Minggu, 15 Desember 2013

PERMAINAN



Aku sedang melakukan suatu permainan. Permainan yang pasti pernah dilakukan oleh setiap orang, ya walaupun tidak semua orang mau mengakuinya. Permainan ini tidak rumit tapi tidak juga mudah. Aku sudah sering memenangkan permainan ini dan rahasianya tentu saja tidak akan kuberitahu. Baiklah, aku akan bercerita tentang salah satu kisah saat permainan ini kulakukan. Simak dan lihat saja sendiri apa rahasia dalam memenangkan permainan ini.

Akisa memandang senang saat pesan singkat dari Regi muncul di handphonenya. Sudah dua minggu Akisa dan Regi bertukar sapa di facebook maupun twitter dan baru ini Regi memberanikan diri meminta pin BB Akisa. Canda, celotehan dan entah bahasan apa saja mereka obrolkan sampai Akisa lupa sudah berapa jam dia dan Regi saling berbalas BBM. Akisa menaruh harap pada Regi. Sosok wanita yang menurut Akisa dewasa, cerdas juga humoris. Semula Akisa terjun ke dunia maya hanya untuk mengenal lebih jauh dunia yang selama ini takut untuk diakuinya tapi semakin lama semakin Akisa tidak bisa membohongi kalau dirinya adalah wanita pecinta wanita. Mengenal sosok Regi yang bijak juga selalu memperingati Akisa tentang bahaya dunia maya makin membuat Akisa menyukai Regi. Tapi Akisa hanya berani berharap, tidak ingin merusak pertemanan yang telah terjalin.

Hujan mengguyur kota Akisa dengan deras. Sebersit cemas hadir saat Akisa memandang dari kaca jendela. Cafe ini sepi dan memang itu yang diharapkan Akisa tapi hujan bukan yang diharapkannya. Akisa takut Regi tak jadi datang, apalagi jarak kota Regi dan kotanya dua jam perjalanan. Semalam Regi berkata akan menggunakan sepeda motor dan itu makin membuat cemas Akisa kalau Regi membatalkan pertemuan pertama mereka. Saat sebuah sosok wanita yang Akisa tahu adalah Regi masuk kedalam cafe, Akisa langsung tersenyum senang. Kecemasannya tidak terbukti. Meski bahu jaketnya sedikit basah tapi Regi datang juga.
“Hujannya deras banget. Sorry ya telat.”
“Enggak apa – apa kok. Tahu nih, kok malah hujan hari ini.” dan percakapan mereka pun mengalir, melebur seolah mereka sudah sering bertemu.

Yusi, gadis yang menurut Akisa lembut dan pemalu hari ini menampilkan status penuh dengan kemurungan. Akisa mengerutkan dahi saat membaca status Yusi. Mereka sudah saling mengenal dan rasanya sudah sepatutnya Akisa bertanya ada apa.
“Maaf ya, tiba – tiba langsung meminta nomor handphonemu. Rasanya tidak enak mengobrol melalui chat FB.” Suara lembut Yusi menyapa Akisa setelah Akisa memberikan nomor handphonenya tadi saat mereka berbalas pesan.
“Enggap apa – apa kok. Aku malah senang kamu mau bercerita. Setidaknya aku berharap setelah kamu bercerita, kamu tidak murung lagi.” Akisa berucap tulus.
“Saya mulai dari mana ya, hem...sebenarnya ini masalah dengan teman FB juga. Kamu pasti tahu Ela kan? Saya dan Ela bertengkar. Dia menuduh saya merebut pacarnya.” Tentu Akisa tahu siapa Ela. Ela adalah kakak angkat Yusi dan ucapan Yusi membuat Akisa heran. Biasanya mereka terlihat akrab di FB.
“Maaf kalau saya lancang, tapi apa kamu memang merebut pacar Ela?”
“Saya tidak merebut. Pacar Ela sendiri yang mendekati saya, dia bilang dia dan Ela bertengkar jadi saya hanya menasehati dia. Saya tidak tahu kalau akhirnya pacar Ela jadi menyukai saya. Saya sudah menjelaskan semua itu pada Ela tapi dia tidak peduli. Saya bahkan tidak berpacaran dengan pacarnya.” Tiba – tiba Akisa mendengar tangis Yusi dari seberang telepon. Hati Akisa terenyuh.
“Ini hanya salah paham. Yang sabar ya. Semoga Ela bisa mengerti.”
“Iya, makasih ya kamu sudah mau mendengar cerita saya.”
“Sama – sama. Kita kan teman jadi kapan pun kamu mau cerita, silahkan saja.”
“Kamu juga Akisa, kapan pun kamu mau cerita saya selalu siap.”

