”
“Saya bisa merasakan Anju berada disini. Dekat tapi sepertinya tertutupi sesuatu.” Ucapan Sita membuat Pras dan Semi langsung memandangi Sita. “Tunggu dulu, jadi kamu tahu dimana Anju berada?”
“Ya, tapi kita harus jalan dulu. Aku tak dapat melihat langsung dimana Anju berada tapi aku bisa merasakannya.”
“Oke, ayoo kita mulai.” Pras memberi aba – aba, dan mereka pun mulai berjalan. Keduanya mengikuti Sita yang berjalan di depan. Pemulung – pemulung yang sedang mengais – gais tumpukan sampah melihat kedatangan mereka dengan heran tapi ada pula yang tak perduli.
“Sudah dekat.” Sita memberitahu Semi dan Pras. “Itu disana, di dalam karung lelaki itu.” Tunjuk Sita pada seorang pemulung yang memang membawa karung dan alas pengais sampah. Mereka segera mendekati pemulung itu.
“Maaf Pak, apa bapak tadi menemukan patung india?” tanpa basa – basi Semi langsung bertanya. Si pemulung melihat dengan curiga kemereka. “Kalo iya emang nya kenapa?”
“Tadi tanpa sengaja pembantu kami membuang patung india itu. Itu warisan dari kakek kami.”
“Jadi maksud kalian ini patung kalian? Enak saja! Aku yang nemukan. Jangan ngaku – ngaku.”
“Gini Pak, kami tak bermaksud merebut patung itu. Kami hanya ingin agar patung itu kembali. Nenek kami sangat menyayangi patung itu karena itu patung hadiah dari kakek kami. Em...begini saja, kami beli patung itu dari bapak biar bapak tahu kami tak bermaksud jahat.” Pras berbohong agar pemulung itu tak marah. Tadi dia sudah melihat beberapa pemulung melirik kearah mereka dan kalau bapak itu marah dan berteriak, mungkin teman – teman sesama pemulung tidak akan segan – segan menghajar Pras dan Semi. Si pemulung tampak berpikir. Semi diam saja karena dia yakin Pras bisa diandalkan dalam negosiasi ini. Sita menunggu dengan tegang.
“Beli? Hemmm......boleh. lima ratus ribu!” Semi sudah akan protes tapi Pras menggeleng dan dalam diam Pras memberi isyarat agar Semi tak terpancing emosi.
“Kami tidak ada uang segitu Pak. Lagipula patung itu memang berharga bagi kami, tapi kalau bapak jual mungkin tak lebih dari lima ribu. Karena itu hanya patung souvenir waktu kakek ku ke India. Kami hanya bisa membayar lima puluh ribu.”
“Jangan bohong! Kalau tak mau bayar ya sudah.”
“Terserah bapak. Hari ini bapak bisa mendapat lima puluh ribu tapi kalau bapak menolak, mungkin rejeki bapak hanya lima ribu ditukang loak nanti.” Pras mengajak Semi berjalan pergi. Mereka meninggalkan bapak itu. Sita mengikuti mereka sambil tetap berpaling kebelakang. Cemas kalau Anju tidak bisa mereka selamatkan. Pemulung itu didekati temannya. Dia sepertinya bertanya pada temannya. Mereka bercakap – cakap dalam suara rendah dan tak sampai sepuluh langka Semi dan Pras berjalan, si pemulung memanggil mereka dan segera berlari menuju mereka.
“Ya sudah. Sini uang lima puluh ribunya.” Pemulung itu berkata sambil mengeluarkan patung Anju dari karung. Pras pun segera meraih dompet dan melakukan tukar menukar dengan pemulung itu. Sita terkesiap melihat patung Anju yang terlihat kotor. Dia menangis haru akhirnya bisa bertemu Anju lagi.

