Serpihan kata, coretan kalimat, lukisan kisah, bertaburan dan berdentam mengukir cerita tentang detak jantung terkasih.
Sabtu, 17 Desember 2011
Duyung di Lautan - End
Desir angin malam yang dingin dan menusuk sampai ketulang tak membuat Kana menyurutkan langkahnya. Emosi didalam hatinya siap tumpah bagai seekor banteng yang siap menyerang sang matodor.
Gemerisik pasir pantai dibelakangnya sama sekali tak mengusik Kana. Dia terlalu terpaku pada lautan.
"mau kemana kak?" Hendu yang sekarang menjajari langkah Kana bertanya dengan cemas.
"mau menuntaskan dendam masa lalu" jawab Kana datar.
"dendam apa? Yang benar saja kak, ini sudah larut malam. Bahkan bintang pun telah terlelap."
"pulanglah. Biar aku selesaikan semua ini. Kesalahan yang kubuat sehingga kita harus menjadi yatim." kecemasan Hendu kini berubah menjadi rasa gusar. Rasa gusar yang sama ketika ayahnya pergi dan tak pernah kembali lagi.
"jangan aneh-aneh kak. Ayo kita pulang. Cukup ayah saja yang pergi." tapi Kana seolah tak mendengar permintaan Hendu, dia tetap melangkah ke arah lautan. Hendu mengejarnya, tak membiarkan kakaknya pergi begitu saja.
"aku tak akan membiarkanmu pergi sebelum kamu ceritakan apa yang sebenarnya terjadi."
Hendu menarik tangan Kana, meng hentikan langkahnya. Kana menghela napasnya, tahu Hendu serius dengan perkataannya. Kana pun menceritakan semuanya. Tentang petualangan semalamnya dilautan, tentang sang ayah yang mencarinya dengan cemas, tentang raja duyung yang marah, tentang topan yang menelan sang ayah, tentang tangis tanpa suara, dan tentang ingatannya yang hilang bertahun-tahun yang lalu.
Terkejut, seharusnya itu yang didapati Kana diwajah Hendu. Tapi tidak, saudaranya setenang langit cerah. Salahkah mata Kana memandang atau Hendu terlalu pintar menyimpan mimik wajahnya?
Hendu menyisir rambutnya dengan jari. "seharusnya aku menceritakan padamu tentang semua ini. Salah ku memang. Aku hanya ingin kamu tenang. Apalagi baru dua minggu Bunda meninggal." perkataan Hendu malah semakin membuat Kana bingung. Seperti benang kusut, Kana tak mengerti ucapan Hendu.
"apa maksudmu Du?" kali ini Hendu yang menghela napasnya dan bercerita. Cerita yang sebenarnya baru dia ketahui dua bulan yang lalu, kisah yang dituturkan sang Bunda sebelum meninggal.
"dulu ayah kita adalah seorang kapten kapal yang sangat suka berpetualang. Suatu hari kapal ayah diamuk badai. Awak-awaknya menghilang ditelan ombak. Hanya ayah yang selamat dengan bantuan sebuah papan bekas pecahan kayu. Seharian ayah terbawa arus kesana kemari sampai suatu malam putri duyung muncul dan menolong ayah. Ayah diantarnya sampai ketepi daratan. Ayah tentu tak melupakan budi sang putri duyung. Diam-diam ayah menemui putri duyung dan benih-benih cinta pun mulai tumbuh diantara mereka"
"kamu mendongeng?" Kana mengintrupsi cerita Hendu. "dengarkan saja." Kana terdiam dan Hendu melanjutkan ceritanya.
"tapi manusia dan duyung tak mungkin bersatu. Kecuali si duyung berubah menjadi manusia. Maka putri duyung pun menemui penyihir lautan. Memohon dalam tangis pada sang penyihir. Penyihir yang tak tega tapi juga terbatas kekuatannya berjanji menolong putri duyung. Putri duyung akan jadi manusia, tapi hanya mampu bertahan sampai umur 50 tahun. Dan sang penyihir juga meminta mereka menyediakan mayat seorang wanita pengganti putri duyung. Karena penyihir tak ingin menghadapi kemarahan raja duyung jika ia tahu putrinya berubah menjadi manusia. Putri duyung pun menceritakan pada ayah. Ayah mencari mayat, tapi karena tak menemukan mayat ayah pun menangkap seorang wanita tak dikenal lalu dibunuh. Wanita tak dikenal itu diubah menjadi putri duyung yang mati karena mengejar manusia kedaratan. Ayah dan putri duyung asli yang telah menjadi manusia pun menikah dan mempunyai anak kembar. Lelaki dan perempuan."