Semenjak itu Akisa dan Yusi mulai akrab. Akisa menilai Yusi adalah teman yang baik. Karena pertemanan mereka pula, Regi jadi berubah sikap. Marah dan cemburu.
“Kamu dan Yusi pacaran?” pertanyaan itu langsung terlontar begitu mereka bertemu kembali di cafe yang sama.
“Pacaran? Hahaha....ya enggak lah. Yusi itu sukanya Butchi, aku juga. Kami sama – sama femme jadi bagaimana kamu bilang pacaran.”
“Tapi kalian akrab banget. Kalau aku bbm pasti kamu bilang tadi si Yusi habis telepon.” Nada suara Regi masih terlihat kesal.
“Kamu cemburu ya?” dan pertanyaan yang dilontarkan Akisa sontak membuat pipi Regi memerah. Akhrinya Regi menganggukkan kepala. Dia memberanikan diri mengucapkan perasaannya pada Akisa.
“Aku suka kamu Sa. Jatuh cinta sama kamu.” Kali ini pipi Akisa yang memerah dan ketika Regi memintanya menjadi gadisnya, Akisa langsung mengiyakan. Dia juga memiliki perasaan yang sama terhadap Regi.

“Jadi kamu dan Regi sudah jadian? Selamat ya.” Nada riang Yusi makin membuat hati Akisa berbunga – bunga. Begitu pulang dari cafe, Akisa langsung mengabari Yusi. Dia ingin berbagi kebahagian.
“Saya jadi ingin ketemu sama kamu dan Regi deh. Ingin melihat pasangan berbahagia.”
“Gimana kalau kita janjian ketemuan? Bulan depan aku mau ke kota Regi, kamu mau tidak kesana juga? Kan tidak jauh dari kotamu.” Akisa mengusulkan. Mengingat kota Regi berada ditengah kotanya dan kota Yusi. Yusi berteriak senang dan berjanji kalau bulan depan akan menyumpai mereka.

Semula Regi keberatan Yusi ikut dalam kencan mereka tapi setelah Akisa mengyakinkan kalau Yusi adalah teman baiknya akhirnya Regi mengalah. Mereka berkenalan dan bersenang – senang bersama. Regi merupakan pemandu yang baik, membawa mereka mengelilingi kotanya. Saat malam tiba, Regi yang memiliki apartemen sendiri mengajak Akisa untuk tidur dikamarnya. Akisa tentu mau tapi tidak enak dengan Yusi yang akan tidur sendirian.
“Tidak apa – apa kok. Kalian kan baru kali ini nginap bareng.” Yusi berkata bijak. Akisa makin tidak enak, maka dengan meminta maaf dan pengertian Regi akhirnya mereka tidur bersama. Tiga orang dalam satu kamar.
“Kamu memang gadis yang baik hati, aku makin mencintaimu.” Sebelum tidur Regi mengecup bibir Akisa. Akisa segera membalas ciuman itu, meski hanya sebentar tapi jantung Akisa berdetak kencang. Akisa berpaling pada Yusi yang tidur disebelahnya, terlihat sudah pulas. Akisa memang berharap Yusi tidak menyaksikan ciuman mereka tadi.

Terimakasih, Akisa. Sudah mau mengajakku jalan – jalan dan mengenal Regi yang baik hati.
 Status terbaru Yusi di FB membuat Akisa tersenyum dan langsung meng-like dan membalas status itu. Sepuluh menit kemudian, muncul pesan di inbok Akisa. Dari Ela. Meski agak bingung, Akisa membuka pesan itu juga.
Aku hanya ingin memperingatkan, jangan membiarkan Yusi dekat – dekat dengan pacarmu kalau tidak mau sakit hati. boleh percaya atau tidak.
Hanya itu pesan tersebut. Terbesit rasa tidak enak tapi selama ini Yusi selalu baik dan mungkin Ela masih marah mengenai kejadian dulu. Akisa mengabaikan pesan itu. Dia memilih mengirim bbm pada kekasihnya.

Setumpuk tugas kuliah membuat Akisa harus fokus apalagi nilai nya sempak anjlok begitu dia terlalu hanyut dalam percintaannya dan lupa untuk belajar. Akisa meminta pengertian Regi kalau mungkin dia akan lebih mengurangi bbm dan percakapan mereka ditelepon.
“Tidak apa – apa sayang. Sebentar lagi kan sudah mau ujian semester. Kamu harus konsentrasi. Masak pacarku nilai ipk nya jelek. Yang semangat ya sayang.”
“Makasih ya cinta. Cinta juga semangat ya. Jangan ngebbm wanita lain ya mentang – mentang adik lagi sibuk belajar.”
“Hahaha...adik ada – ada saja. Iya sayangku, cintaku.”

