Jihan duduk
di atas batang pohon yang melintang seperti jembatan. Di bawahnya terlihat air
sungai mengalir dengan tenang. Sesekali daun kering ikut berlayar bersama arus
sungai. Jihan menggoyang – goyangkan kakinya, menikmati semilir angin yang
tercipta di hutan tempat dia menyepi. Berbagai macam bayangan melintas tak
tentu arah dalam benaknya. Jihan tertawa kecil mengingat tentang Sita, ya Sita,
nama yang terus berdengung ditelinganya. Sosok seorang gaids mandiri yang
bertubuh kecil tapi cekatan tak pernah absen hadir dipikirannya. Mengingat Sita,
Jihan bisa membayangkan Sita pasti merutuk kesal pada Jihan. Sita akan protes
karena Jihan memilih tempat menyepi di hutan yang letaknya pun entah
dibelantara mana, bukannya di tepi pantai seperti yang sering diceritakan
dinovel – novel romantis atau drama – drama percintaan.
“Huh...dasar
perusak suasana. Seharusnya Gil mengingatku dengan cara berjalan di tepi
pantai. Memandangi ombak yang melompat – lompat, duduk di atas pasir pantai
menanti matahari terbenam. Gil gak romantis!” Pasti kata – kata itu yang bakal
keluar dari mulut Sita kalau tahu dimana Jihan sekarang. Ah Sita, mengapa
dirinya begitu sulit melupakan gadis itu. Enam bulan lebih Sita berpetualang
dari satu tempat ke tempat lain tapi sosok Sita tetap setia mengikutinya. Sakit
untuk diingat tapi bahagia menyadari kenangan tentang Sita masih abadi. Panggilan
sayang mereka pun masih Jihan ingat. Jihan memanggil Sita dengan Cil yang dia
ambil dari kecil sedangkan Sita juga tak mau kalah dia memanggil Jihan Gil yang
berasal dari kata Gila. Jihan hanya tertawa mendengar asal muasal kata
sayangnya dan membiarkan Sita memanggilnya Gil.
“Gil, lihat
hujan. Duh enaknya.” Jihan berjalan mendekati Sita yang sedang duduk memandangi
hujan dari kaca jendela.
“Apanya yang
enak? Hujan itu menyusahkan Cil.”
“huh, Gil
payah. Hujan itu buat suasana jadi romantis.”
“Romantis
dari Hongkong! Duh Cil, kamu itu udah kebanyakan baca novel cinta – cintaan tu.
Coba bilang dimana letak nya sisi romantis si hujan?”
“Payah,
payah, payah. Gil payah! Gini ya Gil sayang, ceritanya ni ada sepasang kekasih
yang sudah lama berpisah, mereka berjalan dari sisi yang berlawanan lalu hujan
turun. Dengan payung masing – masing mereka tetap berjalan dan sampai diatas
jembatan. Keduanya pun bertemu dan saling terkejut, tapi cinta mereka lebih
kuat, maka dilemparnya payung mereka dan dibawah hujan mereka berpelukan. Tamat.”
Cil mengakhiri ceritanya dengan dramatis dan membuat Gil tertawa terbahak –
bahak.
“Hahahahahaahaha.........
lucu – lucu. Hahahahaha..........” Mendengar tawa Gil, Cil jadi cemberut.
“Hahhahahaha...ups
sorry sayang, hanya saja cerita Cil menggelikan. Coba bayangkan saat mereka
hujan – hujanan sambil berpelukan ada
petir datang menyambar. Gosong deh tu. Terus kalo setelah mereka hujan –
hujanan jadi sakit, demam lalu keduanya masuk kerumah sakit, lalu demamnya
malah tambah parah dan tidak sembuh, mati dua – duanya. Lah, mana coba sisi
romantisnya, wong semua akhirnya sedih kayak gitu.”
“Gil gila,
sinting. Manusia gak romantis! Edan!” Dan perkataan Sita hanya disambut tawa
kemenangan Jihan.
Tulisan ntan.... makin hari makin keren:)
BalasHapustulisan bagus....dijadikan novel atau kumpulan cerpen saja pasti semakin menarik :)
BalasHapusZhu....ini Silver :D makasih.
BalasHapusKak Raa, menarik becak maksud nya :p makasih kak Raa.