Di ruang tamu Semi, kini Sita dan Anju berdiri dihadapan mereka. Mereka terlihat bahagia.
“Terima kasih Semi, terima kasih Pras. Saya sudah mendengar cerita perjuangan kalian demi menyatukan saya dan Sita. Terima kasih banyak.”
“Sama – sama. Senang rasanya sudah bisa menolong kalian.” Pras tersenyum pada Sita dan Anju.
“Eh, ngomong – ngomong, patung kalian harus dikembalikan ke India atau kalian mau kami yang menyimpannya?” pertanyaan Semi membuat Sita melirik ke Anju dan anggukan Anju memberi kode pada Sita untuk menjawab pertanyaan Semi.
“Sudah kami putuskan, tolong bakar patung kami. Ini sudah saatnya kami lahir kembali. Terlalu lama kami mengembara di dunia ini. Mungkin ini jalan yang Kuasa tunjukan agar kami meninggalkan bumi.”
Mendengar itu tentu saja Semi dan Pras kaget. “Maaf kalau kalian merasa perjuangan kalian menyatukan kami tidak kami hargai, bukan itu. Kami sangat berterima kasih pada kalian. Tapi ini lah saatnya. Tolong bakar patung kami bersama.” Anju meminta maaf tapi Pras dan Semi tak marah. Mereka menghargai keputusan Anju dan Sita.
“Tidak apa – apa. Ini keputusan kalian. Dan mungkin ini yang terbaik. Kalau kalian masih dipatung mungkin suatu saat bakal dicuri lagi.” Semi berkata disertai anggukan Pras.

Sore itu, di halaman belakang rumah Semi Pras dan Semi menyiapkan api didalam tong besar. Mama Semi semula heran tapi Semi beralasan ingin membakar tumpukan – tumpukan majalah dan buku – buku yang sudah tak terpakai lagi.
“Terima kasih Semi, terima kasih Pras. Sekali lagi terima kasih.” Sita mengenggam tangan Semi dan Pras.
“Aku tidak tahu apakah reinkarnasi itu benaran ada, tapi aku berharap kalian akan lahir kembali sebagai suami istri.” Semi berkata dengan haru.
“Kami juga berharap demikian. Kalian orang yang baik. Mudah – mudahan dikehidupan kami yang selanjutnya kita bertemu lagi.” Anju juga ikut mengenggam tangan mereka.
Sita memandangi Semi lama. “Semi, semoga dikehidupan selanjutnya kamu bisa menjadi anak ku lagi.”
“Dulu aku adalah Arjun?”
“Ya Semi, disalah satu kehidupanmu kamu pernah berada dirahim saya.” Mendengar itu Semi langsung menangis dan memeluk Sita. “Maaf, aku tidak tahu itu.” Sita mengelus kepala Semi. “Tidak, kamu tak seharusnya meminta maaf. Saya senang bisa berjumpa denganmu. Senang melihatmu tumbuh besar. Berjanji lah, jika lahir kembali, jadilah anak kami.”
“Ya, saya mau. Saya berjanji.” Semi juga meraih Anju dan memeluk mereka berdua.
“Kadang hidup yang kita rencanakan tidak bisa kita duga apa yang bakal terjadi. Yang Kuasa telah mempertemukan kita, ini lah mujizat dariNya. Selamat tinggal Semi dan Pras. Baik – baik lah kalian.” Setelah berkata begitu Anju meminta Pras segera membakar patung mereka. Patung tanah liat mereka pun terbakar bersama api. Perlahan – lahan bara api yang panas melumat kedua patung itu sampai hancur dan menjadi abu.
Pras menghapus airmata Semi. “sudah, jangan sedih lagi. Sita dan Anju sudah bahagia.”
“iya.” Semi dan Pras kemudian berjalan masuk kedalam rumah.
“eemmm....Pras, kalau seandainya aku dilahirkan sebagai seorang pria apa kamu bakal mencintai aku juga?” pertanyaan Semi membuat Pras tersenyum.
“Hem....gimana ya. Ya tergantung sih kamu ganteng apa enggak.”
“Wiihhh.....dasar.” Semi langsung mencubit lengan Pras tapi Pras malah tertawa ngakak dan meraih kepala Semi. Dia mendaratkan kecupan dikepala Semi.
“Ya, aku bakal mencintaimu, siapapun kamu.” Ucapan Pras membuat pipi Semi bersemu merah. Karena merasa malu Semi langsung melepaskan tangan Pras dari kepalanya.
“Ada Mama di rumah. Nanti kena marah. Weeek.....” Semi langsung berlari meninggalkan Pras tapi Pras masih bisa melihat semu merah di pipi Semi yang belum lenyap. Senyum bahagia terbentuk di wajah Pras.

TAMAT.