Ada sesuatu yang dilupakan Akisa. Yusi. Dia dan Regi waktu berkenalan dulu telah bertukar nomor telepon dan pin BB. Akisa tidak mengira Yusi menggantikan posisinya bertukar pesan dan percakapan dengan Regi saat dirinya sedang sibuk belajar. Akisa baru tahu setelah Regi bercerita kalau siang tadi dia dan Yusi rupanya memiliki kesamaan yang sama dalam hal menonton film horor.
“Kenapa Yusi bbm sayang?”
“Namanya juga teman, kan wajar saja. Adik cemburu ya? Hahaha...tenang saja sayang, kami cuma ngobrol biasa saja kok.” Akisa mempercayai kata – kata Regi. Apalagi setelah dia bertanya pada Yusi dan dia malah ditertawai.
“Ya ampun, Akisa. Tenang saja, Regi itu bukan tipe saya. Hahaha...kamu ada – ada saja deh. Saya menganggap Regi itu hanya sebatas kakak yang baik. Masak saya mau merebut Regi dari kamu. Ada – ada saja.” Dan perkataan Yusi membuat hati Akisa lega.

Setelah ujian semester selesai, Akisa langsung bersorak senang. Akhirnya dia terbebas dan Akisa yakin nilainya pasti akan bagus. Liburan semester ini dia sudah berencana mengunjungi Regi. Regi menyambut Akisa di apartemennya. Ada sesuatu diwajah Regi yang membuat Akisa bingung.
“Ada apa sayang. Kok kayaknya kamu cemberut.”
“Enggak kok.” Jelas Regi sedang berbohong dan Akisa terus bertanya.
“Oke, aku lihat kamu dan Sera akrab sekali. Kalian kan baru temanan di FB, tapi kok akrab banget.” Akhirnya Regi mengucapkan apa yang membuatnya kesal.
“Ya ampun sayang, adik dan Sera hanya teman. Adik menganggap Sera itu lucu, ya hanya sebatas itu.”
“Tapi bisa saja lama – lama adik jadi suka sama dia. Dan akhirnya selingkuh. Sudah sering banget kejadian seperti itu. Yusi saja bilang kalau Sera sepertinya punya maksud tertentu dengan adik.”
“Yusi? Kok dia...jadi sayang curhat sama Yusi?” Cemburu menyeruak masuk kedalam hati Akisa.
“Ya, tapi bukan itu intinya. Aku tidak mau adik jadi suka dengan Sera.” Meski masih belum memulihkan rasa cemburu tapi Akisa berusah menahannya. Regi lebih terlihat cemburu dan Akisa tidak ingin pertemuan mereka rusak gara – gara salam paham yang tak berarti.
“Maaf sayang kalau adik sudah membuat sayang jadi berpikiran seperti itu. Adik janji akan menjauhi Sera.” Mereka tidak melanjutka adu mulut lagi tapi saling memeluk. Begini lebih baik. Akisa tahu Regi hanya tidak ingin kehilangan dirinya.

Boleh saja Akisa berencana tapi rencana tetap hanya rencana. Sera sama sekali tidak mau menjauhi Akisa meski Akisa sudah berkata kalau pacarnya tidak menyukai kedekatan mereka. Sera menganggap Regi kekanak – kanakan. Toh dia hanya berteman tidak ada maksud lain jadi dia tidak mau dilarang berteman dengan siapa pun kecuali kalau dia ada salah. Akisa tidak bisa mematahkan perkataan Sera. Ucapan Sera ada benarnya. Tapi Regi mempunyai pikiran lain. Dia marah melihat Akisa masih berteman akrab dengan Sera. Akisa berusaha menjelaskan tapi Regi sudah kepalang marah. Tidak mau membalas pesan maupun telepon Akisa. Akisa panik, tanpa berpikir panjang segera menaiki bus untuk pergi ke kota Regi. Akisa berharap penjelasan langsungnya bisa membuat hati Regi melunak.

