Sabtu, 17 Desember 2011

Duyung di Lautan - End


Desir angin malam yang dingin dan menusuk sampai ketulang tak membuat Kana menyurutkan langkahnya. Emosi didalam hatinya siap tumpah bagai seekor banteng yang siap menyerang sang matodor.
Gemerisik pasir pantai dibelakangnya sama sekali tak mengusik Kana. Dia terlalu terpaku pada lautan.
"mau kemana kak?" Hendu yang sekarang menjajari langkah Kana bertanya dengan cemas.
"mau menuntaskan dendam masa lalu" jawab Kana datar.
"dendam apa? Yang benar saja kak, ini sudah larut malam. Bahkan bintang pun telah terlelap."
"pulanglah. Biar aku selesaikan semua ini. Kesalahan yang kubuat sehingga kita harus menjadi yatim." kecemasan Hendu kini berubah menjadi rasa gusar. Rasa gusar yang sama ketika ayahnya pergi dan tak pernah kembali lagi.
"jangan aneh-aneh kak. Ayo kita pulang. Cukup ayah saja yang pergi." tapi Kana seolah tak mendengar permintaan Hendu, dia tetap melangkah ke arah lautan. Hendu mengejarnya, tak membiarkan kakaknya pergi begitu saja.
"aku tak akan membiarkanmu pergi sebelum kamu ceritakan apa yang sebenarnya terjadi."
Hendu menarik tangan Kana, meng hentikan langkahnya. Kana menghela napasnya, tahu Hendu serius dengan perkataannya. Kana pun menceritakan semuanya. Tentang petualangan semalamnya dilautan, tentang sang ayah yang mencarinya dengan cemas, tentang raja duyung yang marah, tentang topan yang menelan sang ayah, tentang tangis tanpa suara, dan tentang ingatannya yang hilang bertahun-tahun yang lalu.

Terkejut, seharusnya itu yang didapati Kana diwajah Hendu. Tapi tidak, saudaranya setenang langit cerah. Salahkah mata Kana memandang atau Hendu terlalu pintar menyimpan mimik wajahnya?
Hendu menyisir rambutnya dengan jari. "seharusnya aku menceritakan padamu tentang semua ini. Salah ku memang. Aku hanya ingin kamu tenang. Apalagi baru dua minggu Bunda meninggal." perkataan Hendu malah semakin membuat Kana bingung. Seperti benang kusut, Kana tak mengerti ucapan Hendu.
"apa maksudmu Du?" kali ini Hendu yang menghela napasnya dan bercerita. Cerita yang sebenarnya baru dia ketahui dua bulan yang lalu, kisah yang dituturkan sang Bunda sebelum meninggal.
"dulu ayah kita adalah seorang kapten kapal yang sangat suka berpetualang. Suatu hari kapal ayah diamuk badai. Awak-awaknya menghilang ditelan ombak. Hanya ayah yang selamat dengan bantuan sebuah papan bekas pecahan kayu. Seharian ayah terbawa arus kesana kemari sampai suatu malam putri duyung muncul dan menolong ayah. Ayah diantarnya sampai ketepi daratan. Ayah tentu tak melupakan budi sang putri duyung. Diam-diam ayah menemui putri duyung dan benih-benih cinta pun mulai tumbuh diantara mereka"
"kamu mendongeng?" Kana mengintrupsi cerita Hendu. "dengarkan saja." Kana terdiam dan Hendu melanjutkan ceritanya.
"tapi manusia dan duyung tak mungkin bersatu. Kecuali si duyung berubah menjadi manusia. Maka putri duyung pun menemui penyihir lautan. Memohon dalam tangis pada sang penyihir. Penyihir yang tak tega tapi juga terbatas kekuatannya berjanji menolong putri duyung. Putri duyung akan jadi manusia, tapi hanya mampu bertahan sampai umur 50 tahun. Dan sang penyihir juga meminta mereka menyediakan mayat seorang wanita pengganti putri duyung. Karena penyihir tak ingin menghadapi kemarahan raja duyung jika ia tahu putrinya berubah menjadi manusia. Putri duyung pun menceritakan pada ayah. Ayah mencari mayat, tapi karena tak menemukan mayat ayah pun menangkap seorang wanita tak dikenal lalu dibunuh. Wanita tak dikenal itu diubah menjadi putri duyung yang mati karena mengejar manusia kedaratan. Ayah dan putri duyung asli yang telah menjadi manusia pun menikah dan mempunyai anak kembar. Lelaki dan perempuan."
Mendengar cerita Hendu, kaki Kana menjadi lemas. Dia jatuh terduduk.
"maksudmu bunda adalah putri duyung?"
"ya. Bunda menceritakan padaku. Dia ingin aku menceritakan padamu. Dia tak ingin kita memiliki dendam. Kata bunda mungkin kematian ayah adalah hukuman karena ayah telah menghilangkan nyawa orang lain." Hendu berjongkok dan memeluk kakaknya.
"dendam tak akan menyelesaikan masalah kak. Bunda berpesan agar kita hidup bahagia. Jangan terus melihat masa lalu. Bunda bahagia memiliki ayah walau sebentar dan bunda lebih bahagia memiliki kita." tangis Kana pecah dibahu Hendu. Dia memeluk Hendu dengan erat.
"maafkan Kana ayah, maaf kan Kana bunda. Kana cinta ayah dan bunda. Maafkan aku dik."
"ya, tak ada yang perlu dipersalahkan kak."

Pagi menjelang, merobek tabir malam. Kana menaiki perahunya menuju tempat pertemuaannya dengan Purple. Putri duyung seperti tahu Kana akan datang, dia menanti dengan senyuman manisnya.
"kamu tahu ya kalau bunda adalah putri duyyung?"
Purple mengangguk. "aku adik bungsu kesayangan bundamu. Dia menceritakan semua padaku. Membawamu dan adikmu menemuiku ketika kalian masih bayi. Kakak kadang rindu pada lautan. Dan dia bernyanyi diatas perahu sambil menina bobokan kalian. Aku selalu menjaga agar duyung-duyung yang lain tak tahu keberadaan kakak."
"aku ingin berenang, sudah begitu lama tubuhku tak mencicipi lautan." Kana terjun kelautan. Dengan kaus dan celana yang masih dipakainya. Mereka berenang beriringan. Bagai dua ekor ikan yang menari dilautan. Kepala Kana muncul dilautan.
"kasihan Hendu dia menikah disaat bunda akan meninggal. Permintaan bunda melihatnya menikah dia turuti."
"tapi bukankah Hendu bahagia dengan istrinya?" kepala Purple muncul disamping Kana.
"ya, mereka bahagia. Aku baru tahu mengapa bunda menyuruhku sekolah ditempat yang tak ada lautnya."
"ya, kakak takut Kan teringat kejadian itu dan jadi trauma."
Kana memandangi wajah Purple.
"mengapa hanya aku yang kamu ajak berteman?"
"karena kamu menarik Kan. Sama seperti kakak saat bertemu dengan ayahmu. Sejak aku melihatmu sewaktu bayi, kamu sudah menarikku Kan."
"aku wanita Purple. Dan aku juga baru patah hati."
"oleh wanita juga kan? Dialamku kami bebas memilih. Dan satu lagi, kami tak akan jahat jika manusia tak jahat pada kami."
"hem...menarik. Kalau aku berbuat begini?" Kana mengecup lembut bibir Purple. "apa yang akan kamu lakukan?" bisik Kana saat melepaskan kecupannya.
"inilah yang akan aku lakukan." Purple merangkulkan lengannya keleher Kana, membalas kecupan Kana. Terasa asinnya laut dan hangat saat bibir mereka saling bertautan.



"ngomong-ngomong berapa si umur mu sebenarnya? Dan bisa dibilang kamu ini bibi ku ya kan." mendengar pertanyaan Kana, Purple tertawa. "bukankah sudah terlambat kamu bertanya seperti itu setelah mencium dan membelai tubuhku?"
"hanya sekedar ingin tahu saja." Kana menyeringai.
"oh ya satu hal lagi, bisakah kita menemui penyihir lautan?"
"kamu mau memintanya mengubahku menjadi manusia?"
"tidak. Aku akan memintanya merubahku menjadi duyung. Ekormu begitu indah, sisikmu begitu berkilau aku tak mau mengubahnya. Dan aku juga sangat mencintai lautan." Kana berkata dengan ringan seolah semua itu hal yang biasa.
"kamu serius Kan?"
"ya Purple, putri duyung ku. Seserius cinta ku pada mu."
Keduanya saling memandang dan kembali saling berciuman.

TAMAT

Kamis, 15 Desember 2011

Duyung di Lautan 3


Di atas tempat tidur Kana berusaha memejamkan matanya tapi bayangan Purple dan ingatan tentang masa kecilnya menari riang di benaknya. Malam telah larut seharusnya Kana terlelap dibuai sejuknya angin malam tapi ada sebuah ingatan yang terasa samar dan membuat Kana penasaran. Ingatan tentang Ayahnya, dia dan Purple juga bersama….. ah Kana tak sanggup mengingatnya, entah kejadian apa yang terjadi. Kana bangkit dari tempat tidurnya. Dia bertekad mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi. Sepenggal ingatan yang tersamar bagai kabut yang menutupi jalan Kana. Dia berjalan dengan pelan keluar dari rumah tak ingin Hendu dan istrinya bangun. Jika mereka bangun pasti mereka akan melarangnya pergi. Malam ini, malam gelap tanpa cahaya bintang, hujan yang baru berhenti membuat bintang tak memperlihatkan wujudnya, tapi rasa penasaran Kana telah membuncah ingin mengetahui jawaban. Ya, harus malam ini.



“Purple… purple… ini aku Kan. Keluarlah.” Kana berdiri diatas perahu kecilnya, memangil – manggil putri duyungnya. Seketika Purple keluar, tapi bukan wajah riang karena bertemu Kana. Dia terlihat takut. “mengapa kamu datang malam – malam begini. Mereka sebentar lagi akan keluar dan ini bukan waktunya manusia berada dilautan. Pulang lah.”

“Mereka? Siapa mereka? Aku ingin bertanya sesuatu pada mu.”

“bangsa ku. Kami bermain saat malam telah larut dan sejak zaman dulu manusia sudah membuat perjanjian dengan kami kalau malam larut adalah milik kami dan pagi terang adalah milik mereka. Jadi pulang lah sebelum bangsa ku melihatmu, mereka bisa marah dan aku tak ingin terjadi apa – apa dengan mu Kan.”

“tapi……”

“kumohon Kan pulang lah. Cukup Ayah mu saja yang jadi korban.”

“Ayahku? Korban? Apa maksudnya? Purple, tolong jelaskan semuanya?” Rasa penasaran Kana makin membuncah seperti gunung berapi yang siap mengeluarkan laharnya.

“tidak sekarang Kan. Kumohon pulang lah.” Suara dan wajah Purple yang memelas membuat Kana terdiam tapi tak lama. “kalau begitu, ikutlah denganku. Dibagian belakang perahu ada tempat untuk menaruh ikan yang ditangkap. Aku bisa mengisinya dengan air dan kamu bisa duduk disitu.” Dengan keras kepala Kana mengusulkan idenya. Purple memandangi wajah Kana. Ada perasaan iba tapi Purple juga tak mau terjadi sesuatu pada Kana. “mendekatlah kemari.” Perintah Purple pada Kana, Kana mendekat dan tiba – tiba Purple menarik lengan Kana membuat Kana tertunduk dan kini wajahnya persis di depan wajah Purple. “Kamu tak banyak berubah Kan. Masih saja keras kepala” lalu Purple menempelkan kening nya ke kening Kana. Hanya sebentar tapi kening Kana terasa hangat dan seperti terlihat cahaya waktu mereka menempelkan kening. “pulanglah. Dan saat kamu tiba dirumah kamu akan mengingat semuanya.” Purple menjauh dari sisi perahu Kana, dia berenang kedalam lautan dan meninggalkan Kana sendirian. Bagai terhipnotis Kana membawa perahunya kembali ke dermaga. Tanpa berpaling dan tanpa pertanyaan, begitu saja Kana kembali ke rumah. Sebenarnya Kana tak terhipnotis tapi dia percaya dengan semua ucapan Purple. Jawaban pasti akan dia dapat setelah sampai dirumah. Ya, jawaban yang membuat rasa penasarannya berteriak – teriak ingin tahu.

“Kan…mengapa kamu kemari, sudah Purple bilang kamu tak boleh kemari.”

“tapi Purple bilang hari ini ada pesta para duyung. Kan ingin lihat.”

“tidak boleh. Kan harus pulang, sekarang juga. Ayo pulanglah Kan sebelum para tetua melihatmu. Ini berbahaya Kan.”

“memangnya apa yang akan mereka lakukan pada Kan?”

“Purple tak tahu. Purple mohon pulang lah Kan.”

“ayolah putri duyung kecil ku, biar Kan melihat pesta nya. Kan akan bersembunyi sehingga mereka tak akan melihat Kan.”

“hemm…..baiklah, Kan tahu Purple tidak bisa menolak permintaan Kan. Tapi ingat, berhati – hati lah.”

“hehehe…iya putri duyung kecil ku.”

Percakapan dimasa lalu itu bergiang ditelinga Kana. Kini semua ingatan yang ditutupi oleh kabut telah terang dan jelas semua. Kana bisa mengingat setiap bagiannya, semuanya. Ya, malam pesta para duyung 13 tahun yang lalu. Pesta penuh lagu – lagu indah dengan suara nyanyian merdu yang membuat Kana takjub diatas gua kecil ditengah lautan. Kana bersembunyi di dalam gua itu, terdiam dan terkagum melihat keindahan yang dipertunjukan para duyung. Tapi itu hanya berlangsung sebentar karena tak lam kemudian Kana mendengar namanya dipanggil. Panggilan keras dan penuh kecemasan itu berasal dari suara ayahnya. Para duyung segera menyelam kedalam lautan ketika menyadari ada manusia yang mendekat kewilayah mereka. Tapi duyung tetua, pemimpin para duyung tak pergi. Dia menghadang jalan perahu ayah Kana. Terlihat marah dan gusar sang tetua berteriak pada ayah Kana.

“KAU LAGI, KAU LAGI! TIDAK CUKUP KAH KAU MEMBUAT ANAK PEREMPUANKU MATI? SEKARANG KAU DATANG MENGANGGU PESTA KAMI.” Ayah Kana tak terlihat takut, dia berdiri kokoh di atas perahu.

“maafkan saya kalau telah merusak pesta kalian wahai Raja duyung terhormat. Saya hanya sedang mencari anak saya. Dan satu lagi, putrid anda bukan mati karena saya, tapi karena sifat egois anda yang tak membiarkan putri anda memilih jalannya sendiri.”

“JAHANAM KAU. TERKUTUK WAHAI ENGKAU MANUSIA HINA. KALIAN MANUSIA TAK LEBIH DARI SEONGGAK DAGING. KALIAN MERASA BANGSA KALIAN LAH YANG PALING TINGGI, PALING SEMPURNA. CUKUP SEKALI AKU MENGAMPUNI MU TAPI TIDAK KALI INI. MENGHILANG LAH DARI LAUTANKU SEKARANG MANUSIA KOTOR!!!!!!!” setelah teriakan marah raja duyung langit langsung berubah gelap dan awan hitam mengeluarkan angin topan tepat di atas perahu Kana. Angin topan itu menarik masuk dan menggulung perahu serta ayah Kana. Kana ingin berteriak tapi mulutnya dibungkam Purple. Dia menangis dalam dekapan tangan Purple. Tangis yang tak berhenti walau telah kembali ke rumah.

Mengingat itu membuat Kana jatuh berlutut dan butir – butir airmatanya berjatuhan. “maaf kan Kana ayah, maaf…..” Ingatan tentang kejadian ini sengaja Purple tutup dari benak Kana. Kana hanya ingat ayahnya hilang dilautan. Menerima begitu saja, bahkan perlahan Kana melupakan keberadaan Purple. Tapi mengapa sekarang Purple memanggilnya? Dulu dia menghilangkan ingatan Kana, tapi sekarang dia mengembalikannya, semua. Kana menghentikan tangisnya. Rasa benci pada tetua duyung memenuhi relung hatinya. Bukan saatnya menangis dan meratapi penyesalan tapi rasa dendam lah yang harus dituntaskan. Malam ini, malam ini akan kuselesai kan. Ucap Kana didalam hati.

Selasa, 13 Desember 2011

Duyung di Lautan 2


Sinar matahari diam-diam menyusup masuk melalui celah-celah kain gorden seolah ingin menunjukan pada penghuni rumah kalau malam telah berganti pagi. Kana telah bangun dari tadi. Lebih cepat dari matahari. Bukan karena mimpi buruk tapi lebih tepatnya mimpi aneh. Ya, mimpi aneh yang hanya berisi suara nyanyian kesepian yang begitu menyentuh kalbu Kana. Siapakah? Darimanakah? Lantunan melodi itu seperti ilusi, ilusi yang begitu nyata. Rasa bingung dan penasaran membalut pagi Kana, terasa ketat dan memenuhi benaknya. Dia bangkit dan segera mandi lalu menyantap sepotong roti hanya sepotong, sebenarnya Kana tak ingin sarapan tapi merasa tak enak karena istri Hendu telah menyiapkan sarapan untuknya.
Kana kemudian pamit dan pergi untuk menuntaskan rasa penasarannya.

Bau amis bertebaran memenuhi penciuman Kana. Udara bercampur dengan bau makhluk lautan yang ditangkap demi memenuhi nafsu makan manusia. Kana mengedarkan pandangannya mencari sosok adiknya. Sosok tegap dan kekar itu berdiri diantara nelayan-nelayan yang mengumpulkan hasil tangkapan mereka. Sosok Hendu mengingatkan Kana pada ayah mereka. Sosok tegas dan pendiam yang sangat dihormatinya. Tapi sifat Hendu berbeda dengan ayah, adiknya memiliki kelembutan bunda.
"Du, boleh pinjam kapal boat mu? Yang kecil saja." Kana yang telah berdiri disamping saudaranya bertanya tanpa basa-basi. Hendu mengerutkan keningnya.
"buat apa?"
"hanya ingin menjelajahi lautan. Sudah lama aku tak menjenguk laut kita" Hendu terlihat mempertimbangkan tapi kemudian dia mengangguk.
"baiklah. Pakailah. Tapi jangan lama-lama dilautan. Hari terlihat mendung dan seperti nanti siang hujan akan turun."
"siap bos." Kana memperlihatkan cengirannya dan segera berlalu sebelum Hendu membatalkan persetujuannya.

Pelayaran kecil, mungkin begitulah yang dilakukan Kana. Menjalankan kapalnya menuju arah lautan yang banyak dihindari nelayan tapi berusaha bergerak tanpa kentara agar para nelayan yang masih berburu dilautan tak mencurigai dia menuju tempat terlarang. Matahari pagi masih bersinar memantul di atas permukaan laut seolah batu berlian jatuh berserakan. Kana heran mendengar pernyataan Hendu yang menyebutkan kalau hari akan hujan, bagi penglihatan Kana langit terlihat begitu cerah. Bahkan angin pun bertiup perlahan menyentuh kulit Kana.

"engkau datang, engkau datang oh wahai kekasih. Disini aku berada, disini menantimu. Kemarilah kasih, kemarilah..." suara nyanyian itu lagi. Kini Kana yakin itu bukan sekedar ilusi, itu bukan khayalannya.
"siapa itu? Dimana kamu?" teriak Kana memecah kesunyian lautan. Tak ada sautan. Kana mematikan mesin boatnya. Berdiri dalam diam mengedarkan pandangan keseluruh lautan mencari dan terus mencari.
"hai pemilik suara indah tunjukanlah dirimu? Jangan bersembunyi. Aku ingin menemuimu." angin berdesir mengantarkan suara Kana pada lautan.
"engkau tak takut? Tak takut pada cerita-cerita menyeramkan tentang kami?" sahutan berupa nyanyian berkumandang tapi tetap saja Kana tak bisa melihat si pemilik suara.
"takut? Aku bahkan tak tahu siapa dirimu? Bagaimana aku bisa takut."
"seharusnya kamu takut. Ah,kamu tak pernah berubah Kan." Kan? Panggilan itu terasa sangat akrab ditelinga Kana tapi entah mengapa seolah ada kabut yang menutupi ingatannya.
"apakabar Kan?" suara itu terdengar begitu dekat. Kana segera membalikkan badannya. Dipinggir boatnya bersandar seorang gadis cantik berambut panjang. Gadis itu menyandarkan lengannya, sementara sebagian tubuhnya terbenam dilautan. Kana terdiam. Diperhatikan sosok indah dihadapannya. Indah, bagai lukisan dewa yang tak terlihat cacatnya sama sekali.
"siapa kamu? Apa aku mengenalmu?"
"ah ya, kamu pasti telah melupakan ku. Ingatkah kamu dengan ini?" gadis itu menurunkan lengannya dari boat lalu berenang perlahan disekitar perahu. Kana kini melihat dengan jelas sirip-sirip ikan yang membungkus tubuh bawah gadis itu. Gadis itu meliuk dengan indah bersama lautan.
"kamu putri duyung?apakah aku akan dibawa kedalam lautan?"
"sudah ku bilang seharusnya kamu takut pada ku." gadis itu tertawa kecil. "kamu tak pernah berubah Kan." senyum itu, senyum yang mengingatkan Kana tentang masa kecilnya.
"Purple...kamu kah itu?"
"ah...akhirnya kamu ingat. Selamat datang kembali dan aku ingin mengembalikan senyum ceriamu lagi" mendengar itu Kana terdiam. Lama. Dia memandangi langit yang sekarang telah berubah menjadi kelam, sekelam hatinya.
"sepertinya aku harus pulang."
"kamu akan datang kesini lagi kan?"
Kana tersenyum lalu menjawab. "ya, aku pasti akan datang lagi. Begitu banyak kisah yang ingin kudengar."
"ya...berjuta rindu dan kisah."

Kamis, 08 Desember 2011

Duyung di Lautan

bau amis yang diterbangkan angin malam tak membuat Kana bergeming. Dia duduk di atas bebatuan dan menatap kosong lautan yang berkilau oleh cahaya bulan yang membayang di riak – riak kecil air laut. Kana memeluk kedua lututnya, bukan karena dinginnya angin malam tapi lebih karena dia ingin menghilang dan tak terlihat oleh siapa pun. Kampung halamannya ini tak banyak berubah setelah sekian tahun ia tinggalkan. Bahkan dermaga kecil ini juga tak banyak berubah. Kapal – kapal kecil tetap bersandar dan berlayar dari dermaga ini. Bahkan bau amis di dermaga ini masih sama. Pandangan kosong Kana berhenti pada satu titik ketika dia melihat permukaan laut seolah sedang menari dan menimbulkan riak yang terdengar sampai ditempat Kana duduk. Ah, mungkin itu hanya ikan – ikan yang bermain riang di atas permukaan laut, gumam Kana dalam hati. Dia kembali meneruskan lamunannya. Lamunan yang berlari ribuan kilometer dari tempatnya sekarang. Lamunan yang tak ingin diingat lagi tapi tak bisa dilupakan.



“oh wahai cahaya bulan, mau kah engkau jatuh menimpaku, ya menimpaku bukan lautan ini. Aku ingin menjadi terang dan terlihat oleh kekasih ku. Oh wahai bulan bermurah hati lah. jadi lah jembatan untuk mempertemukan ku dengan kekasih ku. Oh wahai bulan, hanya malam tak perlu pagi, hanya malam kau berikan cahaya mu padaku……..”

Kana tersentak dari lamunannya. Suara nyanyian yang terdengar dari jauh tapi begitu jelas membuat Kana bangkit dari tempat nya duduk tadi. Dia mencari asal suara nyanyian itu. tapi yang terdengar sekarang hanya suara angin malam yang bertalu – talu digendang telinga Kana. Ilusi kah itu? atau….tapi Kana terlalu naïf untuk mempercayai hal gaib. Dia menggeleng – geleng kan kepalanya dan mengambil keputusan kalau suara nyanyian itu hanya ilusi nya saja.

“Kak, ayo pulang.” Suara berat itu tak mengagetkan Kana, karena dia tahu itu suara Hendu, adik kembarnya. Hendu tersenyum padanya dan menatap Kana dengan serius.

“ada sesuatu?” tanya Hendu. Kana mengangkat bahunya tanda tak mengerti.

“seperti ada sesuatu, tapi ya sudah. Ayo pulang. Angin malam bisa menjerat mu masuk kedalam lautan.” Mendengar ocehan Hendu, Kana tertawa. “Ah Du, kata – kata mu benar – benar menyadarkan ku kalau aku sudah pulang kekampung halaman kita.”

“kamu masih seperti dulu, tidak percaya dengan cerita – cerita mistis di desa kita. Padahal cerita – cerita itu begitu indah sampai kadang aku tak ingin terpejam demi mendengar semua kisah di desa kita ini.”

“bukan kah semua itu hanya tahayul. Cerita yang didongengkan Bunda untuk menakuti kita agar kita tak nakal. Cerita yang sama yang didendangkan setiap rumah agar anak – anak tak berulah.”

“ah sudah lah Kak, aku tak mau berdebat dengan mu. Ini tak aka nada habisnya. Ayo pulang atau kamu mau aku menyeret mu pulang.” Kana tersenyum dan merangkul bahu saudaranya itu.

“iya, ayo pulang.” Mereka berjalan beriringan menyusuri jalan yang sudah sepi.

“Kak, jangan sering – sering melamun disini. Bahaya. Melamun lah dirumah saja. Toh hanya ada aku dan Miti.”

“aku tak enak mengganggu penggantin baru.” Seringai Kana membuat Hendu salah tingkah.

“kamu kan hanya melamun, jadi tak mungkin menggangu kami. Kak, aku serius. Jangan sering – sering kesini malam – malam.”

“apa ada hantu yang bakal menculik ku?” tanya Kana dengan nada bercanda tapi Hendu menjawab dengan serius. “Bukan hantu, tapi ikan duyung. Mereka senang menjerat orang – orang kesepian. Mereka akan menghipnotismu dengan suara nyanyian merdu mereka dan setelah kamu terpesona mereka akan mengajak mu kedasar lautan lalu memakan dagingmu.” Kana menatap Hendu dan tertawa terbahak – bahak. Hendu yang melihat Kana tertawa mendengar ceritanya memasang tampang marah.

“hahaha..ya, maaf – maaf. Aku hanya tak habis piker bagaimana bisa kamu percaya cerita seperti itu. itu dongeng untuk anak – anak. Oh ayo lah Du, zaman sekarang tak ada lagi hal seperti itu.” Hendu menghela napasnya.

“terserah kamu mau percaya atau tidak, tapi berhati – hati lah. ikan duyung itu menjelma menjadi putri duyung yang cantik. Wajah molek mereka akan membuat mu terpesona, suaranya akan meghipnotismu. Kita manusia yang bernapas dengan paru – paru tak akan bertahan hidup didalam lautan. Jangan sampai jatuh cinta pada mereka.” Kana tersenyum dan menatap langit berbintang. Dengan suara lirih Kana berkata, “seandainya saja aku bisa jatuh cinta lagi.” Hendu menepuk bahu saudaranya. “aku senang kamu pulang Kak.” Mendengar itu Kana memeluk pinggang Hendu. Mereka berjalan kembali dengan Kana yang masih melingkarkan tangannya dipinggang Hendu. “Terimakasih Dik.” Bisik Kana.

Senin, 31 Oktober 2011

Venus

Aku sudah begitu terbiasa mencintaimu, terbiasa dicintai oleh mu. Tapi apakah aku akan terbiasa kehilanganmu? Kemanakah kamu pergi? Seolah bumi menelanmu atau apakah alien telah menculikmu. Kita selalu berdebat tentang alien. Kamu percaya dia ada tapi aku malah sebaliknya sayang.
Ingatkah kamu percakapan kita sewaktu selesai menonton Twiligt Saga? Aku masih mengingatnya jelas, sangat jelas.
"eh yang, ada gak ya vampire L didunia ini?" tanyamu waktu itu.
"mungkin ada. Pengen jadi vampire ya?"
"hehehe...nanti kalo aku jadi vampire, sayang aku gigit dulu ya?"
"gak mau ah, sayang kan orang china. Pasti nanti jadi vampire china yang tangannya kedepan terus loncat-loncat."
"hahaha...gak sopan. Awas ya, bener-bener aku gigit nih"
Kamu mengeram dan aku langsung berlari tertawa kesenangan. Tawa ceria mu masih kuingat selalu.
Aku terkurung disini, bahkan cahaya pun tak dapat lagi ku lihat. Sekali dua kali kak Vivi datang menjenguk, aku tahu dia sibuk. Hanya suster dan dokter yang setia menemaniku. Ingin rasanya aku lari dari sini, mencari mu. Tapi kaki ku tak bisa kugerakan. Elang kemanakah dirimu terbang? Lupakah kamu padaku sayang?
Aku benci begini, tak bisa berbuat apa-apa. Hanya menebak-nebak dan terus bertanya tentang kabarmu. Tapi setiap orang yang menjengukku selalu menjawab tak tahu.
Aku takut yang, aku takut semakin lama aku jadi membencimu. Datanglah kemari, jemput dan bawa aku pergi dari tempat ini. Aku tak tahu berapa lama lagi sanggup bertahan.

Di ruangan Dokter;
"Dok, kapan adik saya bisa operasi?"
"kami masih menunggu donor mata. Kita hanya bisa berharap."
"tolong bantu adik saya dok, Venus adik saya satu-satunya" wanita itu terisak.
"saya mengerti. Kami dari pihak rumah sakit akan terus berusaha. Ibu juga jangan menyerah. Venus adik ibu sangat beruntung bisa selamat dari kecelakaan maut itu. Ini sebuah mujizat."
Mendengar itu, wanita tersebut mengangguk dan menghapus airmatanya perlahan.
"terimakasih dok."

Di rumah sakit lain, di negara yang berbeda;
Sehari, dua hari atau mungkin sudah berminggu-minggu aku berbaring di tempat tidur? Aku tak sanggup mengingat. Hari ini aku sadar dan bisa saja sejam atau lima menit lagi aku kembali pingsan. Tubuhku tak bisa bergerak. Semua terasa sakit. Kesakitan yang paling menyiksa ada dikepalaku. Rasanya ada beribu-ribu jarum yang menusuk kepala ini. Aku ingin berteriak, tapi suaraku sama sekali tak bisa keluar. Bertahan hidup dibantu selang-selang serta entah alat bantu apa lagi.
Aku ingin mati saja kalau boleh memilih, tapi jika aku mati bagaimana dengan Venus? Apakah dia baik-baik saja? Tidak, aku tak boleh mati, aku harus bertahan dan mencari Venus. Aku harus bersama kekasih ku lagi.
"Yielang...kenapa sayang"
"ada apa ma?"
"ini mata Yielang bergerak-gerak terus dari tadi pa. Sepertinya ada yang ingin dikatakan."
"mungkin Yielang menyadari kehadiran kita ma."
"iya pa. Yielang...yang kuat ya sayang. Mama dan papa akan menemani sampai Yielang sembuh."
"kamu bisa nak. Kamu kuat seperti elang. Kamu pasti sembuh nak."
Siapa yang berbicara? Terdengar samar-samar tapi suara-suara itu menenangkan kegelisahan ku.

Jumat, 27 Mei 2011

Memory Blog

Tanpa melepaskan seragamnya, Nala langsung masuk kedalam kamar dan mengunci pintu kamarnya. Dia menghidupkan komputer dan segera berselancar di dunia maya. Tadi malam tanpa sengaja Nala menemukan blog yang menarik dan Nala jadi penasaran.

Happy Anniversary Mei <3

Wuaaaah…..tak terasa uda setahun ya kita bareng. Mei…jangan marah2 aza, ntar keriputnya nambah loh. :D Mei…maaf ya Koko gak pernah nyeritain tentang blog ini ke Mei. Soalnya kadang Koko punya uneg – uneg tentang Mei, tapi Koko gak mau Mei tahu. Koko kadang minder sama Mei. Mei sukses, sedangkan Koko kerjanya masih freelance. Sebagai fotografer freelance ya mesti nunggu ada job baru ada uang, kalo Mei hebat. Jadi asisten manager. Wiih…tapi emang Mei pinter. Koko harus berusaha lebih giat nih agar bisa buat Mei bangga. Mei, Mei…selalu disisi Koko ya, kasih semangat Koko agar terus berjuang. Mei juga ya, tetap semangat. Koko sangat mencintai Mei.

Label : Cinta dan perjuangan

Mei Sibuk

Hahhhh….. Mei, kok Mei selalu sibuk sih? Mei kan udah kerja dari pagi sampai sore, jadi malam waktunya untuk Koko dong. Bukannya malah sibuk melotorin laptop, ketik laporan ini itu. Huff… payah ah Mei. Bukannya Koko egois, tapi Koko ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan Mei.
“Cari lah kesibukan lain Ko, jangan hanya menunggu Mei. Koko kan bisa main sama teman Koko atau main basket sama anak – anak kost.” Mei, Mei….tanpa Mei suruh semua itu bisa Koko lakukan, tapi Koko ingin bersama Mei. Dari pagi sampai sore Koko udah sibuk cari Job atau kumpul bersama teman – teman Koko, masak malamnya Koko juga mesti sama mereka lagi. Mereka juga capek Mei, butuh istirahat dan butuh berkumpul bersama keluarga mereka. Mei, luangkan waktu Mei untuk Koko. Koko seharian kangen sama Mei. Apalagi tadi Koko dapat job pemotretan dari subuh sampai mangrib. Capek Mei. Ingin Mei ada disamping Koko.

Label : Capek dan sedih

Kontrakan Baru


Hari ini pindah ke kontrakan baru. Yipieee…. Akhirnya bisa lebih leluasa bersama Mei. Dulu kalau dikost memang sekamar, tapi kalo mau mandi bareng susah, ada anak kost yang lain sih. Eh, tapi enak loh jadi lesbian, tinggal satu kamar juga gak ada yang curiga. Asal suara – suara pas lagi bercinta gak terdengar tetangga kamar sebelah za. Hehehe…. Meski nih rumah Cuma ngontrak, tapi lumayan lah. Mei juga kelihatan happy banget. Ngontrak dulu setelah itu baru beli ya kan Mei. Yups… mudah – mudahan rumah impian kami segera terwujud. Sibuk banget pindah – pindahin barang, untung za banyak teman – teman yang membantu. Ada kejadian lucu waktu kami mau beli meja makan. koko maunya yang bulat tapi Mei mau nya yang kotak, sampai adu mulut di tempat jual perabot. Mungkin karena bingung liat kami, si penjual menawarkan solusi, meja segitiga. Taraaa, jadi lah meja makan kami berbentuk segitiga. Unik kan. Hahaha…. Asik deh bisa punya rumah sendiri. Horeeee….
Label : Rumah baru, Yipiiie…

“Nala, kamu ngak makan nak?” teriakan dari luar menghentikan kegiatan Nala membaca.
“Iya Ma, ini juga mau makan.” Nala lalu mematikan komputernya dan keluar dari kamarnya. “Owalah nak, kok belum ganti baju. Pasti main komputer lagi. Nanti Mama cabut internetnya kalo kamu bandel”
“Ya, jangan dong Ma. Baru juga dipasang. Gak bakal bandel kok Ma.” Nala tersenyum menyakinkan Mamanya. Sang Mama hanya menggeleng kan kepalanya melihat anak bungsunya itu.

Malam hari, Nala kembali membaca blog yang belum selesai dia baca.

Kecewa…. :(

Mei….lagi – lagi ucapanmu menyakiti hati Koko. Kenapa sih Mei tak bisa sabar. Bukan mau Koko juga kan kalau mesti keluar kota. Ini kerjaan Mei. Gak semua yang Mei mau bisa Koko kabulkan. Koko hanya manusia biasa. Mei bilang Koko selalu benci dengan hal yang Mei suka, padahal Koko gak pernah benci. Hanya kadang iri saja. Apalagi kalau Mei sudah excited dengan musik klasik, Koko pasti dicuekin. Mei ngak sadar kalo Mei juga melakukan hal yang sama? Buktinya waktu Koko nonton bola, Mei bilang bakal membuang tivi kita, trus waktu Koko baca Koran bola, Mei juga bilang bakal membakar Koran itu. Kita sama Mei, kita sama – sama cemburu dengan hal yang membuat pasangan kita tertarik. Kita ingin kalau pasangan kita hanya tertarik pada diri kita. Mei….jangan marah – marah melulu. Koko juga ingin hubungan kita baik – baik saja, tapi kalo Mei setiap hari marah – marah, Koko jadi sedih Mei. Mei, :(

Label : Kecewa, sedih

Kerjaan Baru

Tadi Koko pulang dgn hati senang. Sengaja ngak memberitahu Mei kabar gembira ini. nah saat Mei sudah pulang, Koko langsung menyambut Mei dan memeluk Mei. Mei kelihatan heran tapi juga senang. Mei mengecup pelan pipi Koko. “ada pa Ko? Kok kelihatan happy banget?”
“Koko dapat kerjaan tetap Mei. Koko dapat tawaran kerja di majalah Metropolitan Mei. Gajinya gede.” Mengucapkan hal itu seperti meledakkan puluhan kembang api yg menyemarakan suasana. Mei gembira dan Koko juga gembira. Hari itu kami keluar makan direstoran untuk merayakan kerjaan baru ku.

Label : Happy, kerjaan baru

..........

Hati ini tercabik sakit
Terlempar begitu saja dipadang pasir
Panas menyegat membuat darah mongering
Bau amis hati ini mengundang burung bangkai
Para pemakan bangkai itu melahap hati ini tanpa belas kasihan
Hati ini remuk, tercabik – cabik menjadi puluhan keeping
Ini kah derita? Ah…andaikan saja dulu hati ini tak menunjukan diri.

Label : :(

S.E.D.I.H

Koko ingin menjerit Mei. Mengapa Mei berkata seperti itu? Apakah salah Koko perhatian sama Mei? Koko baru tahu kenapa Mei malas – malasan balas sms Koko, ternyata Mei kira Koko sedang mencurigai Mei. Mei, Koko Cuma ingin tahu keadaan Mei, Koko kangen sama Mei. Akhir – akhir ini Koko sibuk dan banyak keluar kota, jadi sebisa mungkin Koko menanyai kabar Mei. Tapi tadi ditelepon Mei marah dan mengangap semua pertanyaan Koko itu karena Koko curiga sama Mei. Mei, pikiran Koko ngak sepicik itu. Tapi ah sudah lah, Mei sendiri yg mematikan telepon dan bilang Mei ingin tidur saja. Mei…Koko sedih apalagi membaca sms Mei setelah mematikan telepon.
Koko tdr ja. Mei capek. Terserah Koko mau blg apa. Koko tdr jg, uda mlm. Mei gak bs tanpa Koko. Koko jgn berpkr aneh2.
Mei…siapa yg berpikir aneh? Ah…kekasihku, mengapa rasa sakit ini masih bisa membuatku mencintaimu.

Label : sedih

Make up artis Baru

Namanya Icha, dia cantik, tinggi seperti model. Mei…kalo Mei melihat dia pasti Mei iri dan Mei suruh Koko jangan dekat – dekat dia. Tapi kami dekat Mei. Dia sering curhat sama Koko. Koko ngak berani nyeritain kedekatan kami, takut Mei marah dan cemburu. Jadi di blog ini aza ya Koko cerita. Icha itu anak sulung. Dia udah didesak orangtuanya merid, jadi ya dia berusaha cari pacar Mei. Eh malah dapat lelaki bajingan yg ternyata playboy. Tapi untung saja Icha segera tau. Dia juga curhat dulunya pengen jadi pramugari atau model, tapi entah kenapa malah jadi tukang make up. Aneh emang Mei.
Oh ya Mei, Koko pernah satu piring, eh tepatnya satu daun berdua sama dia Mei waktu sarapan. Tapi Cuma sekali kok. Koko pagi itu laper banget dan kebetulan dia juga blm sarapan. Jadinya kami sama2 kekantin, eh dikantin cm ada satu bgks nasi. Jadinya ya kami mkn bareng Mei. Mei, maaf… koko bukan selingkuh tapi Koko akui Koko senang lihat dia. Dia baik juga cantik. Tidak Mei, Koko tidak jatuh cinta sama dia, hanya suka aza. Hanya itu Mei.

Label : Galau, pengakuan


Nala melihat jam didinding kamarnya. Sudah pukul satu dini hari. Nala langsung mematikan komputernya. Meski penasaran, Nala lebih memilih tidur karena besok dia harus sekolah.
Sudah seminggu Nala tak membuka blog itu. Dia sibuk dengan tugas – tugas sekolah. Dan akhir – akhir ini Nala lebih tertarik pada facebook. Disana dia bebas dan mengenal orang – orang yang Nala rasa senasib dengannya. Dan malam ini, Nala tiba – tiba teringat dengan blog itu. Lalu Nala membuka blog itu. Ada beberapa note yang belum Nala baca dan sepertinya ada postingan baru. Nala pun membaca postingan baru itu.

Bye – Bye Blog

Selamat tinggal. Sudah Koko putuskan utk menutup blog ini. benar kata Mei, kalo masih ada yg kami sembunyikan maka hubungan kami tak akan berjalan lancar. Maaf blog, Koko harus berpisah. Mulai sekarang Koko akan pindah ke blog baru kami, ya blog Koko dan Mei. Terimakasih sudah menjadi tempat curhat Koko blog. Sayonara….

Label : Tutup blog


Membaca postingan terakhir itu membuat Nala kaget, dia segera mencari postingan lain yang belum sempat dia baca

Sibuk, Sibuk, Sibuk Melulu

Aaaaarrgggghhhh………… MEI!!!!!! Mei anggap apa Koko? Selalu saja sibuk. Kerjaan, kerjaan dan selalu kerjaan. Koko tahu Mei akan dipromosikan jadi manager, tapi sisa kan waktu buat Koko. Pagi sampai sore kerja, malamnya lembur, setelah pulang sudah lelah dan langsung tidur. Mei… Koko tinggal satu rumah sama Mei, tapi rasanya kita ini jauuuuh banget. Hah… Mei, sampai kapan harus begini? Koko tau Mei ingin sukses tapi ngak dgn lupa waktu. Koko takut suatu saat bkn wkt saja, tp Koko juga bakal Mei lupakan.  Mei, tolong luangkan waktu utk Koko.

Label : Marah, sedih

Icha, Dia bukan Siapa – Siapa

Koko ngak ingin selingkuh. Koko cinta Mei, sangat cinta Mei. Tp Koko sedih dgn perlakuan Mei pada Koko. Perhatian Koko Mei anggap curiga, Mei bole sibuk tapi kalau Koko sibuk Mei marah. Mei juga tak mau mendgr setiap penjelasan Koko. Mei…Koko sedih. Koko benci Mei, tapi kenapa Koko masih mencintai Mei. Icha, dia bukan selingkuhan Koko. Ya Koko akui Koko memang suka dia, tapi hanya sebatas itu. Koko Cuma iseng dekatin dia. Koko sumpek dgn pertengkaran kita, jadi Koko ajak Icha keluar waktu Mei lagi sibuk lembur. Kami bukan hanya berdua, ada teman – teman yang lain juga. Jujur Koko akui, Koko kepikiran ingin selingkuh, tapi setiap memandang wajah Mei, Koko tau ngak bakal bisa lakuin itu. Icha memang cantik, tp apa dia bs ngerti Koko? Apa dia bakal cocok dgn Koko?
Koko ngak mau nyakitin Mei. Dan Koko juga capek harus menbangun hubungan cinta lagi. Kalau memang kita gak bisa bersama, Koko mau sendiri aza Mei. Cinta itu ngak gampang dan Koko lelah merasa sakit. Maaf Mei, tapi Koko sangat mencintai Mei.

Label : Selingkuh? Tidak

Pengakuan

Akhirnya Koko mengakui semuanya pada Mei. Koko ceritakan tentang blog ini pada Mei. Koko minta Mei membaca blog ini dan Koko serahkan semuanya pada Mei. Koko sudah lelah hati. Koko mencintai Mei tapi Koko sedih harus merasa sakit. Mei marah, ya Koko tau itu. Dan malam itu kami menangis bersama. Kami butuh intropeksi, itu kata Mei. Ya setiap hubungan memang tak luput dari masalah. Ya kami bicara dari hati kehati. Mei menceritakan jeritan hatinya, Koko juga begitu. Entah berapa lama kami bicara dan menangis, tau – tau esoknya kami terbangun dengan berpelukan.
Sedih, marah, tangis, tawa, bahagia, cinta telah bercampur menjadi satu. Kami menyelesaikan masalah kami dan mungkin bukan masalah terakhir tp setidaknya kami telah berbicara dari hati kehati. Ya mudah – mudahan kami tetap tegar dan kuat menghadapi setiap masalah yang datang.

Label : Pengakuan, tangis dan tawa


Tak ada postingan baru lagi dan ketika esok hari Nala membuka blog itu, blog itu sudah tak ada lagi. Nala juga tak tahu apa blog baru orang itu. Nala tak ingin mencari tahu karena dia menganggap itu terlalu tidak sopan dan menganggu privasi orang lain. Nala melanjutkan hidupnya dan Nala juga berharap penulis blog itu dan kekasihnya bahagia.
“La…Nala…NALA”
“eh apa?”
“Nih anak malah ngelamun. Tu ditanya sama mbak ini kamu mau beli roti apa”
“Oh…sorry. Em..yang rasa coklat dan yang blueberry ya mbak.”
Nala memperhatikan si pelayan membungkus rotinya dan ketika itu sepasang wanita lewat di belakangnya.
“Mei mau makan eskrim Ko.”
“Iya Mei, Koko juga pengen makan eskrim”
Mendengar itu Nala langsung membalikan badannya. Tapi kedua orang itu telah berlalu menyisahkan punggung yang menjauh.
“Siapa La? Kenal?” Nala menggeleng. “Ngak. Salah orang.”

Sabtu, 14 Mei 2011

Gadis Indian


Rea berjalan dengan lesu menyusuri trotoar. Berulang kali dia menghela napasnya. Kenangan tentang Julia bermain didalam benaknya. Julia, wanita yang membuat Rea mabuk kepayang. Apapun akan Rea lakukan demi membahagiakan Julia. Tapi kebahagian itu hanya sesaat, Julia meminta putus dengan alasan ingin menikah. Rea tak kuasa mencegah. Julia wanita begitu pula dengan dirinya. Dia tak bisa menikahi Julia. Rea yang ditinggal Julia merasa sedih yang teramat sangat dan lebih merasa hancur lagi ketika didapatinya Julia sedang menggandeng mesra tangan butchy lain.

Jalan terlihat sepi, suasana seperti itu menambah suram hati Rea.
“nak...beli lah buku ini.” Tiba – tiba seorang nenek menghampiri Rea dan menyodorkan sebuah buku.
“maaf nek...”
“ini buku bagus nak. Hanya tiga puluh ribu saja.” Semula Rea bermaksud menolak tapi ketika dilihatnya wajah kuyuh dan baju compang – camping wanita tua itu membuat Rea terenyuh. Rea pun membeli buku itu.
“terima kasih nak. Semoga buku ini bermanfaat.” Nenek itu lalu berlalu dari hadapan Rea. Rea pun berjalan pulang kerumah kontrakannya. Rea yang tinggal sendiri setelah kepergian Julia segera masuk kedalam kamar. Dibaringkan nya tubuhnya kekasurnya yang empuk. Rea teringat dengan buku yang dibelinya tadi. Diambilnya buku itu dan dibacanya judul buku itu.
“Suku Indian, suku kuat dan penuh keajaiban” tanpa rasa tertarik Rea membuka buku itu. Saat membuka buku itu cahaya terang keluar dari buku itu dan menyelimuti Rea. Rea kaget tapi tak ada yang bisa dilakukannya ketika buku itu menyedot tubuhnya. Teriakan Rea pun tertelan bersama tubuhnya yang menghilang.

Rea tersadar, dikejab – kejabkan nya matanya. Bayangan seseorang terlihat berada dihadapan Rea.
“ah...bagus lah kamu sudah sadar.” Suara seorang wanita membuat Rea kebingungan. Bukan karena suara itu tak dikenalnya, tapi karena suara itu mengeluarkan bahasa yang belum pernah Rea dengar dan entah mengapa Rea mengerti apa yang dikatakan gadis itu. Perlahan pandangan Rea menjadi jelas. Seorang gadis cantik tersenyum ramah padanya. Gadis itu...gadis Indian. Dengan pakaian suku indian yang sering Rea lihat ditelivisi atau di buku.
“minumlah ini. Ini teh jahe, akan membuatmu hangat dan segar.” Gadis itu menyodorkan secangkir minuman yang wangi. Rea menerima minuman itu. Dia meneguknya. Terasa enak dan hangat.
“Terimakasih. Em...kamu siapa? Ada dimana aku?”
“saya Embun pagi. Kamu ada diperkampungan indian. Saat mencari tanaman obat, saya menemukanmu pingsan. Dengan bantuan Mata elang saya membawamu kesini.”
“mata elang?”
“Ya, dia adik ku.” Penjelasan Embun pagi membuat Rea makin bingung. Buku itu telah membawanya ketempat yang tak dia kenal dan lebih aneh lagi dia bisa mengerti dan berbicara dalam bahasa indian.
“Kamu pasti hadiah dari langit seperti yang diramalkan nenek Sungai teduh.”
“Hadiah dari langit? Apa maksudmu?”
“Nenek sungai teduh waktu itu meramalkan kalau akan ada seorang wanita yang dihadiahkan dari langit untuk membantu suku kami.” Perkataan Embun pagi sama sekali tak dimengerti oleh Rea. Rea pun meminta Embun pagi untuk membawanya menemui peramal itu. Menurut Rea mungkin peramal itu bisa menjelaskan bagaimana caranya kembali kedunianya.
“Tapi kamu harus ganti pakaian mu dulu. Baju mu seperti milik para wajah pucat. Penduduk desa pasti tak akan suka.” Belum sempat Rea bertanya, Embun pagi telah pergi dan tak lama kemudian kembali dengan membawa pakaian untuk Rea. Saat Rea melihat Embun pagi memberikannya sebuah baju dan rok, Rea segera menolaknya. Dari kecil dia tidak pernah mau mengenakan rok apalagi sekarang. Hal itu membuat Embun pagi tertawa. Tapi kemudian dia pergi lagi dan kembali dengan sebuah celana. “Ini celana Mata rajawali. Kelihatannya cocok dengan ukuranmu.”

Mereka lalu pergi ketempat dimana nenek Sungai teduh tinggal. Embun pagi mengucapkan salam dari luar dan nenek Sungai teduh pun menyuruh mereka masuk. Rea melihat nenek Sungai teduh dengan terkejut. Wajah keriput itu adalah wajah yang sama dengan wajah nenek penjual buku. Serta merta Rea langsung bertanya.
“Nek, apa maksud semua ini?”
“selamat datang dinegeri kami nak. Tenang saja semua akan baik – baik saja.”
“Tapi bagaimana saya bisa kembali kedunia saya?”
“kamu pasti akan kembali tapi bukan sekarang. Saat perang telah usai, saat itu lah kamu akan kembali. Jalani lah harimu disini dengan bahagia.” Senyum nenek Sungai teduh membuat hati dan pikiran Rea tenang. Dia masih tak mengerti tapi diterimanya juga penjelasan itui.

Hari berganti hari, Rea makin betah tinggal disana. Apalagi penduduk suku indian terlihat ramah. Dia juga semakin akrab dengan Embun pagi dan keluarganya. Adik Embun pagi, mata rajawali yang beranjak remaja juga sangat senang dengan kehadiran Rea. Ayah Embun pagi, Kaki bison adalah kepala suku diperkampungan indian dan ibu Embun pagi, Matahari Jingga adalah ibu yang baik dengan kemampuan meramu obat dan makanan yang hebat pula.
“Rea...namamu susah disebut, bagaimana kalau saya memberimu sebuah nama?”
Suatu hari kepala suku, Kaki bison menanyai Rea.
“tentu saja sangat boleh pak. Saya sangat tersanjung.”
“Hahaha...kamu anak yang baik. Hem...baiklah saya akan memberimu nama Bintang Biru. Itu adalah bintang dilangit yang selalu bersinar saat malam maupun pagi. Saya harap kamu juga demikian. Tetaplah bersinar Bintang biru.”
“Bintang biru...ah nama yang bagus. Terimakasih pak.” Dengan api ungun yang menghangatkan tubuh mereka juga cangkir – cangkir teh mereka merayakan nama baru Rea. Malam itu Rea pun berganti nama menjadi Bintang biru.
Bintang biru selalu mengikuti kemana Embun pagi pergi. Setiap pagi Embun pagi selalu berjalan ke hutan untuk memetik tanaman obat.
“eh...mata Rajawali ada dimana? Mengapa dia tak terlihat pagi ini?”
“para lelaki didesa sedang berburu. Yang tinggal hanya kami para wanita dan anak – anak kecil.” Embun pagi berkata sambil tetap memetik tanaman obat.
“mengapa saya tak diajak? Saya juga ingin merasakan bagaimana berburu itu.” Mendengar perkataan Bintang biru, Embun pagi tersenyum dan memandangi Bintang biru. “kita wanita dan tugas kita adalah memasak dan meramu obat. Jangan remehkan tugas itu. Karena tanpa kita para lelaki tak akan bisa kuat berburu maupun berperang.”
“Tapi bukan kah wanita juga boleh ikut berburu dan berperang. Dan tak ada salahnya lelaki sekali – kali memasak ataupun meramu obat.”
Tawa renyah Embun pagi memenuhi hutan. “Bintang biru, kamu selalu menakjubkan. Saya jadi semakin terarik padamu.” Perkataan Embun pagi membuat Bintang biru bersemu. Dia menyukai Embun pagi tapi Bintang biru tak berani mengungkapkannya. “kalau begitu nanti setelah Ayah pulang, kamu bicara lah padanya. Ayah terlihat sangat menyukaimu mungkin dia akan mengizinkanmu ikut berburu. Nah, tanaman obatku sudah cukup, ayo kita pulang.” Embun pagi langsung menggandeng tangan Bintang biru yang membuat Bintang biru kelabakan. Setelah bisa menguasai diri, mereka pun berjalan pulang.

“hahaha....kamu memang anak yang aneh Bintang biru. Ya, baiklah kamu boleh ikut berburu tapi dengan syarat kamu harus bisa menguasai cara berburu. Mata rajawali ajari Bintang biru cara menombak, memanah dan cara berburu yang paling baik.” Mata rajawali mengangguk dan Bintang biru pun terlihat senang.
Maka setiap pagi Bintang biru pun berlatih. Berulang kali Bintang biru melakukan kesalahan dan hal itu membuat Embun pagi dan Mata rajawali tertawa.
“Hei gadis manis, jangan tertawa saja. Ayo kalo bisa kamu juga memanah.” Bintang biru alias Rea langsung menyodorkan busur pada Embun pagi. Embun pagi menolak tapi karena tantangan Bintang biru dia pun bergerak. Dan ternyata Embun pagi bisa memanah. Kedipan nakal dihadiahkannya untuk Bintang biru yang terpelongoh kaget. “jangan kaget kak. Kak Embun pagi juga ikut berlatih saat saya dilatih oleh ayah.” Mendengar penuturan Mata rajawali membuat Bintang biru geram, dikejarnya Embun pagi yang telah berlari dengan mengejeknya. Mata rajawali hanya tertawa melihat tingkah laku kedua kakaknya itu. Embun pagi berlari memasuki hutan dan tak berapa lama kemudian Bintang biru berhasil menyusulnya dan menangkap Embun pagi. Dilingkarkan tangannya kepinggang Embun pagi.
“Kamu sudah tak bisa lari lagi.” Tawa cekikikan Embun pagi membuat Bintang biru juga ikut tertawa. Tiba – tiba Embun pagi berbalik sehingga dia sekarang berhadapan dengan Bintang biru. Keduanya saling memandang dengan tangan Bintang biru yang masih melingkar dipinggang Embun pagi.
“Bintang biru...apakah kamu akan tetap disini?”
“Ya...aku akan tetap disini.” Hembusan napas Bintang biru menghangatkan wajah Embun pagi. Mereka saling menatap dan tanpa aba – aba kedua nya mendekatkan wajah mereka. Bibir mereka bertemu. Ciuman manis dan hangat Bintang biru membuat Embun pagi merasakan keindahan yang sangat. Mereka berpelukan dan berciuman lama.

Bintang biru semakin betah tinggal diperkampungan indian, apalagi gadis yang dicintainya juga mencintainya. Mereka terlihat bahagia. Tapi kebahagian itu dikagetkan dengan berita perang.
“Kulit pucat sudah kurang ajar. Mereka masuk dan ingin menguasai wilayah kita. Hal itu tak bisa dibiarkan. Ayo kita usir mereka dari tanah kita.” Malam itu Kaki bison sang kepala suku berteriak dengan marah. Para lelaki yang ada didesa juga ikut bersemangat. Bintang biru tahu kulit pucat yang dimaksud adalah orang – orang Eropa yang datang dan bermaksud menguasai wilayah indian. Perang pun terjadi. Para wanita dan anak kecil menunggu dengan cemas dirumah.
“Kita tak bisa berpangkuh tangan begitu saja. Ayo kita bantu pak Kaki bison dan Mata rajawali.” Bintang biru berkata pada para wanita yang tinggal didesa.
“Kita tak bisa berbuat apa – apa Bintang biru.” Ibu Embun pagi berkata dengan lirih.
“Tidak, kita bisa. Ayo semua yang mau ikut dengan ku. Yang bisa mengunakan tombak bawalah tombak, yang bisa memanah bawa lah busur dan yang bisa meramu obat bawalah obat untuk menyembuh kan para lelaki hebat kalian.”
“Ya, Bintang biru benar, ayo kita pergi.” Embun pagi pun menyetujui usul Bintang biru. Maka beberapa wanita muda dan juga gadis – gadis didesa itu pun berangkat menuju medan perang. Diperkampungan hanya tinggal wanita tua dan anak – anak kecil. Benar saja dugaan Bintang biru, para lelaki terlihat terluka tanpa ada yang merawat. Para wanita pun segera turun tangan. Perang semakin memakan banyak korban. Bintang biru sedih menyaksikan teman – teman yang dikenalnya menjadi korban. Tapi meskipun kalah dari jumlah maupun senjata, suku indian tak gentar.
“Ini bukan soal kalah atau menang, tapi kami ingin mempertahankan tanah leluhur kami.” Ucapan Kaki bison membuat semangat para prajurit suku indian makin berkobar semangatnya.

Akhirnya perang usai. Kekalahan diterima pihak suku indian. Jumlah korban yang jatuh tak sedikit. Korban dari kulit putih juga banyak. Kulit putih mengajukan genjatan senjata dengan syarat pihak suku indian mundur dan mereka akan diberikan sebuah wilayah yang luas. Semula pihak suku indian menolak tapi karena tak ingin ada lebih banyak korban lagi, Kaki bison menyetujui usul itu.
Mereka kembali ketanah kelahiran mereka bercampur dengan suku – suku indian lain yang telah dipukul kalah oleh kulit putih. Walau kalah, semangat para suku indian tak surut. Mereka bangkit dengan segera dan melakukan kegiatan sehari – hari dengan biasa.
Bintang biru menjadi takut dengan ramalan nenek sungai teduh, dia akan kembali kedunianya setelah perang usai. Kegelisahan yang sama juga melanda Embun pagi. Dia tak ingin kekasihnya pergi, tapi dia tak bisa merubah takdir. Entah mengapa pagi ini kedua orang itu terlihat suram. Bintang biru merasa hari ini lah dia akan kembali dan sepertinya Embun pagi juga merasakannya.
“Bintang biru ku, kamu akan pulang.”
“Tidak disini lah rumahku, rumah dimana ada kamu Embun pagi.” Perkataan Bintang biru sama sekali tak bisa membuat Embun pagi tenang.
“kamu tahu kan hari ini saatnya.” Mata sendu Embun pagi membuat hati Bintang biru sakit. Dipeluknya gadis yang dicintainya itu.
“Berjanjilah, kita akan bertemu dan bersatu.” Ucap lirih Embun pagi.
“Ya, aku berjanji Embun pagi. Jaga dirimu. Aku sangat mencintaimu.”
“saya juga sangat mencintaimu.” Mereka saling berciuman dan perlahan Bintang biru menghilang. Embun pagi hanya bisa menangis melihat kekasih hatinya menghilang dalam pelukannya.



Rea terbangun dengan posisi terbaring diatar tempat tidur. Matanya basah dan Rea tahu semua yang dialaminya bukan mimpi. Rea bangkit dan mencari buku itu, tapi buku itu telah menghilang. Bau tubuh Embun pagi masih melekat tajam. Rea hanya bisa termenung. Baju indian nya pun Rea simpan dengan rapi. Walaupun sedih Rea berusaha bangkit. Dia ingin setegar suku indian yang kuat. Hari – hari Rea pun berjalan kembali seperti semula.
Suatu minggu tiba – tiba Rea dikejutkan dengan bunyi ketukan pintu. Rea pun membuka pintu dan lebih terkejut lagi dengan sosok wanita yang mengetuk pintunya.
“Hai….saya tetangga baru.”
“oh….hai.” wajah wanita itu sangat mirip dengan Embun pagi.
“nama saya Adis. Ini the jahe sebagai salam perkenalan.” Lagi – lagi perkataan wanita itu membuat Rea kaget. Tapi Rea segera menguasai keadaan.
“Rea. Salam kenal dan silahkan masuk” Rea dan wanita itu pun masuk kedalam rumah Rea dengan senyum bahagia yang melekat dibibir Rea.

Kamis, 17 Maret 2011

Kota Kenangan II : End


Jasmine mencoba melawan. Digigitnya tangan lelaki yang membekap mulutnya.
"auw!SIALAN!" lelaki itu langsung menampar Jasmine. Bibir Jasmine berdarah. Dilepasnya kaus kaki dan disumbatkan kedalam mulut Jasmine. Jasmine ingin muntah dan meringis kesakitan dalam waktu bersamaan. Kirana menangis tak berani melawan. Para lelaki itu terus melajukan mobil kejalan yang makin lama makin sepi. Lalu mereka berhenti disebuah gubuk kecil. Tak ada rumah lain disitu. Mereka menyeret kedua gadis itu.

Kirana terus menangis. Mulutnya juga disumbat kaos kaki. "kita mulai dari gadis tomboy ini dulu. Dia dari tadi terlalu banyak tingkah!" seringai para lelaki itu membuat Jasmine ketakutan. Dia mencoba bangkit dan melawan tapi mereka lebih kuat. Kirana menangis dan teriakannya yang tertahan menyaksikan Jasmine digerayangi dan digilir. Dia ingin menolong Jasmine, tapi badannya terikat. Jasmine roboh tak berdaya. Airmata dan darah bercampur jadi satu. Tawa para lelaki itu seolah memenuhi gubuk kecil itu. Nafsu birahi mereka telah menggantikan akal sehat mereka.

Setelah puas memperkosa Jasmine para lelaki itu tersenyum senang. Jasmine tergeletak dengan baju yang telah koyak dan selangkangan penuh darah juga sperma busuk para lelaki bejat. Mereka mendekati Kirana.
"sekarang giliranmu manis." kekeh salah satu lelaki sambil menyentuh dagu Kirana. Kirana memberontak sejadi-jadinya dan para pemuda itu juga memegang erat Kirana agar tak bisa melawan.
"BRAKKK!!!" bunyi kayu yang dihantamkan kesalah satu lelaki membuat mereka kaget.
Jasmine dengan upaya terakhirnya bangkit dan mengambil kursi kayu yang memang ada diruangan itu. Lelaki yang dihantam langsung pingsan. Temannya yang lain merasa berang. Tapi Jasmine yang tak diikat mengamuk membabi buta. Dia berlari dan mengangkat apa saja yang ada diruangan itu dan melempari para lelaki itu. Meski mereka menghindar tapi ada juga yang kena. Dua teman mereka telah pingsan. Tanpa pikir panjang salah satu lelaki mengeluarkan pisau dari sakunya dan ketika berhasil mengepung Jasmine, ditusukannya pisau itu keperut Jasmine. Jasmine terdiam memandangi darah yang keluar dari perutnya. Kirana berteriak, teriakan tertahan yang begitu menyayat.
"IDIOT! KENAPA KAMU BUNUH DIA?" Teriak teman lelaki yang menusuk Jasmine. Karena merasa panik, mereka langsung kabur dan meninggalkan kedua gadis itu. Jasmine terjatuh dan darah terus mengucur. Pandangannya kabur. Tapi dia berusaha mendorong badannya mendekati Kirana yang masih terikat. Tangis Kirana menyaksikan orang yang ia cintai tersakiti membuatnya berusaha sekuat mungkin membebaskan diri dari ikatan ditiang. Dia terus berusaha biarpun pergelangan tangannya terluka karena itu. Jasmine sekarang sudah berada tepat didepan Kirana.
"Na....na...." Jasmine tak sanggup melanjutkan kata-katanya karena saat itu dia langsung ambruk.

Keesokan harinya Kirana dan jasad Jasmine ditemukan oleh orang yang kebetulan lewat dan mencurigai ada sesuatu yang terjadi dirumah gubuk tersebut. Tangis Kirana telah kering. Dia diam dan terpaku layaknya patung. Dua orang lelaki yang pingsan diringkus polisi sedangkan keempat temannya tak lama kemudian juga berhasil ditangkap.
Kirana mengalami tekanan batin yang sangat berat. Dia diungsikan keluarganya keluar negeri.

Kirana tersadar dari lamunannya. Dia telah sembuh satu tahun yang lalu. Dia kembali kekota ini bukan untuk mengenang tapi untuk membalas dendam. Dia telah mengetahui kelima pemuda itu bebas hari ini, sedang teman mereka yang menusuk Jasmine dijatuhi hukuman seumur hidup.
Kirana bangkit dan menyiapkan pistol yang dibelinya secara ilegal. Tak akan dibiarkan para lelaki busuk itu bebas begitu saja.
"Mimin sayang...tenanglah, Nana pasti tak akan membiarkan mereka bebas."

Kota Kenangan I


Kirana mematikan mesin mobilnya. Dia turun dari mobil dengan anggun. Setiap pasang mata memandang saat Kirana melangkah masuk ke lobi hotel. Decak kagum dan pandangan penuh hasrat dihadiahkan untuk kedatangannya.
"ada yang bisa saya bantu mbak?" resepsionis hotel bertanya dengan sopan. Bahkan wanita pun mengagumi kecantikan Kirana.
"saya sudah memesan kamar dua hari yang lalu. Atas nama Kirana Anggraini." resepsionis itu meneliti daftar tamu. Setelah menemukan nama Kirana, resepsionis itu menyerahkan kunci dan mengucapkan kata semoga Kirana merasa nyaman di hotel ini. Kirana melangkah ke dalam lift. Dia menolak bantuan bellboy, karena dia hanya membawa koper kecil dan tas tangan. Tanpa memperdulikan tatapan penuh kagum orang-orang, Kirana naik kelantai atas menuju kamarnya berada.

Kirana menghempaskan badannya diatas tempat tidur. Helaan napasnya yang kuat membuat Kirana terlihat sangat letih. Kota ini, kota yang penuh kenangan. Kirana sebenarnya enggan menginjakan kakinya lagi disini. Terlalu banyak kenangan pahit yang membuat Kirana merasakan kekelaman yang sangat. Jasmine...nama yg sanggup membuat debaran jantung Kirana berdenyut tak menentu. Dua tetes air mata membasahi pipi mulus Kirana. Kenangan yang ingin dilupakannya malah datang dan bagai film yang diputar dalam otaknya.

5 Tahun yang Lalu
"Nana sayang, jangan ngambek gitu dong. Mimin janji deh besok kita benar-benar pergi kepantai." Jasmine membujuk Kirana yang cemberut.
"Mimin jahat. Kan acaranya cuma sampe hari ini za. Besok mana ada lagi."
"xory sayang. Maaf ya. Aku juga gak mau keadaannya seperti ini sayang. Tapi Nana tau sendiri kerjaan aku tu memang kayak gitu. Please....jangan marah ya sayang." melihat wajah memelas Jasmine, Kirana luluh juga. Bagaimana pun dia mengerti pekerjaan Jasmine yang selalu menuntut banyak waktu.
"besok aku benar-benar cuti. Jadi aku bakal nemenin Nana seharian."
"janji ya. Awas kalo bohong lagi."
"janji! Aku bakal matiin handphone supaya gak da yang bisa hubungin aku." Nana akhirnya tersenyum. Dipeluk dan diciumnya pipi Jasmine.

Hari itu Jasmine mengenakan kemeja putih dan celana jins yang membuat tampilannya semakin macho. Kirana berseri-seri memandangi Jasmine.
"Nana manis, ayo kita berangkat tuan putri." Jasmine membungkukkan badannya dan mempersilahkan Kirana masuk kedalam mobil. Kirana terkikik geli.
"Mimin lebay. Tapi ganteng." Jasmine tersenyum mendengar ucapan Kirana. Dicubit pelan pipi Kirana. Hari itu mereka jalan-jalan mengelilingi kota dengan gembira. Waktu langit sudah gelap dan diganti dengan terang lampu jalanan, Jasmine memarkir mobilnya ditepi jalan. Jalanan terlihat sepi.
"senang sayang?"
"seneng banget. Makasih ya sayang." Kirana mendaratkan kecupan lembut dipipi Jasmine. Jasmine tersenyum dan mengangkat tangan Kirana, mengecup lembut jari-jari lentik Kirana.
"bahagia rasanya melihat Nana bahagia. Mimin mau buat Nana selalu tersenyum."
"Nana bahagia karena Mimin. Mimin udah sayang dan cinta Nana. Makasih ya sayang."
"ya sayang. Makasih juga uda mencintai Mimin." keduanya tersenyum lalu menyatukan bibir mereka.

Waktu sudah menunjukan pukul 00.30. Jasmine dengan enggan mengantar Kirana pulang.
"disini aja Min. Biar Nana jalan masuk sendiri." Kirana meminta Jasmine menurunkan dia didepan gang rumahnya yang memang kecil dan mobil tak bisa masuk.
"ya udah. Mimin antar ya."
"gak usah ah. Mimin pulang aja. Udah malem. Besok Mimin harus kerja."
"tapi gang nya sepi banget."
"gak pa-pa. Nana tiap hari lewat gang ini gak kenapa-kenapa kok. Udah ya sayang." Nana mendaratkan kecupan cepat dipipi Jasmine lalu turun dari mobil tanpa sempat Jasmine bantah. Jasmine mengalah tak ikut mengantar Kirana. Dipandangi tubuh kekasihnya yang berjalan memasuki gang. Entah datang dari mana, dua orang lelaki muncul dan menghalangi jalan Kirana. Dari dalam mobilnya, Jasmine bisa melihat kejadian itu. Dia segera turun untuk menolong Kirana.
"Hei! Jangan ganggu dia!" Jasmine membentak marah. Kedua lelaki itu memandangi Jasmine dan terkekeh.
"pahlawannya datang. Eh...cewek nih."
"tak kirain cowok. Mau digoda juga ya neng." tawa kedua lelaki itu membuat Jasmine geram. "Sana pergi. Jangan ganggu kami!"
"Min,udah biarin aja." Kirana berbisik dan menarik tangan Jasmine agar menjauh, tapi kedua lelaki itu malah menghalangi jalan mereka. Dan entah dari mana muncul lagi empat lelaki yang mengepung Jasmine dan Kirana. Belum sempat Kirana berteriak, mereka sudah membekap mulut Kirana dan Jasmine. Jasmine dan Kirana memberontak tapi keenam pemuda itu lebih kuat. Mereka membopong dan memasukan ke dalam mobil Jasmine.

Bersambung...

Sabtu, 26 Februari 2011

Reinkarnasi





Percayakah kamu pada reinkarnasi? Aku mempercayainya. Ingatan tentang kehidupan ku yang sebelumnya bermunculan bagai film yang diputar dipikiranku saat aku kelas tiga smp. Waktu itu aku tanpa sengaja mengalami kecelakaan yang hampir saja merenggut nyawaku. Dalam keadaan setengah sadar bayangan di kehidupan lampau menari – nari dibenakku. Aku ingat siapa dulunya aku dan tentang janji itu, janji yang aku dan dia ucapkan dimasa lampau. Dimasa lampau itu aku hanya seorang pesuruh sekaligus budak di rumah Tuan Belanda. Dimasa itu aku yang hanya anak desa tidak berani berbuat macam – macam. Aku hanya pria kecil dengan perawakan kecil pula. Tapi anak gadis tuan Belanda yang cantik itu sangat baik pada ku. Aku selalu menemaninya kemanapun dia pergi. Dan tanpa kami sadari benih – benih cinta tumbuh diantara kami. Kami bahagia tapi sekaligus sedih. Tanpa harus dibilang, kami pasti tak akan bisa bersama. Lalu dihari itu kami pun berjanji, janji yang melampaui masa.
“kamu tahu tentang reinkarnasi?”
“Renkarnasi? Apa itu?” Aku bertanya dan bingung. “Dulu aku punya seorang pengasuh dari India, dia menjelaskan padaku tentang reinkarnasi. Katanya setelah kita mati, suatu saat kita akan lahir kembali. Yang lahir kembali adalah jiwa kita dengan fisik  yang lain”
“hah?apa mungkin itu? Setahu ku setelah kita mati, ya sudah. Selesai lah hidup kita.”
“entahlah, aku juga tak tahu. Tapi seandainya itu terjadi, kita lahir kembali, apakah kamu akan tetap mencintaiku?”
“ya, aku akan tetap mencintaimu” aku menjawab dengan yakin. Dia tersenyum, senyum yang selalu membuat jantungku berdesir. “aku ingin lahir di negeri ini. aku tetap ingin menjadi seorang wanita.”
“tapi bagaimana kalau aku lahir menjadi wanita atau barangkali aku malah lahir jadi binatang?”
“maka tetap cintai aku dan cari aku. Aku ingin kita bersama, bersama selamanya.” Mata gadis ku berkaca – kaca, dia terlihat sedih. aku mengangguk, mengyakinkan dia. Hari itu kami berpegangan erat dan berjanji akan bersama dikehidupan selanjutnya. Hari terakhir dimana aku melihat dirinya, karena keesokan harinya perang pecah dan setelah itu aku tak tahu dimana keberadaannya. Sampai aku tua dan meninggal, aku tetap tak tahu keberadaannya.

“Kamu gila Ra. Sudah berapa wanita yang kamu sakitin hah? Sudah lah, akhir semua petualangan mu ini.” Kiki terlihat kesal. Aku menghela napas.
“aku enggak ada maksud mempermainkan wanita – wanita itu. Kamu tahu aku sedang mencari wanita ku, dia pasti…..”
“ya, reinkarnasi bodoh mu itu yang menyebabkan semua ini! Sira, aku ini temen mu makanya mau ngebilangin kamu. Cukup semua pencarian dan mimpi anehmu itu. Jangan permainkan hati wanita Ra. Hati wanita itu rapuh dan jika aku tahu kamu menyakitin wanita lagi, cukup sampai disini pertemanan kita.” Kiki yang memotong ucapanku berkata dengan tegas. Aku hanya bisa tertegun. Kiki yang penampilannya tak beda jauh dariku, wanita dengan gaya pria itu memang sangat menjunjung tinggi yang namanya cinta. Dia dan patnernya, Inabel, sudah bersama lebih dari lima tahun. Aku tahu dia kecewa padaku, tapi aku juga tak mampu untuk menghentikan pencarian wanita ku.
Entah sudah berapa wanita yang kujadikan kekasih. Yang pertama bernama Lola, dia adik kelasku ketika aku kelas III SMA. Senyum lola mengingatkan ku pada wanita ku. Aku sangat berharap Lola lah wanita ku. Tapi ternyata bukan. Setelah putus dari Lola aku berpacaran dengan Yuli, lalu Ikana, dan entah berapa wanita lagi. Setiap menemukan kemiripan dengan wanita ku, aku selalu mendekati mereka dan mengajak mereka berpacaran tapi hasilnya nihil. Terakhir, Amel yang menjadi kekasihku menghadiahkan tamparan saat kami putus. Katanya aku player tak punya hati. Ah…mengapa tak ada yang mau mengerti tentang hatiku. Aku mencari wanitaku.

Dia datang kemimpi ku. Dengan balutan gaun putih indah dan senyum yang masih sama. Dia menciumi pipiku. Katanya dia sangat merindukanku. Dia selalu menanti kedatanganku. Dia menangis. Aku menghapus air matanya lalu menciumi bibirnya lembut.
“tenanglah sayang, kita pasti akan bersama” dia menggeleng pelan. Isaknya semakin keras. Aku memeluk tubuh kecilnya. “aku mencintaimu.” Bisiknya lirih.
“Ya, aku juga mencintaimu sayang.” Semakin erat aku mendekapnya. “cari lah aku dirumahku.” Setelah ucapannya aku terbangun dengan keringat dingin membasahiku. Setelah sekian tahun, baru sekali ini aku memimpikannya. Terbersit rasa penasaran yang sangat. Aku bangun dengan niat untuk mencari tahu. Saat ku buka pintu rumah ku, Amel berdiri didepan dengan wajah yang tak dapat kutebak.
“Aku mau bicara.” Kata Amel. “Aku lagi buru – buru” jawabku.
“sebentar saja, aku ingin bicara. Penting.” Aku mengalah. Kuajak dia masuk. Kami berdiri, dia terlihat ragu, lalu mulai berkata, “Aku sudah dengar semuanya dari Kiki.” Dia melihat kearahku. Aku tentu kaget. Mengapa Kiki bercerita pada Amel. Padahal aku begitu mempercayainya.
“jangan salahkan Kiki. Aku yang mendesaknya. Katanya kamu hanya terjebak dalam masa lalumu. Dia minta maaf padaku. Katanya, jangan membencimu.” Aku terenyuh. Kiki yang selama ini mengejek dan mengatakan ceritaku hanya khayalan dan mimpi bodohku saja, ternyata membelaku.
“Ra, aku tak tahu harus mengatakan apa, tapi em… sampai kapan kamu akan mencari dia?”
“aku tak tahu Mel. Maaf,maaf karena aku telah menyakitimu, maaf untuk semua yang aku lakuin ke kamu.”
“dia belum tentu akan kamu temukan, aku masih mencintaimu Ra, aku mencintaimu sayang….” Aku menggeleng pelan. “Maaf Mel, aku menyayangimu, tapi tidak dengan cinta. Aku tak bisa mencintaimu. Hatiku telah di bawanya pergi. Maaf.” Kulihat Amel menitikkan airmata, tapi dia segera menghapusnya. Ketegarannya itulah yang dulu membuatku mengira dia wanitaku. “ya, aku tak mengerti, tapi sekaligus mengerti. Heh…Ra, kudoakan kamu segera bertemu dengannya. Kenalkan dia padaku jika kalian telah bertemu.” Amel tersenyum, aku membalas senyumnya. Setelah Amel pamit, aku pun melesat ketempat Kiki. Dia terlihat sibuk mengutak – ngatik komputernya. Waktu aku meminta tolong padanya, dia hanya memandangi sebentar, kemudian kembali mengutak – ngatik komputernya.
“Sob, aku serius. Tolong bantu aku mencari dimana lokasi rumah itu.”
“kamu pikir gampang apa mencari rumah yang sekarang entah sudah berubah menjadi apa. Bisa saja rumah itu sekarang sudah menjadi jalan atau barang kali sudah menjadi sungai. Gila!”
“please….Ki, kumohon. Kamu kan pintar mengutak – ngatik komputer, setidaknya kita usahakan dulu. Aku masih ingat nama jalan dan nomor rumah itu. Ya sob, pleaseeeee….”
“Ra, ra, kamu kalo enggak nyusahin aku keknya gak senang ya.” Kiki mendengus kesal, tapi dikerjakan juga permintaan ku. Kami sama – sama memandangi layar computer. Entah apa saja yang diketik Kiki. Aku bingung. Berjam – jam kami mencari. Saat Kiki mengumpat kesal dan saat aku hampir menyerah, kami menemukan rumah itu. Rumah yang telah menjadi bangunan lain.
“sepertinya ini sekolah atau asrama ya?” Kiki bertanya padaku sambil menatap layar monitor.
“Hem…mungkin.” Aku segera mencatat alamat tempat itu. “jangan bilang kamu mau kesana.”
“Tentu saja aku akan kesana. Untuk apa aku memintamu mencari rumah itu kalau aku tak akan kesana.” Kiki membuntutiku yang berjalan keluar dari kamarnya. “gila!” Kiki mengumpat tapi sekarang malah duduk didalam mobil ku. “mau apa?” tanyaku.
“Mau membuktikan kalo kamu itu gila!” dengusnya kesal. Aku tersenyum kecil. Aku tahu Kiki sebenarnya juga penasaran. Maka aku melajukan mobilku, dan siang ini kami tempuh untuk mencari rumah itu. Kami berputar dan bertanya pada penduduk disekitar sana. Akhirnya kami temukan juga rumah itu. Menurut penduduk disekitar situ, tempat ini dulu pernah dijadikan asrama putri, tapi setelah ada desas – desus tentang hantu dan penampakan yang sering terjadi, akhirnya tempat ini ditutup dan terbengkalai seperti ini, bangunan tua.
“Sob, kamu enggak salah. Kok lebih mirip rumah hantu. Seram…” Kiki bergidik ngeri. Tapi aku tak memperdulikannya. Seperti ada magnet yang menarik ku masuk kedalam. Aku berjalan tanpa takut.
“Sob…Ra…mau kemana? Gila, jangan masuk kedalam. Apa kamu tidak dengar apa kata ibu – ibu dipasar tadi. Rumah ini banyak hantunya.” Kiki menarik tanganku, tapi aku segera menepisnya. Ya, aku tahu inilah rumah wanita ku. Rumah dimana kami bertemu dan jatuh cinta. Suara itu, suara wanita ku. Ya terdengar jelas sekarang. Aku terus berjalan masuk tanpa memperdulikan Kiki.
“Ra…Woi….SIRA….SIRAAAAA….tunggu…”
Aku berjalan kedalam bangunan yang sekarang tak menyerupai rumah wanitaku.
Masuklah kekasihku, datanglah kekamarku……”  suara itu, itu adalah suara kekasihku. Aku berjalan menyusuri lorong – lorong gelap. Suara wanitaku menuntunku.
ya sayang, aku ada disini. Kemarilah…..”  ini? ini kamarnya. Kamar yang setiap pagi aku ketuk jendelanya untuk melihatnya senyumnya. “sayang…kekasihku. Aku datang. Dimana kamu?” kata ku lirih. Dia muncul dengan gaun putihnya, gaun yang dia kenakan saat kami terakhir bertemu. Wajahnya tampak pucat. Dia tersenyum padaku.
“aku tetap disini sayang. Tetap menanti kehadiranmu.” Tiba – tiba air mata membasahi pipinya. Dengan suara tercekat dia menceritakan semuanya.
“dihari terakhir kita bertemu dan berjanji, aku ketahuan oleh papaku. Dia mengikatku dan mengurungku didalam lemari. Aku sudah memohon untuk dilepaskan, tapi lalu perang pecah. Aku tak tahu kemana semua orang pergi. Lalu datang tentara Jepang. Mereka menemukanku. Mereka…tanpa melepas ikatanku mereka memperkosaku. aku tak tahu lagi, aki pingsan dan ketika sadar, aku telah berada dalam kegelapan. Mereka memenjarakan aku dalam tembok agar tak ada yang tahu perbuatan bejat mereka.”
Dia menangis, tangis yang begitu memilukan hati. Aku juga ikut menangis. Kupeluk dia. Aku merasa bodoh karena tak mencarinya waktu dulu. Kalau saja dulu aku tak ketakutan, tentu dia tak akan begini.
“Maaf…maaf untuk semua kebodohanku…maaf…” dia menggeleng. Lalu dikecupnya bibir ku lembut.
terima kasih karena tetap mencintaiku. Keluarkan jasadku lalu kuburlah. Mungkin dikehidupan ini kita masih belum bisa menyatu, tapi aku yakin dikehidupan selanjutnya kita akan bersatu. Maukah kamu tetap mencari aku?”
“aku akan tetap mencintaimu sampai kapan pun, dan kita pasti akan bersatu dikehidupan selanjutnya. Aku berjanji sayang.” Sama seperti dulu, dia tersenyum padaku lalu menghilang. Aku yang menangis disadarkan Kiki. Dia mengajak ku keluar dan tanpa berkata apa – apa kami mencari kapak dan martil besar. Dibantu oleh beberapa penduduk disekitar sana kami menghancurkan tembok rumah itu. Kutemukan tengkorak kekasihku, dengan gaun putihnya yang telah koyak dang usang. Lalu penduduk dan Kiki ternyata juga menemukan jasad lain. menurut orang – orang disekitar, mungkin itu adalah pembantu – pembantu wanita yang juga diperkosa dan dikurung dalam tembok. Kami pun bergotong royong mengubur dan mendoakan jasad – jasad itu. Wanita ku juga kukuburkan dengan layak. Entah lega atau kecewa, aku mendoakan agar wanitaku damai. Ku ciumi pusaranya, lalu berpamitan padanya. Sekilas kulihat bayangannya yang tersenyum dan melambaikan tangan padaku.
“Ya, kita pasti bisa bersatu kekasihku.” Aku tersenyum pada bayangan yang telah hilang.
“yuk pulang Ra.” Kiki yang dari tadi menemaniku, mengajak pulang. Aku mengangguk, lalu kami pun pulang.

Selasa, 15 Februari 2011

Cinta Selamanya

Saat awan kelabu menghiasi langit hatinya aku berusaha menghapusnya. Aku memohon pada matahari untuk menyinarinya lalu aku berusaha menghangatkan lagi hatinya. Ketika hujan turun membasahi bumi aku segera mengambil payung dan memayunginya. Tak kubiarkan setetes pun hujan mengenai tubuh indahnya. Dia lah wanita indahku. Senyum manisnya selalu mampu meredam amarahku. Dia memanggilku wanita perkasa, jagoannya. Aku bahagia mencintainya dan dia juga bilang kalau dia bahagia mencintaiku.

Lima bulan setelah kami berpacaran, kami pun memutuskan untuk tinggal bersama dirumah sederhana ku. Rumah yang tak semengah istana tapi akan mampu melindunginya. Aku juga memintanya berhenti dari pekerjaannya dan melanjutkan kuliahnya lagi. Dia masih mudah dan sayang rasanya kalau dia hanya bekerja sebagai penjaga toko kosmetik, padahal dia sangat pintar. Hidupku rasanya lengkap dengan hadirnya dirinya. Setiap bangun pagi selalu ada yang menyediakan sarapan dan setiap malam selalu ada yang bisa kupeluk.

“kuliahku sangat melelahkan, apa sebaiknya kita cari saja pembantu? Rasanya aku tak kan sanggup merapikan rumah lagi.” Katanya disuatu sore saat kami sedang duduk menikmati senja. “Tak perlu pembantu sayang, aku tak begitu suka ada orang lain berada dirumah kita. Biar aku saja yang mengerjakannya. Toh rumah kita tak begitu besar dan tak kan membutuhkan waktu yang banyak untuk merapikannya.” Dia langsung mengecup pipi ku.
“sayang baik banget. Nanti malam kita nonton yuk, udah lama enggak nonton” aku langsung mengiyakan ajakannya. Bahagia rasanya melihat dia tersenyum senang.

Suatu malamketika aku baru pulang kerja kulihat wajah cemberutnya. Aku memang telat pulang karena tadi banyak pekerjaan dikantor. “maaf sayang, tadi banyak banget kerjaan dikantor.” Dia masih cemberut “padahal udah kumasakin sup ayam kesukaanmu, jadi dingin deh.”
“biar aku panaskan ya sayang, aku juga belum makan. Maaf ya sayang” dia akhirnya tak cemberut lagi ketika aku memakan sup ayamnya dengan lahap. Sebenarnya tadi dikantor aku sudah makan, tapi aku tak ingin dia kecewa. Jadi aku memakannya meski perutku sudah kenyang. “Yang, aku benci banget deh sama Nila dan Yolanda. Masak mereka mamer – mamerin tas baru mereka, katanya aku tak akan sanggup beli karena aku Cuma anak miskin. Katanya sich tas nya Gucci asli, tapi mungkin aja itu cuma barang tiruan. Mereka juga mengejek handphone ku karena katanya udah ketinggalan zaman.” Dia bercerita panjang lebar ketika aku sedang menyendokan sup kedalam mulut ku. “jangan berteman sama mereka lagi sayang.”
“iiihhh…aku juga ogah temenan sama mereka yang. Aku cuma sebel aja sama sikap mereka. Pengen menutup mulut sombong mereka. Coba aku punya banyak uang, pasti aku udah beli yang lebih mahal dari yang mereka punya, pasti enggak bisa ngomong lagi mereka” aku melihat sinar kecewa dimatanya. Aku lalu memberinya kejutan keesokan harinya. Kubelikan tas dengan merk mahal juga handphone terbaru dan tercanggih.

Semakin hari dia jadi semakin cantik. Dia suka ke salon dan aku tahu itu dia lakukan untuk aku juga karena kau senang melihatnya menjadi cantik. Aku bekerja lebih keras agar dapat memberikan apa yang dia mau. Lembur pun ku lakukan agar gaji ku bertambah banyak. Aku tak segan – segan mengeluarkan uang ku untuk wanita indah ku karena ku tahu dia juga sangat – sangat menyayangi ku. Tapi dia berubah. Dia marah – marah. Katanya aku lebih mementingkan pekerjaan. Waktu ku habis untuk pekerjaan. Padahal ini semua ku lakukan untuk dia. Dia tak mau ku peluk lagi, sana peluk laptop ku katanya. Sedih rasanya. Tapi mungkin dia merasa cemburu karena kurang ku perhatikan. Aku lalu mencoba mengurangi pekerjaan ku. Sebisa mungkin kuselesaikan semua tanpa harus lembur. Aku pulang tepat waktu. Tapi mengapa sikap dia tetap dingin? Pertanyaan itu terjawab disuatu malam ketika aku baru selesai makan.
“aku mau putus.” Aku terkejut.
“Jangan bercanda sayang”
“aku enggak bercanda. Aku serius, aku mau putus!”
“iya aku tahu aku salah sayang, aku enggak akan lembur lagi. Aku akan lebih memperhatikan sayang.” Aku berusaha membujuknya untuk berubah pikiran tapi dia seolah tak mendengarnya.
“maaf, tapi aku sudah bosan dengan semua ini. aku mau putus.”
“sayang…kita bisa coba lagi. Aku akan berubah seperti mau mu ya sayang.” Tapi bujukan ku sama sekali tak mempan. Dia tetap pada pendiriannya. Walau aku menangis dan memohon padanya, dia tak memperdulikannya. Hatinya sudah mengeras. Cinta yang dulu ada sudah tidak ada lagi untuk ku katanya. Malam itu juga dia pergi, dia ternyata sudah mempersiapkan semuanya. Dengan taksi dia pergi meninggalkan ku terpuruk seorang diri.

Suram, hari ku terasa suram tanpanya. Aku malas melakukan apapun. Rasanya tak ada lagi semangat hidup. Pekerjaan pun tak ada yang beres ku lakukan. Teguran dari bos pun tak kuperdulikan. Teman – teman berusaha menyemangatiku tapi hati ku telah dia bawa pergi aku tak tahu sampai kapan aku bisa bertahan. Lalu kabar yang bagai sambaran petir disiang bolong itu datang menyengatku. Teman ku dengan sedih bercerita kalau dia melihat wanita indah ku sekarang telah punya kekasih lain. butcy keren dan kaya kata temanku. Aku tak terima, aku pun mendatangi wanita indah ku yang kini telah tinggal di apartemen mewah. Untung saja teman ku berhasil menyelidiki dimana wanita indah ku tinggal. Dia sendirian ketika aku tiba. Aku meminta penjelasannya. Dia terlihat acuh.
“Ya, aku selingkuh. Tapi jangan Cuma salah kan aku. Ini semua salahmu. Aku butuh perhatian tapi kamu malah sibuk dengan pekerjaan.”
“Tapi aku lakukan semua untuk kamu sayang, aku bekerja lebih keras agar bisa membelikan apa yang sayang mau.”
“jangan panggil aku sayang. Aku bukan pacarmu lagi. Dan jangan memberikan alasan demi aku. Salahmu sendiri kenapa gaji mu sedikit sehingga harus bekerja keras baru bisa mendapat uang yang lebih banyak.” Kata – katanya bagai menusuk jantung ku.
“tapi dulu kamu bilang mau menerima ku apa adanya.”
“itu dulu. Cinta saja tak akan cukup! Aku bahagia dengan pacar baru ku. Dia selalu punya waktu untukku dan dia juga bisa memberiku apa saja tanpa harus meninggalkan ku.”
“sayang…kumohon kembali lah dengan ku. Aku mencintaimu…” sama seperti malam itu, dia tak menggubris perkataan ku.
“Hei…kamu budek atau apa. Aku sudah tak mencintaimu. Pergi lah dari sini sebelum kesabaran ku habis. Pergilah sekarang atau aku panggil satpam.”
“tapi sayang….”
“KELUAR!!!!” teriakkan nya membutakan hatiku. Amarah naik dan memenuhi otak ku. Kupukul dia dengan lampu meja yang terletak dimeja yang berada disampingku. Dia pingsan dengan darah yang mengucur. Jantungku berdetak dengan cepat. Entah apa yang telah terjadi, aku bagai robot yang bergerak tanpa diperintah otak ku. Dengan segera aku mengulung dirinya dalam kain gorden. Aku membawanya keluar dan berusaha menghindari bertemu siapa pun. Untung saja satpam bisa kukelabui. Dia lalu kutaruh dalam mobil ku. Aku melaju kencang dan menuju luar kota. Pikiran ku sudah tak bisa berpikir logis lagi. Aku tak tahu lagi apa yang kurasakan. Kubawa dia kerumah yang ku beli didesa terpencil. Sebenarnya rumah ini mau kuhadiahkan untuknya di hari ulang tahunnya bulan depan. Tak ada yang tahu tentang rumah ini selain aku. Aku membawanya keluar dan masuk kedalam rumah itu. “lihat sayang ini akan menjadi rumah kita selamanya. Kamu pasti senang.” Dia tak menyahut. Kumandikan dia lalu memakaikan pakian terbagus ketubuhnya. Diatas tempat tidur aku memeluknya. “tenang lah sayang aku sudah memaafkan mu, aku tahu kamu Cuma khilaf. Ya kita akan bersama selamnya disini. Selamanya sayang.” Aku memeluk tubuh dinginnya. Kini kami telah bersama dan tak aka nada lagi yang bisa memisahkan kami. Aku memeluknya terus dan tak perduli siang telah berganti malam, dan hari telah berganti minggu. Waktu seolah berhenti bersama kami. Aku bahagia karena dia sekarang telah bersamaku. Kami akan tetap bersama. Selamanya.

Mendadak Mati

Aku hanya wanita biasa dengan penampilan yang biasa saja.  Kata teman kerja ku aku kurang memperhatikan penampilan. Ya memang. Rasanya tidak ada gunanya, toh aku ini jelek dan tak berharap punya kekasih. Aku senang hidup seperti ini, tenang, damai dan tak terganggu dengan yang namanya pacaran. Bagi ku itu lah arti hidup sempurna dan seharusnya hidup ku sudah sempurna, seharusnya… tapi dia telah merubahnya, dia membuat hidupku jadi kacau. Namanya Lena. Dia meninggal kemarin pagi karena kecelakan mobil. Aku mendengar kabarnya dari rekan kerja ku, Lena bermaksud menyeberang jalan tapi ternyata ada supir truck yang mabuk dan menabraknya. Dia tewas seketika. Aku tak mengenalnya, yang ku tahu dia bekerja di butik depan toko tempat ku bekerja. Dan sekarang dia ada dihadapan ku, berdiri, bukan dia melayang didepanku. Seharusnya aku menjerit tapi wajahnya yang cantik sama sekali tak membuatku takut.
“oke, kamu sudah mati jadi kenapa datang dan mengganggu aku?”
“Aku tak tahu. Cuma kamu yang bisa melihatku.” Katanya lirih. Wajahnya terlihat pucat.  Ini kah yang namanya penampakan? Yang benar saja! Seumur hidup aku belum pernah melihat hantu atau sejenisnya dan aku juga tahu kalau aku tak punya indera keenam. Apa salah ku sehingga bisa melihat roh Lena?
“Apakah tanpa sengaja aku pernah menyakitimu?” Tanya ku pada Lena. Dia mengelengkan kepalanya. Ini makin aneh, jadi mengapa aku dihantui? “Atau mungkin ada suatu hal yang belum kamu laksanakan semasa hidup dan membuatmu tak bisa pergi?” pipinya bersemu merah. “Mungkin” dia menundukan kepalanya dan menjelaskan pada ku. “aku jatuh cinta pada seseorang dan sampai aku meninggal aku belum menyampaikan hal itu padanya.”
“siapa dia? Apa aku mengenalnya?”
“Dia bekerja ditoko yang sama dengan mu.” Ketika kudesak dia untuk menyebutkan siapa orang itu, dia hanya menggeleng dan tak mau bercerita lebih. Lena terlihat malu. Ah… ternyata wanita secantik dia bisa juga malu kalau menyangkut cinta. Tapi tidak ada salahnya membantu dia, hitung – hitung beramal.

“Yang mana?” bisik ku. Aku tak mau dikira orang gila karena berbicara sendiri. Lena menguntit dibelakangku. “Itu, itu…” katanya dengan menggebu – gebu. Aku segera melihat arah yang ditunjuk Lena. Juan? Aku memandang aneh kearah Lena, tapi dia hanya tersenyum. Ya Juan memang keren dan terlihat menarik. Dia juga ramah, tapi dia kan wanita? “kamu lesbian?” dalam keadaan berbisik aku bertanya pada Lena, Lena menggangguk dan tetap memandangi Juan. Aku menelan ludah. Selama ini aku memang tak mempermasalahkan orientasi seksual seseorang, aku cukup fair dengan semua orang tapi mengenal langsung rasanya agak aneh. Lena terlihat cuek meski aku sudah tahu kalau dia seorang lesbian, ya mungkin juga karena dia sudah mati jadi dia tak memperdulikannya. “Dia ganteng ya. Dia juga baik.” Deg…tiba – tiba jantung ku berdebar. Aku memandangi Lena. Dia sedang menatap Juan. Makin lama debaran jantung ku makin cepat. Tidak menyakitkan malah sangat…em…indah. Inikah yang namanya cinta? Tanpa Lena sadari dia telah menyalurkan debaran jantungnya ke jantungku. Pipi ku terasa bersemu merah. Lena terus memandangi Juan.

Aku berbaring terlentang diatas tempat tidur ku. Lena berbaring disamping ku.
“aku jatuh cinta pada nya tepat pada hari itu. Dia tanpa ku minta langsung membantu memugut baju – baju butik yang baru aku ambil dari rumah bos ku. Ketika itu aku barang bawaan ku memang banyak. Saat akan memasuki toko baju – baju ditanganku tanpa sengaja jatuh berserakan. Dia langsung membantuku dan saat menatap matanya lah aku jatuh cinta.”
“Bukan kah itu hanya hal kecil?”
“bagi ku tidak, dia begitu baik.” Aneh, aku sama sekali tak mengerti dengan pemikiran Lena. Bisa saja Juan itu penjahat yang tiba – tiba membantunya. Hal itu terasa konyol bagi ku.
“Kamu belum pernah jatuh cinta, makanya kamu tak tahu rasanya.” Lena seperti bisa membaca pikiran ku. Aku hanya mendengus kesal. “La, bantu aku ya untuk menyampaikan perasaan aku pada Juan.”
“hah? Kamu enggak salah? Bisa – bisa aku dikira orang gila.”
“La, bukan kah kamu sendiri yang bilang kalau mau membantuku? Apa kamu mau aku terus menghantui hidup mu?”
“Jangan mengancam ku.” Aku memberengut kesal, tapi Lena malah terkekeh. “Bukan mengancam. Kamu sich gak konsisten.  Kemarin bilang mau bantu, sekarang nolak.”
“Aku akan dikira gila, aku harus menyampaikan rasa cinta dari perempuan yang sama sekali tak kukenal pada seorang wanita juga. Bisa – bisa nanti aku yang dikira lesbian. Aku masih waras.”
“Aku juga bukan orang gila. Lesbian itu bukan penyakit!” Lena terlihat kesal dengan kata – kata ku.
“maaf, aku tak bermaksud begitu. Aku tak ada masalah dengan lesbian maupun homo hanya saja aku bingung harus bersikap seperti apa.”
“ya aku bisa mengerti. Lesbian atau bukan, cinta ini tulus La. Aku mencintai Juan tanpa berharap lebih. Aku hanya ingin dia tahu perasaan ku.” Mata Lena jadi berkaca – kaca dan hal itu membuatku tak tega. Cinta itu ternyata rumit dan juga tak rumit. Oke, aku sendiri juga bingung dengan cinta itu.

Diruang istrirahat, aku memanggil Juan untuk membicarakan sesuatu. Lena berada disampingku. Debaran jantungnya masih mempergaruhi jantungku. Sensasi indah itu kembali masuk kedalam diriku. Semula aku menyuruh Lena untuk masuk saja ketubuh ku, tapi Lena menggeleng, katanya umur ku bisa berkurang karena hal itu, dia sudah cukup merepotkan ku dan dia tak ingin penolongnya mati muda. Juan berdiri dihadapan ku. Kalau dilihat Juan sebenarnya biasa saja, penampilannya yang seperti lelaki memang membuat dia keren, kalau dia lelaki dia mungkin jadi lelaki manis. Lena mencolek bahu ku.
“La, ayo….” Lena menyuruhku untuk segera berkata. Matanya seolah memohon padaku. Aku menarik napas dan siap untuk mengatakan semuanya pada Juan. “em… kamu pasti bingung ya kenapa aku mengajakmu bicara, gini…em kamu kenal Lena? Dia bekerja dibutik yang ada di depan toko kita.”
“ah..ya aku tahu dia. Bukan kah dia baru meninggal? Em…tiga hari yang lalu kalau tidak salah.” Aku mengangguk lalu menjelaskan semuanya pada Juan. Dari pertemuan ku dengan roh Lena sampai cinta terpendam Lena padanya. Juan terlihat kaget, tapi tak ada kemarahan atau rasa tidak percaya.
“aku… terima kasih. Lena ada disinikan? Tolong bilang terima kasih atas cintanya. Aku merasa tersanjung” aku memandang Lena yang berada disamping ku. Matanya berair. Kelegaan nya bisa dia rasakan. “aku tak tahu harus mengucapkan apa lagi. Aku masih ingat ketika aku menolongnya. Ah…ya, terima kasih.”
“Lena mendengarnya dan dia juga bilang terima kasih karena kamu mau mendengar semua ini dan percaya.” Meski Lena tak berkata apa – apa tapi aku bisa merasakan apa yang ingin diucapkan Lena. Lena masih menangis meski Juan telah pergi.
“makasih La, makasih untuk semuanya. Aku tenang sekarang.” Lena tersenyum padaku dan aku membalas senyumnya. “selamat tinggal La.” Perlahan bayangan Lena mengabur. Dia menghilang dari hadapan ku seketika. Lena…semoga kamu damai. Senang bisa mengenalmu.

Oke, sekarang aku akan melanjutkan hidup ku yang damai lagi, sekarang….. tapi mengapa banyak sekali hantu wanita dan pria yang bermunculan dikamar kost ku. Wajah mereka bukan hanya cantik tapi ada juga yang menyeramkan.
“Katanya kamu bisa membantu menyampaikan sesuatu, tolong bilang pada anak ku kalau uangnya disimpan di balik lukisan”
“Tolong bilang pada istri ku aku minta maaf.”
“bantu aku untuk bilang cintaku pada kakak kelas ku”
Aaaaaarggggghhhh…. Kenapa jadi begini???????