Mendengar cerita Hendu, kaki Kana menjadi lemas. Dia jatuh terduduk.
"maksudmu bunda adalah putri duyung?"
"ya. Bunda menceritakan padaku. Dia ingin aku menceritakan padamu. Dia tak ingin kita memiliki dendam. Kata bunda mungkin kematian ayah adalah hukuman karena ayah telah menghilangkan nyawa orang lain." Hendu berjongkok dan memeluk kakaknya.
"dendam tak akan menyelesaikan masalah kak. Bunda berpesan agar kita hidup bahagia. Jangan terus melihat masa lalu. Bunda bahagia memiliki ayah walau sebentar dan bunda lebih bahagia memiliki kita." tangis Kana pecah dibahu Hendu. Dia memeluk Hendu dengan erat.
"maafkan Kana ayah, maaf kan Kana bunda. Kana cinta ayah dan bunda. Maafkan aku dik."
"ya, tak ada yang perlu dipersalahkan kak."
Pagi menjelang, merobek tabir malam. Kana menaiki perahunya menuju tempat pertemuaannya dengan Purple. Putri duyung seperti tahu Kana akan datang, dia menanti dengan senyuman manisnya.
"kamu tahu ya kalau bunda adalah putri duyyung?"
Purple mengangguk. "aku adik bungsu kesayangan bundamu. Dia menceritakan semua padaku. Membawamu dan adikmu menemuiku ketika kalian masih bayi. Kakak kadang rindu pada lautan. Dan dia bernyanyi diatas perahu sambil menina bobokan kalian. Aku selalu menjaga agar duyung-duyung yang lain tak tahu keberadaan kakak."
"aku ingin berenang, sudah begitu lama tubuhku tak mencicipi lautan." Kana terjun kelautan. Dengan kaus dan celana yang masih dipakainya. Mereka berenang beriringan. Bagai dua ekor ikan yang menari dilautan. Kepala Kana muncul dilautan.
"kasihan Hendu dia menikah disaat bunda akan meninggal. Permintaan bunda melihatnya menikah dia turuti."
"tapi bukankah Hendu bahagia dengan istrinya?" kepala Purple muncul disamping Kana.
"ya, mereka bahagia. Aku baru tahu mengapa bunda menyuruhku sekolah ditempat yang tak ada lautnya."
"ya, kakak takut Kan teringat kejadian itu dan jadi trauma."
Kana memandangi wajah Purple.
"mengapa hanya aku yang kamu ajak berteman?"
"karena kamu menarik Kan. Sama seperti kakak saat bertemu dengan ayahmu. Sejak aku melihatmu sewaktu bayi, kamu sudah menarikku Kan."
"aku wanita Purple. Dan aku juga baru patah hati."
"oleh wanita juga kan? Dialamku kami bebas memilih. Dan satu lagi, kami tak akan jahat jika manusia tak jahat pada kami."
"hem...menarik. Kalau aku berbuat begini?" Kana mengecup lembut bibir Purple. "apa yang akan kamu lakukan?" bisik Kana saat melepaskan kecupannya.
"inilah yang akan aku lakukan." Purple merangkulkan lengannya keleher Kana, membalas kecupan Kana. Terasa asinnya laut dan hangat saat bibir mereka saling bertautan.
"ngomong-ngomong berapa si umur mu sebenarnya? Dan bisa dibilang kamu ini bibi ku ya kan." mendengar pertanyaan Kana, Purple tertawa. "bukankah sudah terlambat kamu bertanya seperti itu setelah mencium dan membelai tubuhku?"
"hanya sekedar ingin tahu saja." Kana menyeringai.
"oh ya satu hal lagi, bisakah kita menemui penyihir lautan?"
"kamu mau memintanya mengubahku menjadi manusia?"
"tidak. Aku akan memintanya merubahku menjadi duyung. Ekormu begitu indah, sisikmu begitu berkilau aku tak mau mengubahnya. Dan aku juga sangat mencintai lautan." Kana berkata dengan ringan seolah semua itu hal yang biasa.
"kamu serius Kan?"
"ya Purple, putri duyung ku. Seserius cinta ku pada mu."
Keduanya saling memandang dan kembali saling berciuman.
TAMAT
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Yeay happy ending
BalasHapusIni Sapa ya?
BalasHapus