Baru saja Akisa melangkah ke loby apartemen saat dia melihat Yusi keluar dari pintu lift. Akisa terkejut begitu pula dengan Yusi.
“Ngapain kamu kesini?” Kecurigaan datang dan membuat kata dari mulut Akisa menjadi ketus.
“Saya kebetulan sedang mengunjungi tante yang ada di kota ini. Dan saat saya memberitahu Regi, dia meminta saya mengunjunginya. Tadinya kami mengobrol tentang dirimu tapi Regi...” Yusi tidak jadi melanjutkan kata – katanya. Dia menunduk.
“Regi kenapa?” Yusi penasaran. Memaksa Yusi melanjutkan perkataannya.
“Maafin saya, Akisa. Saya sama sekali tidak bermaksud apa pun. Memang selama ini Regi sering curhat tentang hubungan kalian, tentang hidupnya juga tapi saya sama sekali tidak tahu kalau...kalau Regi menjadi...menjadi jatuh cinta dengan saya. Maaf, Akisa. Maaf.” Linangan airmata Yusi membuat Akisa terhenyak.
“Saya sudah menolak Regi, maaf. Saya pulang dulu.” Yusi segera pergi tanpa menunggu Akisa menanggapi ceritanya. Ada sesuatu, Akisa yakin itu. Dia masuk kedalam lift.

Regi tampak terkejut tapi mepersilahkan masuk Akisa. Dia masih terlihat marah. Akisa tidak duduk. Dia langsung bertanya pada Regi.
“Tadi Yusi kesini?”
“Iya, katanya sekalian mampir. Dia lagi berkunjung dirumah tantenya.”
“Bukan sayang yang memintanya kesini?” Wajah bingung Regi segera membuat Akisa yakin dengan pikirannya tadi. Akisa tidak membicarakan lagi tentang kedatangan Yusi tadi, dia ingin meredakan amarah Regi. Dihadapan Regi, Akisa menghapus nama Sera dari daftar pertemannya. Meski masih marah tapi Akisa bisa melihat senyum diwajah Regi. Mereka berbaikan. Dalam pelukan Regi malam itu, Akisa tahu Yusi sudah melakukan permainan licik. Yusi ingin menghancurkan hubungannya dengan Regi, seperti yang dulu dia lakukan dengan hubungan Ela. Akisa tidak akan tinggal diam. Dia bukan Ela. Yusi harus dibalas atau akan ada korban yang lain lagi.

Lagi – lagi wajah terkejut. Kali ini Yusi yang terkejut. Dia berharap yang mengetuk kamar hotelnya adalah Regi tapi ternyata Akisa lah yang berdiri didepan kamarnya.
“Aku membaca pesanmu di handphone Regi. Dia sedang sibuk, jadi mungkin tidak akan datang. Kamu bilang kamu mengunjungi tantemu. Kok tidak menginap disana malah di hotel.”
“Eh...saya tidak mau merepotkan tante.”
“Sudahlah, aku tahu kamu hanya berbohong. Aku sudah tahu semua niat jahatmu. Aku bukan orang jahat sepertimu, jadi sebelum aku juga jadi jahat dan membeberkan semua kelicikanmu, aku mau kamu pergi dari hidupku maupun hidup Regi. Sekarang juga hapus semua nomor handphone, pin, akun FB, semuanya. Aku ingin kamu menghilang dari hidup kami.”
“Baik...baiklah.” Setelah Yusi melakukan semua permintaan Akisa, Akisa pun tersenyum puas. Dia segera melangkah keluar dari kamar hotel.
“Jangan pernah muncul lagi dihadapanku.” Sebelum benar – benar pergi, sekali lagi Akisa memperingatkan Yusi.

Regi berjalan dengan terburu – buru. Melihat Yusi yang menangis makin membuat hati Regi remuk. Yusi yang melihat kedatangan Regi segera menghambur kepelukan Regi.
“Maafin saya, saya sudah melarang Akisa jangan pulang dulu tapi dia bilang mau makan siang bareng kamu. Dia buru – buru saat menyeberang jalan dan tertabrak mobil. Saya melihat itu dan tidak bisa menolongnya.” Tangisan Yusi pecah. Regi memeluk Yusi. Hatinya hancur. Dia sama sekali tidak mengira telepon Yusi tadi adalah berita buruk. Akisa meninggal tidak lama setelah dibawa ke rumah sakit.

Lihat, bukankah gampang melakukan permainan ini. Tentu kalian sudah tahu rahasiaku. Ya, jangan menaruh belas kasihan dalam permainan itulah rahasianya. Dua bulan sudah berlalu semenjak kematian Akisa dan tentu saja aku membantu proses kematian Akisa. Bukankah dia sendiri yang meminta aku tidak muncul dihadapannya lagi. Aku mengabulkannya dan mendorongnya ketika dia akan menyebrang jalan. Suasana ramai membuat tindakanku tidak diketahui siapapun. Oh ya, Regi yang hancur hatinya dengan mudah kutaklukan. Kami kini kekasih. Mencintainya? Mungkin lebih tepat aku mencintai kekayaannya. Untuk saat ini dia korbanku dan kalau aku bosan tinggal melakukan permainan lagi dan mencari mangsa baru. Itu permainan mudah untukku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar